16. Awan mendung

972 147 3
                                    

.

Aku tersenyum menatap Dipya yang tengah tertidur pulas di hadapanku.

"Pya kalau udah besar pasti cantik" gumamku pelan. Imajinasiku mulai liar membayangkan bagaimana nanti Pya kalau sudah besar.

"Semoga pinter kaya mama ya?" ujarku disusul kekehan. "Kuat dan penuh tanggung jawab juga, kaya papa" sambungku.

"Mama percaya, Pya bisa sembuh"

Ini sudah terhitung satu minggu semenjak aku pulang dari rumah sakit.

Tidak mudah. Banyak emosi yang membuncah, kadang aku lelah. Menjadi istri dan ibu dari dua anak itu tidak mudah.

Apa ini yang mama rasain dulu?

Emang ya, guru terbaik itu pengalaman. Kita nggak akan pernah mengerti suatu kondisi, kalo kita belum merasakannya.

Melahirkan, mengurus, dan mendidik anak. Aku jadi bisa lebih menghormati perjuangan mama saat melahirkan dan mengurus aku dulu. Pasti berat dan nggak mudah, kan?

Dan sekarang, selalu ada pertanyaan yang terbesit dipikiranku saat memikirkan mama dan papa. Pertanyaan yang selalu aku usahakan menjadi satu pernyataan.

Apa aku sudah benar-benar bisa membuat mama dan papa bahagia?

"Mama" panggil satu suara dari belakangku.

Aku menoleh dan tersenyum.

"Halo, Pyo" ujarku sambil merentangkan tangan ke arahnya yang disambut pelukan hangat dari si sulung.

"Kangen disayang mama" ujar anak itu sambil mempererat pelukannya. Aku tergelak.

Memang sih, aku juga merasa seminggu ini fokusku buat Dipya yang sering rewel. Aku sampe lupa kalo Dongpyo juga butuh aku. Ibu macam apa aku ini?

Aku langsung menarik Dongpyo ke pangkuanku dan mencium pipinya, "Mama sayang kamu setiap hari" ujarku.

"Mama sama Dek Pya terus. Pyo dicuekin mulu" protesnya sambil menunduk. Sepertinya, anakku itu benar-benar kesal.

"Maaf ya, sayang. Adek kan masih kecil, jadi mama harus jagain"

"Tapi Pyo kan juga mau mama"

Aku tersenyum. Sepertinya, apa yang dia bilang sekarang sudah di tahan seminggu belakangan ini.

"Maafin mama ya, Pyo. Mama selalu merasa Pyo udah besar dan bisa mandiri. Padahalkan Pyo juga butuh mama" ucapku.

Anak itu mengangguk.

Aku tersenyum sambil menarik Dongyo ke dekapanku.

"Sayang mama"

"Mama juga, sayang"

"Ada apa nih? Papa ketinggalan apa?" Suara kak Seungwoo menginterupsi kegiatan kami dan membuat kami sama-sama menoleh ke arahnya.

"Banyak," jawab Dongpyo.

"Ceritain dong ke papa" titah kak Seungwoo sambil duduk di sampingku yang tengah memangku Dongpyo.

Dongpyo lantas memelukku semakin erat, "Ih, papa kepo!"

Kak Seungwoo terkekeh dan langsung ikut memelukku dan Dongpyo. Jadilah kami pelukan bertiga.

"Papa rasanya gamau minta apa-apa lagi tau, cukup kalian aja udah bikin bahagia" celetuk kak Seungwoo sebelum mencium keningku dan Dongpyo bergantian.

"Gombal!"

Kak Seungwoo terkekeh dan beranjak ke arah box bayi Dipya disusul aku dan Dongpyo.

Aku langsung menegang saat merasakan suhu tubuh Dipya yang panas dengan nafasnya yang sedikit tidak beraturan.

"Kak, Pya sakit. Badannya anget" ucapku panik.

Kak Seungwoo mengusap bahuku, mencoba untuk menenangkanku.

"Kita bawa ke rumah sakit sekarang"

🏡🏡🏡

Daritadi aku hanya bisa menunduk sambil menggenggam tanganku erat. Nggak tau lagi gimana, khawatir dan sedih tercampur aduk semua.

Ditambah lagi, dokter yang daritadi belum keluar dari ruang tindakan. Ada apa? Kenapa lama sekali?

Aku merasakan tangan kak Seungwoo mendekapku, menggenggam erat jemariku, dan sesekali mengusap bahuku.

"Semua akan baik-baik saja"

"Tapi aku tetep takut, kak. Pya.." ucapku memelan di kalimat terakhir.

"Tenangin diri kamu, badan kamu dingin banget" ujarnya sambil memeluk badanku yang dingin dan lumayan bergetar. Aku takutnya beneran.

Nggak lama, mama dateng bareng papa dengan wajah panik dan nafas yang sedikit tersenggal. Sepertinya, mereka habis maraton dari parkiran.

"Gimana cucu mama?" tanya mama sambil mengambil tempat duduk di sisi satunya bagian kursi sebelahku.

Aku mulai menangis dan menggeleng. Aku tidak tau.

"Woo, Pya kenapa?" tanya papa ke kak Seungwoo. Papa sudah tau, aku nggak bisa diajak ngobrol kalo lagi cemas.

Kak Seungwoo mulai menjelaskan ke papa dan mama.

Tangan papa bergerak menangkup kedua pipiku dan mencium keningku, "Pya akan baik-baik aja" ujar papa sambil menghapus air mataku.

Sedangkan mama sibuk mengusap bahuku.

Aku menggenggam kedua tangan papa yang ada di pipiku disusul anggukan.

"Papa dan mama selalu ada disini buat Nila" tambah papa yang diangguki mama.

"Terima kasih"

Tidak lama setelah itu, dokter keluar dari ruang tindakan.

"Gimana kondisi anak saya, dok?" tanya kak Seungwoo.

"Kondisi Pya sekarang kritis. Tapi kami akan berusaha semaksimal mungkin"

Kakiku langsung melemas saat itu juga, disusul tangisku yang juga semakin kencang.

"Pya-ku.."

●●●

❣❣❣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❣❣❣

Besok senin, aku usek asdfghjkl.

Madre, SeungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang