Dalam gelap nya langit yang terbentang, disana rembulan bersinar terang menghiasi sang malam, mengikuti langkah yang bocah angkuh itu ciptakan.
Taehyung berlari kesana kemari membelah keramaian kota, tubuhnya tak sekali menabrak pejalan kaki hingga umpatan terdengar saling bersahutan, mata tajam nya menyapu setiap sudut kota.
Ibu dimana..
Semakin banyak langkah yang ia ambil, jantung nya semakin berdebar tak karuan, khawatir mengambil alih kendalinya.
Jika kau tak bisa menjaga nya, cukup tak usah melukai nya. Jangan halangi aku untuk melindungi nya.
Tangannya masih sibuk mendial nomor sang Ibu sambil menyusuri jalan dengan lebih teliti, namun jawaban tak kunjung di dapat. Kemana mereka pergi? Kenapa harus pergi? Kenapa Ibu tak mengabari? Apa yang terjadi?
"SIAL!" Teriak nya kesal mengundang tatapan sinis beberapa pejalan kaki lainnya.
Taehyung tak menyerah, tak akan pernah jika ini menyangkut seseorang yang teramat penting bagi hidup nya. Meski hanya dengan sisa kekuatan Taehyung tetap berjalan menyusuri toko-toko kecil. Menyelipkan harapan demi harapan dari setiap langkah nya. Hingga langkah nya terhenti total.Dada nya bergemuruh kacau, tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih sempurna. Mata tajam Taehyung bergetar, tatapan angkuh nya melebur tergantikan oleh tatapan nanar miliknya. Harusnya ia tahu, sejak awal tak ada yang bisa ia lakukan.
Mereka duduk berhadapan, dengan semangkuk ice cream bertabur kacang merah di hadapannya. Ibunya tersenyum tulus pada pria tak berekspresi itu, dia brengsek, pecundang yang sesungguhnya.
Satu hentakan, air mata Taehyung berkumpul saat tangan lembut sang Ibu mengusap hangat bongkahan pipi pria yang mulai ia benci. Taehyung tidak sudi tangan itu menyentuh wajah selain miliknya. Dia tidak pantas mendapatkannya Ibu, ronta nya dalam hati.
Tapi yang ia lihat hanya senyum tulus dan tatapan hangat sang Ibu untuk Yoon Ho.
Urat-urat tercetak jelas di sepanjang leher, memaksa air mata untuk kembali masuk ke dalam tubuhnya. Sesak, terlalu banyak ganjalan memenuhi dada. Terlalu banyak keinginan yang tak bisa semesta berikan untuknya.
Hingga langkah kaki nya berjalan mantap saat air mata sang Ibu kembali mengalir. Taehyung tak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi Taehyung tahu kata yang keluar dari mulutnya tak lebih dari sampah yang hanya akan menyakiti sang Ibu lebih dalam.
"Kau anakku, sama seperti Taehyung. Ibu mencintaimu sepenuh hati."
Taehyung menelan ludah nya pahit, jakunnya bergerak kesetanan menetralisir rasa sakit. Cairan itu tak henti membanjiri pipi tirus sang Ibu menghantarkan aliran listrik yang menghantam dada nya.
"Berhenti mengulang kalimat itu, tak akan ada yang berubah, jalang."
Telak, emosi terlanjur menguasai tubuh nya. Rasa panas menjalar hingga ujung kuku nya. Kepalan tangannya terlihat tegas, napas nya memburu hebat. "Ibu, ayo pulang," desis nya tajam, tak sudi menatap Yoon Ho barang sedetik. Ha Neul tersentak kaget lalu menatap wajah tak terbaca Taehyung, cepat-cepat ia menghapus jejak air mata nya.
"Kenapa kau bisa ada disini?" tanya Ha Neul khawatir.
"Cepat pulang bu, kumohon," pinta Taehyung sekali lagi, berusaha mengendalikan nada bicara nya agar tak ikut bergetar. Sebisa mungkin Taehyung menahan dirinya untuk tak menerjang Yoon Ho, pria yang seakan tak terganggu dengan kehadirannya. Ia hanya diam dengan mata yang menatap ice cream di hadapannya. Tanpa tahu malu.
Ha Neul menatap Taehyung dalam, memberikan ketenangan. Wajah nya kembali memelas meminta sedikit waktu lebih banyak untuk berbicara dengan anak nya yang lain. "Ibu masih harus bicara dengan kakak mu, mengertilah. Kau bisa pulang duluan, jangan lupa sediakan makan untuk Ayah mu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mikrokosmos
Fanfiction[BROTHERSHIP] Mereka memiliki luka, meski dalam artian berbeda. Luka itu, mempertemukan mereka. Jika ada tempat yang patut di syukuri keberadaannya oleh dua bocah itu, tempat itu adalah Ruang Konseling. Tak begitu istimewa, namun justru disanalah m...