Chapter 5

3.8K 73 0
                                    

"Prilly!" Aliando berteriak sekuat tenaga. Jantungnya berdegup dua kali lipat lebih cepat. Dilihatnya sosok Prilly yang malang didasar jurang, berharap luka yang didapat oleh gadis tersebut tidak terlalu parah. Semoga saja.

"Tolong! Woy tolongin gue!" Aliando berteriak minta tolong dengan panik sembari berusaha turun ke dasar jurang.

"Pril, bangun Pril." Aliando menepuk-nepuk pipi Prilly dan tidak mempedulikan darah Prilly yang mengotori tangan dan pakaiannya. "Woy tolongin gue! Pak Bandi! Bu Sisca! Kevin! Jessica! Ghina! Gritte! Siapa pun tolongin gue!"

Orang-orang yang ada disekitar jurang segera berlarian ketika mendengar teriakan minta tolong dari Aliando. Beberapa orang bapak-bapak ikut turun membantu Aliando mengangkat Prilly.

"Astagfirullahaladzim." Seru bu Sisca dan pak Bandi secara bersamaan. Mereka berdua dan seluruh rombongan SMA Athens mendengar teriakan Aliando, dan sekarang mereka semua sudah berada didekat jurang.

Ghina dan Jessica sedang menangis karena shock melihat keaadan Prilly, sedangkan Gritte sibuk menenangkan kedua sahabatnya tersebut. Kevin, Bastian dan Halik berdiri dipinggir jurang untuk menyambut badan Prilly yang dibopong dari dasar jurang.

"Ini Prilly kenapa, Li? Kok bisa sampe jatuh ke dalam jurang?" Pak Bandi bertanya seraya ikut mengangkat Prilly.

"Lo sama Prilly berantem lagi atau gimana sih, Li?" Sambung Kevin yang sekarang sedang membopong Prilly bersama Bastian, Randy dan Halik menjauh dari pinggir jurang.

"Ceritanya panjang pak, Vin! Bu Sisca tolong cepat hubungi ambulan. Atau nggak pinjam mobil warga disini untuk bawa Prilly ke rumah sakit." Mendengar Aliando berbicara seperti itu bu Sisca segera mencari pertolongan secepat mungkin.

"Pril, bangun Pril." Ghina sudah menangis sesegukan disamping Prilly yang tak sadarkan diri.

PLAK....

Sebuah tamparan mendarat dipipi mulus Aliando. Aliando hendak marah dan membalas tamparan tersebut, tetapi ketika melihat siapa pelakunya ia langsung mengurungkan niatnya.

"Lo apain Prilly sampai dia jatuh ke jurang kaya gitu, hah?!" Bentak Gritte dengan suara bergetar. "Kalo nggak bisa jagain Prilly mending nggak usah lo bawa aja dianya! Mendingan dia sama Halik tadi daripada sama lo tapi malah celaka kaya gini!"

Kali ini Gritte melayangkan sebuah tinju yang mendarat diwajah Aliando, sedangkan pemuda tersebut hanya terdiam pasrah tanpa berniat melawan sedikitpun. Air mata Gritte sudah tak bisa ditahan lagi.

"Nggak usah deket-deket Prilly lagi!" Gritte akan melayangkan tinju nya lagi tetapi ada seseorang yang memeluknya dari belakang dan menahan tangannya yang sudah terkepal, "Randy apaan sih! Lepasin gue!" Teriaknya.

"Nggak akan, sebelum lo tenang dan nggak mukulin Aliando lagi." Randy masih memeluk tubuh mungil Gritte. Mau tak mau Gritte mengendalikan emosinya.

"Sorry, Li. Gue kebawa emosi." Gritte tertunduk tanda ia menyesal. Randy mulai melepaskan pelukannya.

"Nope." Aliando menjawab tanpa ekspresi. "Emang salah gue, mungkin."

Beberapa saat kemudian bu Sisca datang sembari mengendari sebuah daihatsu xenia berwarna silver. "Li, buruan bawa masuk Prilly!" Bu Sisca berteriak.

Dengan sigap Aliando beserta yang lainnya membawa Prilly ke dalam mobil tersebut. Bahkan, paha Aliando lah yang menjadi bantal untuk kepala Prilly saat ini. Pakaian Aliando sudah penuh dengan darah dari kepala Prilly yang masih belum mau berhenti. Bu Sisca melajukan daihatsu xenia yang dipinjamnya dengan kecepatan penuh ke arah rumah sakit terdekat.

***

"Dokter! Suster! Bantuin temen saya!" Aliando berteriak sembari menggendong Prilly masuk ke dalam rumah sakit.

Beberapa perawat dan seorang dokter berlari menghampiri Aliando yang kini sedang menaruh tubuh mungil diatas sebuah tempat tidur terdekat yang bisa dijangkau lelaki tersebut.

"Masnya tunggu disini sebentar ya." Ucap seorang perawat yang kemudian menutup tirai dihadapan Aliando.

Aliando menunggu dibalik tirai dengan gelisah. Beberapa kali ia bersandar di dinding, jongkok, berdiri lagi, bersandar lagi, jongkok lagi, terys seperti itu berulang-ulang. Bu Sisca yang baru saja selesai memarkirkan mobil yang ia pinjam kebingungan melihat Aliando yang gelisah.

"Astaga, Ali. Kamu kenapa? Daritadi ibu perhatiin jongkok, berdiri, jongkok, berdiri." Aliando hanya melirik sekilas ke arah bu Sisca.

"Gimana, Prilly? Udah sadar?" Tanya pak Bandi yang baru sampai diikuti oleh Ghina, Gritte, Jessica, Kevin, Randy, Bastian dan Halik.

"Li, Prilly gimana Li?" Gritte masih sepanik tadi.

Karena merasa Aliando tidak akan menjawab pertanyaan dari pak Bandi dan Gritte maka bu Sisca pun menjawab, "Dokternya masih meriksa Prilly, kita berdoa aja Prilly nggak kenapa-kenapa." Ucap bu Sisca sembari tersenyum.

Sekitar sepuluh menit kemudian akhirnya tirai kembali dibuka dan dokter keluar dengan sebuah senyuman lega.

"Prilly gimana dok?" Gritte langsung berdiri dihadapan sang dokter.

"Iya dok, dia nggak papa kan?" Ghina menambahi.

"Lukanya nggak parah kan dok?" Kali ini giliran Jessica yang bertanya dengan panik.

Dokter tersebut pun tampak tidak masalah dijejali dengan pertanyaan seperti itu. Ia hanya tersenyum saja.

"Pasien tidak apa-apa, hanya luka tergores batu. Dia pingsan karena terlalu shock. Kami hanya tinggal menunggu hasil rontgen untuk memastikan bahwa pasien tidak mengalami pendarahan diotak." Penjelasan dari dokter tersebut membuat seluruh orang yang ada dilorong tersebut menghembuskan nafas lega.

"Ohiya, siapa diantara kalian yang namanya Aliando?" Tanya sang dokter sembari mengedarkan pandangannya. Merasa namanya dipanggil Aliando mengacungkan jarinya

"Jadi kamu yang namanya Aliando. Dicari sama pasien. Tapi saya minta jangan buat pasien tertekan karena kondisinya masih sedikit shock. Saya tinggal dulu." Kata dokter tersebut sambil menepuk pelan pundak Aliando.

"Terima kasih dok." Aliando segera masuk ke balik tirai dan ia menemukan sosok Prilly yang sedang duduk di tempat tidur dan seorang suster yang sedang membalut perban ke kepalanya.

Aliando menarik sebuah kursi yang ada didekat tempat tidur kemudian duduk diatasnya. "Hai." Sapanya kepada Prilly.

"Hai, lo ngater gue kesini pake pasukan?" Tanya Prilly yang matanya menatap ke arah tirai yang sedikit terbuka. Tampak beberapa mata sedang mengintip. Bisa dipastikan siapa pemilik mata-mata tersebut.

Aliando mendesis kesal, "Gue tadi cuma sama bu Sisca. Gataunya mereka nyusul kesini sama pak Bandi."

"Nah, selesai. Saya tinggal dulu ya, dik. Kalo perlu apa-apa saya ada di UGD." Ucap perawat tadi sambil bergegas membereskan peralatannya dan berjalan ke arah tirai.

"Kalian ngapain disini?!" Pekik perawat tersebut.

Betapa terkejutnya ia ketika melihat beberapa remaja dan dua orang dewasa yang tengah mengintip dari balik tirai. Sedangkan yang ditanyai malah cengar-cengir tidak jelas sembari melambaikan tangan mereka ke arah Aliando dan Prilly.

"Hai, Li, Pril." Mereka memasang senyuman terlebar yang tidak pernah dilihat Aliando dan Prilly sebelumnya. Membuat kedua remaja tersebut bergidik ngeri.

Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang