"Ya Jimin!" Panggil Ha Sungwoon pada Jimin yang sedari tadi bermain ponselnya sambil berjalan menuju kamar hotel tanpa melihat jalan, "Jalan pakai matamu juga, bodoh! Kau akan terlihat tambah bodoh jika sampai jatuh."
"Ya!" Jimin menatap Sungwoon kesal, "Kau mengataiku?"
"Aku tidak mengataimu," jawabnya lalu membuka pintu kamar dengan kartu yang ia punya dan ia selipkan kartu tersebut pada alat yang menggantung di dinding dekat pintu agar listrik di kamar itu menyala.
Sebelum Sungwoon sempat masuk lebih dalam, Jimin dan kopernya masuk lebih dulu menyenggol Sungwoon membuat pria itu hampir jatuh, "Aish... Park Jimin..."
"Akhirnya...." Jimin menidurkan tubuhnya yang pegal pada single bed di sisi kiri dekat dengan jendela yang artinya single bed yang berada di sisi kanan adalah milik Sungwoon.
"Ayo cepat rapihkan bajumu, kita harus melatih anak-anak limabelas menit lagi," ucap Sungwoon mengingatkan Jimin pada realitanya.
"Aahh...." Jimin merajuk sambil duduk di atas ranjang menatap Sungwoon yang merapihkan bajunya di dalam koper pada lemari, "Apa tidak bisa bersantai saja hari ini? Kita baru sampai loh...."
"Kau pikir kita di sini untuk liburan?"
"Ya... anggap saja begitu."
Sungwoon menutup pintu lemari lalu menatap Jimin, "Ya anak bungsu keluarga Park yang kabur dari rumah. Kau harus ingat siapa kau sekarang, jangan kumat."
Jimin berdecih sebal lalu membuka kopernya dengan dihentakkan tanda jika dia kesal dengan Sungwoon yang selalu bermulut pedas. Ha Sungwoon yang sudah biasa mendapatkan perlakuan oleh Jimin seperti itu cuek-cuek saja dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka.
"Kenapa aku harus sekamar dengan orang menyebalkan seperti dia?" Gerutu Jimin sambil memasukan pakaiannya pada lemari yang kosong.
Drrtt....
Jimin melihat ponselnya yang berada di nakas samping tempat tidur bergetar dan berkedip layarnya. Ia langsung menyambar ponsel itu dan bingung karena nomor asing yang berada di layar.
Karena kebiasaan Jimin yang tidak suka mengangkat nomor asing akhirnya ia abaikan saja. Namun tak lama kemudian nomor itu menelponnya kembali, berkali-kali tapi tetap Jimin abaikan.
"Kau sudah membereskan pakaianmu?" Tanya Sungwoon yang baru keluar dari kamar mandi.
"Ne, ayo kita ke luar," ucap Jimin langsung pergi tanpa menunggu Sungwoon yang geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya itu.
*
*
Impossible
*
*
"Good morning, Baby!" Sapa Namjoon begitu matanya terbuka melihat wajah Seokjin di sampingnya. Pria itu langsung memeluk Seokjin bak guling dan menghirup wangi tubuh Seokjin yang selalu Namjoon suka, "Tidurmu nyenyak?"
"Anio... kau kadang mendengkur, Namjoon-ah," jawab Seokjin sambil terkekeh melihat wajah protes Namjoon lalu mencium bibir pria itu yang maju beberapa senti, "Hehe... Good morning too."
"Hari ini kita ke Musee du Louvre ya? Aku ingin melihat koleksi di museum itu," ucap Namjoon masih betah memeluk Seokjin.
"Ne, malamnya kita ke taman Cham de Mars ya? Katanya La Tour Eiffel sangat indah jika dilihat di malam hari," pinta Seokjin menatap Namjoon yang memejamkan matanya karena masih mengantuk.
"Ne, like your wish, babe."
"Joon?" Panggil Seokjin dan Namjoon bergumam sebagai jawaban, "Dua temanmu itu, Min Yoongi yang berkulit pucat dan Kim Taehyung yang wajahnya mengesalkan itu satu profesi denganmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
(Im)Possible | Yoonmin
FanfictionYoongi, seorang penipu yang tidak pernah percaya dengan yang namanya cinta. Jimin, seorang guru tari yang ingin menemukan cintanya. Mereka dipertemukan tanpa sengaja yang mejadikan Jimin terlibat dengan Yoongi. Jimin tahu Yoongi pria yang baik, tapi...