Jangan Dilihat

373 15 1
                                    


"Shit!"

Umpatan itu keluar dari mulut perempuan berambut hitam lurus sepundak. Sambil membenarkan letak kacamata yang dia kenakan, perempuan itu menatap ke luar bus kota yang 30 menit lalu dia tumpangi. Di sepanjang jalan menuju kampus tidak ada tanda-tanda akan hujan, tetapi ini?

Opel kembali duduk di kursi penumpang terdekat dari pintu, dia urung untuk keluar dari bus—untuk sesaat. Lalu dia mengeluarkan kantung keresek hitam dari dalam tasnya, yang di dalamnya terdapat sandal jepit. Selain sandal, Opel pun mengeluarkan payung yang selalu dia bawa bersama sandalnya itu.

"Makasih, pak." Ucap Opel seraya turun dari bus.

Baru saja turun, Opel langsung diterpa angin ribut yang meniupkan tetesan air hujan, alhasil pakaian, tas, bahkan rambutnya pun basah.

"Udah kuliah siang, cuman satu matkul*, ditimpuk air hujan pula." Gerutunya sambil menerjang hujan. Meski mulutnya berkomat-kamit kesal, Opel tak akan berniat bolos kuliah. Dia pasti akan tetap melangkah menuju halte tempat menunggu angkutan kampus.

Opel pikir kalau hujan deras seperti ini lingkungan kampus akan sepi, yang baru selesai kuliah akan diam dulu sampai hujan reda atau yang belum menuju kampus tentu akan menunggu hujan reda atau bahkan kembali mengurungkan niat ke kampus dan menyegerakan tenggelam dalam balutan selimut hangat lalu terlelap. Tetapi dugaan Opel salah. Kampus ramai, berlalu-lalang yang mencoba meneduhkan diri dari guyuran hujan, memarkirkan motor, pun ada yang dengan santainya melindungi diri dengan payung, sekalipun payung itu tetap membuat basah pakaian yang dikenakan.

Bahkan tempat menunggu angkutan dalam kampus pun penuh. Opel menyelinap mencari tempat sedikit teduh, meski nihil akhirnya dia tetap menggunakan payungnya untuk berteduh.

Sesekali Opel melirik jam di tangan kanannya, sudah pukul 12.45 siang dan belum ada tanda-tanda angkutan muncul. Angin semakin bertiup kencang diiringi semprotan langit membuat perempuan-perempuan yang turut menunggu angkutan mengeluarkan erangan kekesalan karena terkena cipratan air hujan.

"Mana sih angkutannya?!" Seseorang di samping Opel mengeluh menanyakan keberadaan angkutan yang seharusnya sudah ada.

"Ujannya makin deres dong, baju gue basah gini." Ada lagi terdengar keluhan.

Opel hanya menguping keluhan-keluhan atau obrolan orang-orang yang sama sedang meneduh. Kebanyakan dari mereka memang perempuan, tak heran jika banyak mengeluh dan lebih cerewet. Karena kebanyakan lelaki memilih meminta dikirim atau dibelikan atau apalah itu yang jelas harus punya kendaraan untuk kuliah, entah itu motor atau mobil daripada berdesak-desakan menaiki angkutan kampus.

Meski telinganya asyik menguping percakapan-percakapan dari orang tak dikenal, namun matanya mengarah ke depan menanti angkutan kampus tiba. Tetapi yang ditemukannya dalam detik ini adalah mobil hitam dengan plat nomor yang dikenalinya melintas.

Sorot matanya di balik kacamata memandang menyipit, menajamkan penglihatan ke dalam mobil berkaca tidak terlalu transparan tapi masih dapat memperlihatkan siapa yang ada di balik kemudi. Dia Nandu, lelaki yang sedang bersenda gurau dengan perempuan yang duduk di samping kemudi.

Dulu, Opel-lah yang duduk di sana. Dulu, Opel tak mungkin berdiri menunggu angkutan kampus sambil basah-basahan. Dulu, selalu ada Nandu yang menjemputnya. Iya, itu hanya dulu, kini Opel telah tergantikan.

Begitu sempurnanya hari Senin Opel kali ini. Siang hujan yang seharusnya dibaluti dingin, tetapi hatinya dibaluti api cemburu yang membuat dirinya panas. Seharusnya Opel tak perlu melihatnya. 


matkul *: mata kuliah (mata pelajaran versi anak kuliahan)

11 November 2019 - 9.19 pm


hai, gue datang bawa cerita baru. cuman pemanasan dulu sih, part selanjutnya dipost gimana nanti ya hehehe

Bermain RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang