11. Kenyataan pahit

1.3K 227 10
                                    

.

"Kak?!" ujarku memelan karena terlalu terkejut.

Bahkan aku yang masih lemas, harus bersandar pada dinding belakang.

Sterilisasi rahim.

Saat mendengar itu langsung dari bibir kak Seungwoo, semua duniaku rasanya berhenti berputar.

Aku ingin berteriak menyangkal semuanya. Ini sangat tidak adil buatku.

"Kenapa?" ujarku pelan, mataku hanya memanas, tapi suaraku sudah bergetar.

"KENAPA KAMU TANDA TANGAN SURAT ITU?!" seruku lantang sambil menatapnya tajam. "Kenapa tidak ijin aku dulu?"

Kak Seungwoo menangkup pipiku sambil menatapku dalam, "Pendarahan kamu cukup parah, ditambah lagi tekanan darah kamu yang tinggi. Kakak nggak punya pilihan lain"

Aku memalingkan wajah menghindari tatapannya sambil menghela nafas kasar.

"Dengan kakak setuju itu, aku kehilangan semuanya, kakak tau? Aku kehilangan kesempatan-"

Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, kak Seungwoo membawaku ke dalam dekapannya erat.

"Tapi kalo aku nggak lakuin itu, aku bisa aja kehilangan kamu"

Tangisku pecah di dalam pelukan kak Seungwoo. Sekali lagi dalam hidupku, aku merasa benar-benar hancur. Aku kembali berada di titik terbawah.

"Aku lebih nggak mau kehilangan kamu, adek istri" ucapnya sambil mengelus suraiku lembut.

Setelah merasa tangisku yang mulai mereda kak Seungwoo melepas pelukannya dan tersenyum menatapku dalam.

"Aku bukan Nila yang dulu. Terlalu banyak kekurangan dari kata istri yang sempurna" ujarku sambil menunduk dengan nada yang memelan.

Aku memelan bukan karena menangis ataupun kesal, tapi lebih ke kehabisan tenaga karena menangis. Semuanya buat aku lelah.

"Kamu masih Nila-ku yang sama" ujarnya sebelum mencium sekilas bibirku, memberikan kehangatan disitu sambil mengusap bahuku lembut.

"Dan sayangku juga masih sama" tambahnya.

"Kakak, maaf"

Aku menatap kak Seungwoo yang terlihat kesal sambil membenarkan posisi duduknya.

"Maaf tidak diterima karena tidak ada yang perlu dimaafkan" ucapnya.

Tangan kak Seungwoo bergerak melingarkan tanganku dilehernya sebelum memeluk pinggangku yang masih duduk di ranjang.

Ia memajukan wajahnya sampai keningnya menyentuh milikku. Disitu aku bisa lihat ketulusan yang ada ditatapannya dan dibalik senyumnya.

"Tolong percaya, istriku! Aku sayang banget sama kamu"

Aku bisa mendengar suara kak Seungwoo yang samar-samar terdengar, sebelum semuanya gelap dan aku kembali tidak sadarkan diri.

Lagi.

🏡🏡🏡

Aku menyamakan sinar lampu sambil sesekali mengedipkan mata menyesuaikan dengan cahaya lampu.

Aku bisa lihat mama yang sedang sibuk dengan ponselnya. Setelah itu, pandanganku  teralih ketika mendengar suara teriakan Dongpyo yang heboh sambil membuka pintu ruang inap.

Aku tersenyum saat Dongpyo melihatku dengan senyuman cerahnya.

"Mama!" Serunya lalu kembali lari ke arah ranjangku.

"Halo sayang" panggilku.

"Nila udah bangun, sayang?" tanya mama sambil berjalan mendekatiku.

Aku tersenyum dan mengangguk.

"Pyo-ku" panggilku sambil bergeser, memberi ruang untuk Dongpyo duduk di ranjangku yang dibantu mama.

"Sejak kapan kamu udah sadar?" tanya mama.

"Barusan aja"

Mama mengangguk.

"Mama, Pyo kangen!" ucap anak itu sambil memelukku erat.

Aku tersenyum membalas pelukan Dongpyo sambil mencium puncak kepalanya gemas, "Mama juga"

"Mama," panggil Dongpyo.

"Iya?"

"Pyo tadi abis liat adek bayi" lapornya sambil mainin rambutku yang hampir mengenai wajahnya.

"Lucu nggak?"

"Lucu. Pyo pingin peluk" ucapnya.

Aku tersenyum sambil mencium pipi Dongpyo gemas. Setelah itu melihat mama yang lagi senyum ke arah kami.

"Kalo liat Pyo, keinget kamu pas masih kecil" celetuk mama.

"Sama-sama manja ya, ma?"

Mama terkekeh sambil mengelus pipiku dan mencium keningku, "Manja tapi suka bikin kangen"

Aku tertawa disusul tawa mama.

"Mama, mama!" panggil Dongpyo sambil menarik ujung bajuku.

"Ada apa, sayang?"

"Adik bayi kok dipakein selang-selang ya?" tanyanya dengan pandangan bingung.

"Ha?" Aku yang denger juga bingung dan mulai cemas. Apa ada hal buruk yang harus aku dengar lagi?

Aku menatap mama dengan wajah khawatir. Bahkan mataku mulai berkaca-kaca.

"Mama? Ada apa?" tanyaku.

Aku bahkan mulai menangis walaupun belum tahu apa yang sedang terjadi. Perasaanku benar-benar tidak enak.

"Mama kenapa nangis?" tanya Dongpyo sambil menangkup wajahku dan menghapus air mataku.

"Mama jawab, ma! Ada apa?" rengekku sambil menggoyang-goyangkan lengan mama yang memilih diam seribu bahasa dengan tatapan yang sulit kuartikan.

"Ini alesan kenapa aku nggak boleh ketemu bayiku?" tanyaku sambil mengusap air mataku kasar.

Aku lantas meraih telepon rumah sakit yang ada di atas nakas dan langsung menekan nomor yang akan kutuju.

"Nila, kamu nelpon siapa?"

"Kak Seungwoo" jawabku.

Mama langsung mengambil telepon yang aku genggam dan mematikannya.

"Mama, kenapa dimatiin?" seruku.

"Mama nggak mau jelasin kalau kamu kaya gini. Tenangin diri kamu dulu!" ucap mama.

Aku menghela nafas pelan sambil memijat pelipisku, lalu mulai menangis pelan. Aku juga merasakan pelukan Dongpyo yang semakin erat seakan menyuruhku juga untuk tenang.

"Pyo sayang mama"

●●●

🏠🏠🏠

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🏠🏠🏠

Madre, SeungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang