Mata Seungwan berkilat, tangannya sudah siap mencekal tangan gadis menyebalkan itu, sebelum tangan lain lebih dulu mengambil alih meja dan kursi yang ia bawa.
"Sonsaengnim sudah di ujung tangga." Entah karena tanggung jawab, atau karena peduli, tapi kini, sang ketua kelas mengambil alih meja itu dan meletakkannya di sudut kelas. "Kita kembalikan ke gudang setelah pelajaran usai." Mungkin dia kesal karena Seungwan tak kunjung melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, atau mungkin ia memang peduli pada Seungwan, bukankah tadi dia mengatakan 'kita?'
.
.
.
"Aku dengar Seungwan dijahili teman-temannya pagi ini." Yeonsa yang duduk di samping Wonwoo mendelik tak suka dengan berita yang disampaikan Wonwoo barusan. Diliriknya ponsel Wonwoo yang menampilkan gambar seorang siswi mengangkat meja dan kursi seorang diri. Wajah Yeonsa mengeras, kenapa adiknya melakukan hal yang tidak seharusnya begitu. Yeonsa memastikan sang guru di depan sana tidak mendengar bisik-bisiknya dengan Wonwoo.
"Kau tahu cerita lengkapnya?" bisik Yeonsa dalam jarak dekat dengan teman sebangkunya itu. Wonwoo ikut mendekatkan dirinya pada Yeonsa. Sungguh Wonwoo suka melakukan ini.
"Gosipnya belum menyebar. Mungkin sebentar lagi." Jawabnya. Namun begitu Yeonsa sadar posisinya dengan Wonwoo saat ini, segera ia dorong bahu pria hobi senyum di sampingnya itu hingga terjatuh. Dan seisi kelas sontak memperhatikan mereka.
"Hahaha, Jeon Wonwoo, kau tidak apa-apa, kenapa kau ini heboh sekali?" Yeonsa pura-pura membantu Wonwoo bangun dari posisinya saat ini.
"Hahaha, kakiku keram." Pria itu tersenyum lagi.
"Konsentrasi pada pelajaran Jeon Wonwoo, Baek Yeonsa." "Baik ssaem." Untung saja mereka duduk paling belakang.
.
.
"Aku mau ke kelas Seungwan."
SEETTT
Tangan Wonwoo lebih dulu menarik lengan Yeonsa. "Tidak bisa sekarang, tunggu jam istirahat." Mereka memang belum selesai belajar. Ini hanya pergantian jam, dan sebentar lagi guru berikutnya akan masuk ke kelas. Tentu saja Wonwoo tidak akan membiarkan gadis pujaannya itu membuat masalah di jam pelajaran.
"Tapi adikku mungkin sedang menangis sekarang."
"Heh, kau kira Seungwan itu siapa? Kapan Seungwan pernah begitu? Dia itu 11-12 denganmu, bahkan aku ragu kalian itu punya kelenjar air mata." Tidak tahu saja kau Jeon Wonwoo, semalaman mereka menangis berdua.
Yeonsa agaknya sedikit membenarkan ucapan Wonwoo itu. Ia tahu sekali, adiknya itu bukan tipikal gadis lemah yang akan menangis hanya karena hal kecil seperti ini. Ia tahu adiknya itu gadis yang dingin dan tertutup pada teman-teman di kelasnya. Dari dulu Seungwan memang seperti itu. Ia hanya dekat dengan Yeonsa, dan dengan Wonwoo itupun terpaksa karena Wonwoo selalu menempel pada Yeonsa kemana-mana. Seungwan dan Yeonsa memang berbeda. Yeonsa punya teman dimana-mana, sementara Seungwan, ia hanya punya Yeonsa dan Wonwoo.
.
.
BRAK... BRAK
Seungwan dan Wooshin si ketua kelas baru saja selesai meletakkan meja dan kursi yang tadi diambil Seungwan kembali ke gudang. Sejak tadi di perjalanan, sedikitpun tidak ada pembicaraan di antara keduannya. Bagi Seungwan, terlalu canggung untuk bicara pada pemimpin kelasnya itu.
"Terimakasih." Tapi Seungwan bukan anak yang tidak tahu caranya berterima kasih.
Wooshin menoleh sebentar, lalu menepuk bajunya yang berdebu terkena debu dari meja tadi. "Cobalah membaur dengan yang lain. Jadi kau tidak kesulitan begini." Seungwan terpana. Ini pertama kalinya. Pertama kalinya ada yang menasehati dirinya dengan lembut selain Yeonsa dan Wonwoo. "Kau selalu diam. Kalau kau tidak senang kau akan berkelahi. Kau itu pelajar wanita bukan gangster." Mungkin Wooshin sengaja tidak langsung beranjak dari gudang itu demi memberikan kuliah singkat pada Seungwan.
KAMU SEDANG MEMBACA
OPERA: It's All About Falseness
FanficKebusukan dunia mafia, menghancurkan hidup orang-orang yang bahkan tidak seharusnya terlibat dalam kebobrokan moral mereka. Hati-hati suci makhluk kecil yang tak berdosa, ternodai, dan tergantikan dengan kebencian dan dendam yang begitu mendalam. H...