Chapter 7

3.3K 68 0
                                    

"Tapi gue kangen sama lo, Pril." gumam Aliando nyaris tak terdengar. Namun Prilly dapat dengan mudah membaca gerakan bibir pemuda tersebut.

"Nggak boleh!" seru Prilly yang kini sedang membereskan majalah-majalah yang berserak dilantai gazebo. "Lo, nggak boleh kangen sama gue." Lanjutnya.

Aliando mengernyitkan alisnya, "emang kenapa nggak boleh?"

"Pokoknya lo nggak boleh kangen sama gue!" Prilly mulai berjalan meninggalkan Aliando.

Dengan sigap Aliando menyusul Prilly, hanya dengan beberapa langkah besar saja Aliando telah berhasil mensejajarkan dirinya dengan Prilly. Ditariknya pergelangan tangan kiri Prilly sehingga majalah yang tadinya ada dipelukan Prilly berhamburan di atas rumput. Mau tak mau Prilly menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Aliando.

"Emang kenapa gue nggak boleh kangen sama lo?" ucap Aliando lembut. Tangannya menggenggam erat kedua tangan Prilly.

Prilly menggeleng, "Gue nggak pantas untuk di kangenin." sahut Prilly dengan suara parau.

"Siapa bilang?" Aliando menatap dengan lembut kedua bola mata Prilly.

"Gue! Pokoknya lo nggak boleh kangen sama gue!"

Prilly mencoba melepaskan kedua tangannya dari genggaman Aliando, tapi apa daya pemuda tersebut jauh lebih kuat daripada Prilly. Tak sengaja Prilly menoleh ke arah pintu dapur yang terbuat dari kaca, dilihatnya Eza yang sedang berdiri dibalik pintu tersebut sembari memegang sebuah gelas.

Dipandanginya kakaknya tersebut dengan tatapan minta tolong, sedangkan tangannya masih sibuk berusaha melepaskan diri dari Aliando. Namun apa yang dilakukan oleh Eza sangat bertolak belakang dengan yang diinginkan oleh Prilly. Eza berjalan masuk ke dalam rumah tanpa mempedulikan adik semata wayangnya.

"Oke! Kalo emang gue nggak boleh kangen sama lo, berarti gue boleh dong suka sama lo?"

Prilly langsung terdiam mendengar ucapan Aliando. "Su...ka?" ucapnya dengan terbata.

Aliando menganggukkan kepalanya.

"Nggak! Lo nggak boleh suka sama gue! Apalagi kalo sampe lo cinta sama gue. Pokoknya nggak!"

"Kenapa?" Tanya Aliando dengan suara serak. Hatinya terasa seperti disayat-sayat silet yang tajam. Dikendurkannya genggaman tangannya.

"Karena lo bakalan nyesel." Prilly menundukkan kepalanya, menarik nafas panjang.

Kemudian ia menarik kedua tangannya dari genggaman Aliando dan membereskan majalahnya yang berserakan di rumput. Dengan tergesa-gesa ia masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Aliando yang masih berdiri terdiam. Terlihat jelas bahwa pemuda tersebut sedang menahan emosinya.

***

Setelah ia bisa menguasai emosinya yang meledak-ledak, Aliando segera kembali masuk ke dalam gazebo mengambil tas dan kunci motornya. Kemudian ia berlari keluar rumah Prilly dan langsung mengendarai Ninja berwarna hitam miliknya dengan kecepatan penuh.

Tak dipedulikannya hujan yang perlahan mulai turun dan mulai membuat pakaiannya basah. Ia tak peduli dengan jalanan yang mulai licin karena hujan, sebaliknya ia bahkan meningkatkan kecepatan Ninja yang dikendarainya. Beberapa kali ia melintasi lubang yang tak terlihat karena dipenuhi dengan genangan air, namun ia masih bisa mengendalikan keseimbangan sepeda motornya.

Sampai pada sebuah tikungan ia tak menyadari ada sebuah lubang besar yang ada didekat tikungan tersebut. Dilintasinya lubang tersebut dengan kecepatan yang tinggi dan...

BRAKKKK

Aliando terpental, dan sepeda motor yang ia kendarai tersangkut di pembatas jalan. Segera ia berdiri menghampiri sepeda motornya tanpa menghiraukan rasa sakit diseluruh tubuhnya. Terlihat beberapa luka ada di tangan dan kakinya. Namun, seolah tidak terjadi apa-apa ia langsung melajukan sepeda motornya nya dengan kecepatan tinggi.

Ninja yang dikendarai oleh Aliando memasuki wilayah perumahan elit yang ada dibagian barat kota Surabaya. Di hentikannya sepeda motor tersebut di garasi sebuah rumah minimalis dengan halaman yang luas dan berisi beraneka macam tanaman hias.

Aliando berjalan ke arah pintu rumah tersebut yang merupakan tempat tinggalnya sejak kecil, dibukanya pintu dengan kasar dan dibantingnya dengan keras sehingga mengeluarkan suara berdebam yang nyaring. Mbok Nah, pembantu dirumah Aliando, dengan tergopoh-gopoh mendatangi ruang tamu setelah mendengar pintu yang dibanting dengan kasar.

"Aduh, den. Ini kenapa bisa luka-luka gini sih?" seru mbok Nah dengan panik ketika melihat luka dibeberapa bagian tubuh Aliando.

"Nggak papa, mbok. Tolong bilangin sm pak Agus, nanti kalo hujannya berhenti tolong antar motor saya ke bengkel ya. Kuncinya saya titip sama mbok." Aliando meletakkan kunci motornya ditelapak mbok Nah dan beranjak pergi.

"Den, lukanya mbok bersihin dulu! Ntar infeksi." Teriak mbok Nah ketika Aliando menaiki tangga.

Aliando melambaikan tangannya tanpa menghentikan langkahnya, "Nggak usah mbok." ucapnya cuek.

***

Prilly berlari memasuki rumahnya dan langsung menuju ke arah kamarnya yang ada dilantai 2. Dibukanya pintu kamar dan segera ia kunci dengan rapat. Dilemparkannya ke segala arah majalah yang ia dekap sedari tadi.

Prilly bersandar pada pintu kamarnya dengan tubuh yang bergetat hebat. Perlahan, air matanya mulai turun membasahi pipi chubby-nya. Isakan dari bibirnya semakin nyaring seiring dengan tubuhnya yang merosot ke lantai dan akhirnya ia terduduk dengan tersedu-sedu.

"Kenapa lo mempersulit gue sih, Li?" rutuk Prilly disela-sela tangisnya.

"Gue udah mulai terima, tapi lo kenapa datang disaat yang nggak tepat kaya gini?" Tangisannya semakin menjadi-jadi setelah mendengar suara sepeda motor Aliando yang meninggalkan halaman rumahnya.

Prilly menangis sejadi-jadinya, sampai akhirnya ia kelelahan dan tertidur dengan posisi meringkuk didepan pintu.

Sebuah ketukan halus di pintu membuat Prilly tersadar dari tidurnya, diiringi dengan sebuah suara yang sangat familiar bagi Prilly. "Illy, buka kek pintunya."

Dengan malas Prilly bangkit dari tidurnya dan membuka pintu untuk melihat si empunya suara.

"Gile lo, Pril. Lo nangis bombay berapa jam dah? Efeknya drastis banget. Coba ngaca deh sono." jerit Eza yang terkejut melihat penampilan adiknya.

"Emang gue jelek amat ya?"

Prilly berjalan dengan gontai ke arah meja rias miliknya. Dan betapa terkejutnya Prilly ketika melihat penampilan dirinya sendiri. Rambut kusut, bekas air mata yang mengering, mata sembab, hidung merah, dan baju yang kusut.

"OEMJI HELLOW!" jerit Prilly yang tak percaya dengan penampilannya. Sedangkan Eza sudah tertawa terbahak-bahak.

"Buruan mandi gih. Bokap sama nyokap bentar lagi pulang, ntar gue mau ngomong apa kalo mereka liat lo udah kaya orang stres." ucap Eza disela-sela tawanya. Kemudian meninggalkan kamar Prilly.

"Nyebelin!" teriak Prilly yang melemparkan bantal ke arah Eza.

Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang