6 Proposal

234 11 0
                                    

Januari 2020

Tahun berganti, dan masih dengan kisah yang sama: merindukan Kak Doyoung. Dia hilang, kabarnya tidak pernah terdengar. Untuk pertama kalinya aku membenci langit senja, karena itu mengingatkanku pada Kak Doyoung.

Beberapa kali aku menangis malam-malam karena merindukannya. Berat, mengapa aku tidak bisa memilikinya? Dia seperti memainkanku, membuatku merasa diinginkan dalam satu malam dam membuatku merasa tidak dibutuhkan dalam waktu berbulan-bulan.

Mari tetap lanjutkan hidup, Ahyoung-ah. Kataku padaku, ya, karena tidak ada yang bisa menenangkanku.

"Eonni, ada apa?" Tanya Yeri mendapatiku melamun didalam dapur. "Rotinya udah selesai dipanggang kan?"

Aku kemudian tersadar sedang memanggang roti dan sudah saatnya untuk mengangkatnya. Namun ketika kubuka oven nya, yang ku temukan semua rotiku hangus, terlalu lama memanggang.

"Eonni sakit?" Tanyanya.

"Enggak, aku nggak apa-apa."

"Aku tau, eonni kangen Kak Doyoung?" Godanya.

Aku kemudian terdiam dan ingin menangis rasanya. Iya, aku merindukan Kak Doyoung. Apakah sesakit ini merindukannya? Aku tidak bisa menahan sakitnya, aku benar-benar ingin menangis dan akhirnya aku berlari ke kamar mandi untuk menangis. Meninggalkan Yeri yang kebingungan.

Setelah beberapa puluh menit aku keluar kamar mandi dan menghampiri Yeri yang berada di meja kasir.

"Maaf ya, aku tadi terlalu emosional." Kataku.

"Sekarang udah baikkan?" Tanyanya.

"Mendingan sih."

"Eonni, barusan ada paket, dan kayanya dari Kak Doyoung." Yeri memberikanku bingkisan yang benar disitu tertulis pengirimnya adalah Kim Dongyoung.

Aku kemudian membuka isi bingkisan itu. Dress biru, yang dia pilihkan hari itu. Kemudian secarik catatan.

"Park Ahyoung, one day I hope I can see you wear this dress, for me. Kim Dongyoung."

Aku langsung masuk kedalam dapur. Mengambil ponselku dan menghubunginya.

"Halo, dek?" Sapanya diseberang sana.

Aku kembali menangis. Mendengar suaranya menyesakkan.

"Dek kamu kenapa?"

"Paket kakak udah sampe, dress biru itu."

"Oh itu, terus kenapa kamu nangis?"

"Aku kangen kakak." Kataku sambil mengisak tangis.

"Aku juga, aku bakal pulang, tunggu aku. Aku langsung kesana."

Panggilan terputus. Dan aku masih menangis, rasanya ingin berteriak, aku tidak punya tenaga untuk menahannya lagi.

Hari ini aku benar-benar merasa beruntung memiliki Yeri. Dia bisa menangani pelanggan dengan baik dan sesekali ia memastikan keadaanku, aku hanya bisa terdiam di dalam dapur tanpa keluar dan menyambangi toko. Saat jam makan siang Yeri menutup toko dan membawakanku jajjangmyeon yang baru saja dia pesan.

"Eonni, setelah makan ini jangan sedih lagi yaa. Untung barusan pelanggan yang dateng dikit jadi aku masih bisa handle. Siapa tau abis makan siang ini pelanggannya banyak, aku nggak bisa dong kalo sendirian." Kata Yeri menenangkanku.

Setelah selesai makan, aku kembali memakai celemek untuk mengurus toko lagi. Aku membuka pintu toko dan mendapati seseorang sudah berdiri di depan. Tubuh tingginya, bahu lebarnya, punggung itu, tidak salah lagi.

Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang