sepuluh.

3.4K 484 99
                                    

'Apa yang sedang kulakukan?'

'Kenapa aku mengikuti nya?'

'Apa yang ku inginkan dari nya?'

Pertanyaan itu terlalu menganggu Jimin. Punggung yang berada di depannya masih setia menyusuri jalan. Awan sudah menghitam, terlalu banyak menyembunyikan luka. Angin membawa nya terlalu jauh, mungkin itu sebabnya luka Taehyung sangat menganggu Jimin. Nampaknya, awan gelap Taehyung sedikit demi sedikit menarik Jimin.

Getaran ponsel Jimin tak menganggu aktivitas nya, hujan rintik mulai berjatuhan mengenai wajah nya. Jimin jelas tahu siapa yang menghubungi nya dan untuk alasan apa. Untuk sesaat rasanya Jimin ingin meninggalkan dulu dunia nya sebentar, ia ingin mengunjungi dunia Taehyung, ia hanya ingin tahu untuk alasan apa luka nya itu selalu hadir.

Jimin mengerti, setiap manusia pasti memiliki luka, pun dengannya. Hal yang tak masuk akal adalah, mengapa luka itu selalu membersamai Taehyung? Tak sekalipun Taehyung terlihat bahagia, tak bisakah luka itu enyah sebentar saja? Jimin merasa terganggu karenanya, entah untuk alasan apa.

Taehyung menatap langit, lalu mendesah panjang. Getaran ponsel manarik atensi nya.

Terimakasih atas jawaban mu, untuk hari ini kita belum bisa bertemu. Kau bisa menemuiku besok, di kafe dekat sekolah pukul 4 sore.

Taehyung memasukkan kembali ponsel nya setelah memberikan balasan singkat. Baiklah.

Tiba-tiba hujan jatuh dengan deras nya, membuat Taehyung berlari cepat begitupun Jimin yang ikut berlari di belakang nya. Taehyung tak mengambil waktu untuk meneduh, ia melentangkan tangannya dan beberapa kali berteriak lantang. Jimin terkesiap di buat nya. Jimin tak terbiasa untuk mengguyur diri di bawah hujan seperti ini, tapi melihat sisi lain dari seorang Taehyung, Jimin rela jika akhirnya ia harus jatuh sakit akibat kedinginan.

Taehyung membalikkan tubuhnya, membuat Jimin otomatis menghentikan langkah. Beberapa saat mereka hanya bertukar pandang, tatap yang tak mampu Jimin artikan, terlalu kelam, menyaingi awan yang menggulung sendu dalam bentangan angkasa.

Taehyung bisa melihat bibir kebiruan Jimin, seragam sekolah nya sudah basah kuyup hingga menampakkan tubuh atletis Jimin. Bibir Jimin bergetar entah kedinginan atau terlalu gugup di pandang sebegitu intens.

Jarak mereka hanya terpisah dua meter, namun cukup untuk memindai ekspresi masing-masing. "Sampai kapan kau akan mengikuti ku?" Tanya Taehyung tanpa mendekat. Jelas Taehyung menyadari derap kaki lain yang menemani nya, cermin cekung di pertigaan tadi membuktikan bahwa asumsi nya tidak salah. Si bocah manja itu mengikuti nya sejak awal.

Mata Jimin bergerak gusar, tak terpikir bahwa Taehyung mengetahui aksi nya sedari tadi. Lidah nya kelu, bibir nya hanya bergetar pertanda tak ada kata yang bisa ia lontarkan. Lalu semua nya berputar, Taehyung menjadi dua di mata nya, kepala nya sakit dan brukk Jimin kehilangan kesadarannya.

"Jimin!! Jimin!!" Taehyung sontak berlari dan menepuk pipi Jimin beberapa kali.

"Jimin!" Taehyung melempar kepala nya ke seluruh arah, terlalu sepi bahkan kendaraan berlalu sangat cepat. Di satu titik Taehyung merasa kesal, ada apa dengan bocah ini? Kenapa ia terus mengikutiku? Dan membuatku terpaksa harus membopong nya.

Taehyung mengangkat Jimin keatas pundak, dengan kekuatan yang dimiliki nya Taehyung menggendong Jimin menuju rumah nya. Semoga saja Ayah tidak ada. Jika Taehyung mengetahui rumah Jimin, Taehyung akan mengantarnya meski jarak yang harus ia tempuh lebih banyak. Ke rumah nya? Angga sajap Taehyung gila, seumur hidupnya Taehyung tak pernah membawa siapapun ke dalam neraka-nya.

"Ibuu.. ibuu. Cepat pulang, jangan pergi bu, jangan tinggalkan aku.. jangan pergi," lirih Jimin tepat di samping telinga Taehyung. Taehyung berlari lebih cepat, hujan akan memperparah kondisi Jimin, meneduh pun bukan solusi yang tepat. Jimin terus meracau, beberapa kalimat tertangkap telinga Taehyung dan beberapa bagian lainnya teredam oleh suara hujan.

MikrokosmosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang