"Aku sudah menyelesaikan bagianku," ujar nya saat Namjoon kembali menghadang langkahnya.
"Lalu Jimin?"
Taehyung mendelik malas. "Kau pikir itu urusanku?"
Namjoon mendesah panjang. "Tapi ku perintahkan kau untuk melakukannya bersama bukan?"
Taehyung menarik rambutnya kebelakang dengan satu gaya yang menawan. "Salahmu, untuk apa kau menghukum aku dan dia bersama. Si manja itu mana bisa di andalkan," olok nya santai.
Namjoon berkacak pinggang. "Karena itu bagian dari hukumanmu! Melakukannya bersama Jimin justru hukuman utama nya. Jadi jika kau tak menyelesaikan nya bersama itu berarti kau tak melakukan hukumanmu dengan tuntas, Taehyung-ah." Taehyung hampir saja mendorong Namjoon sekuat tenaga jika name tag khusus guru tak tersampir jelas di kemeja biru langit nya.
"Omong kosong. Ini waktunya aku pulang, bisa kah kau tidak menutup jalanku, guru Kim?" pinta Taehyung dengan garis wajah kasar nya.
Namjoon memejamkan mata nya lalu menyodorkan sekaleng minuman dingin. "Kau tahu bukan, hukuman ini tidak akan pernah kau lakukan jika kau menjelaskan dari mana asal luka-luka itu?" tanya Namjoon berharap Taehyung sekali saja bisa luluh dan menceritakan hal yang mengundang tanya satu sekolah.
Pasalnya, Namjoon memiliki kepercayaan yang kuat jika luka-luka itu, bukanlah hasil dari bully-ing ataupun tawuran. Ayolah, Namjoon bukan cenayang ia hanyalah guru BK yang ditugaskan untuk memberikan perhatiannya sedikit lebih banyak pada anak di hadapannya. Apa yang bisa ia lakukan selain merayu Taehyung untuk segera bercerita padanya.
Mata Taehyung itu terlalu kelam, cahaya seorang guru seperti Namjoon tak cukup benderang untuk menembus kegelapan itu. Perisai Taehyung terlalu kuat hingga pedang Namjoon tak bisa menembusnya. Taehyung terlalu tertutup dan kaku.
Taehyung menerima pemberian Namjoon. "Terimakasih," ucapnya lalu berbalik untuk pergi melangkah.
Secepat kilat Namjoon meraih pergelangan tangannya, desahan kuat terdengar jelas. "Hati-hati di jalan, jika kau sudah siap untuk bercerita datang padaku kapan saja. Aku masih menunggu," ujar Namjoon tulus.
Taehyung mengangguk lalu pergi menjauh, hingga mata Namjoon tak lagi dapat menggapai bayangannya.
Aku ingin membantu mu, tolong sedikit terbuka Taehyung-ah. Aku merasa kau perlu di selamatkan. Jangan kubur dirimu lebih dalam, dunia tak ingin kehilanganmu.
***
Taehyung berjalan menantang terik matahari, mengikis jarak yang akan membawa nya munuju tempat tujuan sambil menikmati alunan melodi yang tersalurkan melalui headset ponsel nya. Kadang ia bertanya, kenapa sebuah melodi bisa membuai nya sedalam ini? Kenapa nada-nada yang tersusun rapi ini terdengar begitu indah di telinganya. Kenapa ia merasa ter-ejek dengan keindahan nya? Apa mungkin karena keindahan seperti itu tak pantas menyapa hidup nya yang terlanjur kelam?
Langkah nya terhenti, Taehyung menyapu pandangannya. Meja-meja sudah terjejer rapi dengan barang dagangan yang menumpuk di setiap meja nya. Taehyung membelah kerumunan, kedai di ujung sana menjadi tujuannya. Myeongdong, tempat dimana jajanan kaki lima berkumpul.
"Taehyung-ah! Ambil ini, wajah mu pucat sekali. Pasti belum makan 'kan?" Tahan seorang bibi dengan suara lantangnya, membuat Taehyung berbalik lalu membungkuk sopan. Senyumnya mengembang sambil berjalan mendekati si bibi.
"Ah, terimakasih bibi Jung."
Bibi Jung mengangguk senang, mengulurkan tangannya untuk mengusap rambut Taehyung. Luka di sekujur tubuh Taehyung seakan tak menganggu penglihatannya, karena bagi mereka, orang-orang yang terbiasa bertemu dengan Taehyung, luka-luka itu sudah menjadi bagian dari Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mikrokosmos
Fanfiction[BROTHERSHIP] Mereka memiliki luka, meski dalam artian berbeda. Luka itu, mempertemukan mereka. Jika ada tempat yang patut di syukuri keberadaannya oleh dua bocah itu, tempat itu adalah Ruang Konseling. Tak begitu istimewa, namun justru disanalah m...