"kak Yoongi minta pulang" ucap Raena akhirnya bibirnya itu bisa mengucap kata setelah sedari tadi mengelu.
Seokjin tersenyum, entahlah bahkan sulit mengartikan senyum itu. Benarlah, Raena berada di ruangan Seokjin yang sangat rapih itu, dokter yang terkenal akan keahlian dan ketampanannya itu.
"Yoongi punya depresi berat sehingga membuatnya terus berpikir tidak akan pernah sembuh, dan tidak ada lagi alasan untuknya hidup. Itu penting"
Kening Raena berkerut, "penting?"
"Dalam dunia kedokteran ataupun apapun kita perlu keyakinan, semisal kau, kau yakin akan mendapat nilai sempurna di setiap pelajaran, maka itu terjadi. Tapi Yoongi? Yoongi hanya yakin jika hidupnya tak berarti lagi, keyakinan itu penting, Rae"
"Tapi kak Yoongi itu--"
"Aku tau, jadi kalau begitu aku pun gak bisa berbuat apapun lagi, Yoongi diperbolehkan pulang, tapi kami tidak akan menolaknya jika tetap mau berobat di rumah sakit"
Raena menatap Seokjin sendu, "terima kasih, kak"
.
.
.
.
.
.
"Kakak yakin?" Raena memandang wajah Yoongi lekat, mencari-cari ada apa dengan wajah datar itu, rona pucat yang sedari tadi tak pernah hilang.
Yoongi mengangguk pelan, biarlah pening yang menderu kepalanya, biarlah kakinya yang sudah lemas, bahkan ia yakin sulit untuknya berjalan dengan baik.
Raena mengantarkan Yoongi ke rumah pria itu, rumah yang kini sudah berbalik nama kepemilikan menjadi milik nyonya besar Son Yeojin. Raena membantu Yoongi berjalan, sangat tau jika kekasihnya itu sudah tak sanggup lagi menempuh perjalanan.
Tok.....tok....tok
"Ah....Tuan muda..." seorang maid terpaku di depan pintu setelah melihat Yoongi yang ada, seakan takut mau menerima ataupun mengusir mantan Tuan mudanya itu.
"Siapa ahjumma?" Tak lama presensi seorang wanita dengan perawakan menawan menyapa pandangan Yoongi dan Raena.
Sedetik kemudian, wanita itu mengubah raut wajahnya jadi sedikit sinis, atau memang sangat sinis, "Oh....kau Min Yoongi, bagaimana? Rasanya ditinggal kakak, kemudian ayahmu, oh....sungguh malang nasibmu anak manis"
Yoongi masih diam, matanya menyarat kebencian mutlak. "Ada apa? Marah? Kesal? Mau apapun yang kau ingin rasakan padaku, itu sudah tak berarti toh....semuanya akhirnya jadi milikku. Seharusnya.....kau yang mati waktu itu, tapi sudahlah....tak apa jika kakakmu juga" sinis Yeojin.
Wajah Raena berubah seakan mengerti maksud Yeojin tadi. "Benar, aku adalah dalang dari kematian kakakmu, orang yang menabrak kakakmu itu suruhanku, dan sekarang....ayahmu mati, di tanganku....." Yeojin tertawa mengekeh bak nenek sihir.
Tangan Yoongi sudah mengepal hingga berubah menjadi kemerahan, "jalang! Kau merebut segalanya dariku!" geram Yoongi meluap-luap.
"Ya....benar, aku merebut semuanya darimu, dan kini..."
Bugh....
Bruk!
"Kau tidak perlu ada di rumahku ini" ucap Yeojin kembali tersenyum sinis, setelah berhasil mendorong Yoongi hingga tersungkur.
Raena juga ikut kesal, hingga rasanya ingin menjambak rambut nyonya besar itu, "dasar ahjumma tua tidak tau diuntung!!! Kak Yoongi sedang sakit!!!"
"Na....awas...."
Brak!
Hampir saja....
Hampir sebuah koper besar menimpa tubuh Raena jika saja tangan Yoongi tak menariknya menyingkir, "aku tak peduli dengan bicaramu! Anak ingusan! Kau urus saja pacar sakit-sakitanmu itu!!!"
Brak!
Gelegar suara pintu tertutup berhasil membuat Yoongi menutup matanya, terganggu akan bunyi menggema itu. Setelahnya, Yoongi berjalan tertatih menuju kopernya yang sudah pecah di beberapa sisi, mengangkatnya perlahan, hingga ia sadari bahwa satu roda kopernya terlepas.
Yoongi menghela nafasnya sabar memilih mengangkat kopernya meskipun dengan susah payah. Namun bantuan selalu datang, Raena membantu Yoongi menenteng koper besarnya itu, "kau lihat? Rindu rumah?"
Raena berdecih, "sekarang bahkan rumah itu bukan lagi milikmu, sekarang kau mau tinggal dimana? Lebih baik kau di rumah sakit fasilitas terjamin, dan tidak disakiti seperti ini"
Set!
"Sudah bicaranya?" tanya Yoongi menghentikan langkah keduanya, "apa kau tak pernah berpikir perasaanku, dan hanya bicara sesuai dengan pandanganmu? Na! Aku juga gak bisa terus-terusan di rumah sakit, lalu keluargamu yang menanggung semuanya! Tidak apa jika aku di rumah meskipun tersiksa, tapi nyatanya rumah itu bukan lagi milik ayahku.
Na, aku laki-laki, tidak sepatutnya aku terus menumpang hidup pada keluarga kekasihku sendiri. Sekarang lepaskan, biarkan aku memilih jalan hidupku sendiri" Yoongi masih berjalan tertatih meninggalkan Raena.
"Kak....kak....bukan gitu...." Raena mencegah Yoongi pergi.
Yoongi menatap mata Raena dengan lemah, "sudah, sudah berakhir semuanya....kau tak perlu lagi repot untukku" Yoongi tersenyum, "selamat tinggal, Na"
"Tidak, kak! Kak Yoongi! Kak....aku gak....kak!!" Raena mengejar Yoongi yang telah masuk ke bis, apa daya, bis itu sudah berjalan.
"Kak Yoongi! Jebal....hiks..."
Raena menangis, sungguh hati ia tak bermaksud seperti tadi, tapi basi telah menjadi bubur cinta Yoongi padanya sudah terlawan oleh harga diri pria itu. Yoongi benar, tidak mungkin ia terus-terusan ditolong keluarga Shin.
Yoongi juga sakit, hatinya juga terasa remuk saat harus mengakhiri semua kisah cintanya dengan Raena, rasa cinta pada gadis itu tak pernah berkurang barang sedikitpun, namun yang ia inginkan membuat Raena bahagia bersamanya, bukan tangis yang terus hadir.
Apa ini akhir dari segalanya?
Tapi yang pasti cinta Yoongi itu tulus, dan gak akan pernah bisa berakhir.
Tbc
Masih termasuk double up gaksi?
KAMU SEDANG MEMBACA
dear, Yoongi [END]
RandomKelahiranku adalah kesedihan mereka "Min Yoongi, lelaki kuat dan lembut di luar, yang nyatanya ia rapuh dan bahkan tidak kuat menahan segala beban yang kini dipikul di bahunya"