ー 57

2.1K 447 50
                                    

there will be a little violent scene,
so please keep being conducive.
and this part is a bit longer than other chapters, so enjoy 😘
=======




Aku dan Kak Kimi keluar dari ruangan Johnny. Kak Kimi harus bekerja, jadi sebaiknya aku juga menyingkir. Tidak lupa Kak Kimi memberiku kontak Om Henry agar ku hubungi. Ya, aku harus menghubunginya agar dia tidak seperti induk ayam kehilangan anaknya —kata Kak Kimi.

By the way, aku merasa beda —seperti lebih berani, entahlah. Tidak seperti sebelumnya, aku lebih yakin tentang keputusan bagaimana akan bertindak seharusnya. Aku tidak tahu apakah mereka bertiga benar-benar mendukungku, tapi setidaknya aku tidak sendiri.

Terlebih Jeffrey. Aku tidak bisa berkata-kata. Andaikan bisa, aku ingin berlari padanya dan bilang terimakasih banyak.

"Nah ini!"

Aku menoleh saat mendengar seruan dari lorong samping. Ternyata Doyoung, dia berjalan tergesa ke arahku dengan wajah khawatir.

"Kamu gak papa?" tanyanya.

Aku melirik ke kanan dan kiri bingung. "Aku kenapa?"

"Kata Donghyuck kamu ketemu sama Kimi?"

"Ah.." Aku menggeleng, tersenyum pada Doyoung sambil menepuk lengannya pelan. "Gak papa."

"Yakin?" Doyoung mengambil tanganku, menggenggamnya erat dengan mata yang masih menelisik dari ujung rambut hingga kaki ku.

"Yakiin," kataku. "Kenapa, sih? Panik banget?"

Doyoung hanya diam, menghela nafas lega meskipun masih ada sedikit kekhawatiran dari sorot matanya.

"Udah makan?" tanyanya sembari menggandeng tanganku menuju pintu keluar rumah sakit.

Aku menggeleng. "Gak sempet. Oh iya, berarti kamu udah ketemu sama Donghyuck? Gimana dia?"

"Fine. Tadi dia lagi baca komik waktu aku ke ruang rawatnya."

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. Syukurlah.

"Mau makan apa? Atau cari makan di sekitar sini aja?"

"Terserah, di sekitar sini juga gak papa," jawabku. "Aku masih belum tega ninggalin Donghyuck sendirian lama-lama."

"Kenapa? Kan dia punya Om Hawk-nya."

Aku menoleh Doyoung yang ternyata tertawa hambar.

"Dasar bocah, setan dipanggil om."

Aku ikut tertawa. Entahlah, memang terkadang Donghyuck suka bertingkah di luar imajinasi.

Kami melanjutkan perjalanan untuk makan di dekat rumah sakit. Hanya makan ramen, aku tidak mood makan banyak. Semangkuk ini pun hanya ku makan setengah.

Doyoung hanya memandangku dan mangkuk ramen yang kusingkirkan ke samping bergantian. Tatapannya menyiratkan pertanyaan dalam kepalanya soal kenapa aku tidak menghabiskan makananku, dan aku hanya membalasnya dengan senyum kecil dan gerakan kecil pada alis.

Doyoung menghela nafas, lalu ikut menyingkirkan mangkuk ramennya dan minum.

"Kok gak dihabisin?" tanyaku.

"Kenyang," jawabnya seadanya. Setelahnya diam, hingga Doyoung bertanya padaku, "Hp ku kamu bawa?"

"Oh, iya," jawabku sambil mengeluarkan ponsel Doyoung dari dalam kardiganku.

Doyoung mebgambil ponselnya dariku, dan sebagai gantinya, dia menyodorkan padaku paper bag kecil yang dari tadi disimpannya.

"Apa ini?" tanyaku seraya melihat paper bag itu.

[3] Full Moon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang