Sepanjang perjalanan yang di tempuh nya untuk menuju kediaman Jimin membuatnya banyak berpikir, tatapannya tak henti memandang pepohonan yang berjalan melawan arah. Semakin banyak Jimin berbicara semakin banyak hal yang memenuhi kepala nya. Jimin itu seumpama buku yang terbuka, lihat saja mata nya dan kau bisa membaca segala nya, mudah mengetahui apa yang Jimin rasakan hanya dengan melihat mata nya. Karenanya Taehyung memilih untuk melempar pandangannya keluar jendela dari pada harus melihat binar antusias yang terpancar di mata Jimin.
"Hanya ikuti saja kata hatimu, Taehyung-ah. Jangan mengkhawatirkan apa yang belum tentu terjadi." Apa yang di ucapkan Namjoon siang tadi ikut memenuhi kepalanya.
Terlalu lelah untuk menyangkal, Taehyung mengakui kehadiran Jimin cukup mengacaukan hati nya-ralat, kehadiran Jimin mampu membuatnya bahagia. Taehyung kira, hati nya sudah mati rasa hingga tak bisa merasakan apapun selain rasa sakit, tapi Jimin membawa rasa baru untuk hidup nya. Dan itu terlalu menakutkan. Siapapun bisa tahu betapa tulus Jimin hanya dari sorot mata dan senyum indah nya, Taehyung takut kehadirannya hanya akan menyakiti Jimin.
"Apa yang kau pikirkan? Kenapa diam saja?" tanya Jimin khawatir.
Taehyung menoleh lalu tertawa kecil. "Masa aku harus menari disini, yang benar saja."
Dan Taehyung dibuat terkejut dengan reaksi yang di berikan Jimin, Jimin tertawa hingga tubuhnya melorot. "Astaga, selera humor mu. Bagian mana yang lucu dari ucapanku?" tanya Taehyung tak mengerti.
Jimin meraup udara semampunya dengan tawa yang masih tersisa. "Itu sangat lucu, membayangkan mu menari di hadapanku, manusia tembok seperti mu menari? Hahahaha bukankah itu lucu?" tanyanya dengan air mata di ujung mata.
"STOP, jangan berani-berani membayangkan hal semenggelikan itu!" amuk Taehyung histeris yang makin membuat Jimin tertawa keras. Seokjin di balik kemudi ikut tertawa kecil. "Jangan heran Taehyung-ssi, Jimin memang seperti itu. Dia selalu bereaksi berlebihan. Tolong maklumi," kikik Seokjin sambil memandang Taehyung di balik kaca jendela.
"Berlebihan kau bilang? Itu memang lucu, kok!" sembur Jimin tak terima.
"Hahahahahaha," Seokjin tertawa meski terpaksa dengan tangannya yang bertepuk seolah ikut menyetujui apa yang Jimin yakini. "Iya, itu lucu sekali," imbuhnya.
Jimin mendelik kesal. "Aku tahu kau hanya pura-pura, iya kan? Acting mu jelek sekali pria tua, jika kau tak ingin tertawa, ya sudah jangan tertawa, aku juga tak meminta mu untuk tertawa."
Seketika Seokjin menghentikan tawa juga tepukan tangannya. "Aku memang selalu salah," keluh nya mengundang tawa tak bersuara milik Taehyung.
Dua puluh menit sudah berlalu, Kim Seokjin berhasil membawa nya ke istana Jimin yang luar biasa besar, mungkin rumah Tahyung hanya secuil bagian dari istana nya. Meski sedikit terpukau, Taehyung bisa menutupi nya dengan baik hingga ia menjadi orang pertama yang tak bereaksi berlebihan melihat istananya. Sambutan yang di berikan pelayan rumah Jimin sangat menganggu nya, pasalnya itu terlalu berlebihan.
"Selamat datang, Tuan."
Taehyung kira hal seperti itu hanya ada di negeri dongeng, di sambut oleh para pelayan yang berjejer rapi dengan pakaian formal. Tapi dengan jelas ia bisa memastikan kaki nya masih memijak tanah Seoul bukannya Disney land, mendapati ia di perlakukan seperti itu.. ia tak bisa menerima nya dengan hati lapang dan senyum bahagia, ini hanya terasa begitu asing untuk nya. Taehyung membungkuk dalam saat melihat para pelayan masih membungkukan tubuhnya.
"Selamat datang di rumahkuuuu!" Teriak Jimin sambil melentangkan tangannya.
"Bukankah ini terlalu berlebihan? Bibi-bibi yang berjejer disana," bisik Taehyung pada Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mikrokosmos
Фанфик[BROTHERSHIP] Mereka memiliki luka, meski dalam artian berbeda. Luka itu, mempertemukan mereka. Jika ada tempat yang patut di syukuri keberadaannya oleh dua bocah itu, tempat itu adalah Ruang Konseling. Tak begitu istimewa, namun justru disanalah m...