3: Insiden Jatuh Hati

112 7 0
                                    


Tok-tok-tok.

Tiga kali ketukan di pintu kelas lalu ada seseorang yang menyembulkan kepalanya, melirik sekilas ke arah kelas. Semua pasang mata yang sedari tadi memperhatikan materi kuliah yang disampaikan dosen menoleh ke sumber suara.

Bukannya masuk, seseorang yang terlihat perempuan itu malah kembali menutup pintu. Kebisingan sempat terjadi sampai kemudian dosen tak mau mempermasalahkan hal tersebut. Biasanya itu terjadi pada mahasiswa telat yang salah masuk kelas.

"Permisi," setelah mengetuk pintu, Opel memasukin ruangan kelas kuliah umum. Bertempat di gedung khusus untuk menyelenggarakan kuliah umum.

Matanya melirik ke sekeliling ruangan kelas, setelah diberi izin dosen yang bersangkutan, Opel mencari tempat yang tepat untuk dirinya duduk. Dan di sana, bangku yang tidak terlalu depan juga tidak di belakang tapi hampir di belakang. Opel melangkah ke sana.

"Boleh duduk di sini?" tanyanya pada seseorang yang duduk di samping bangku kosong itu, orang itu menoleh sekilas. Bukannya memindahkan tasnya yang didudukan di bangku kosong, dia malah menggelengkan kepala.

"Nggak-nggak-nggak boleh."

Mata Opel menyipit, meminta kemurahan hati lelaki itu, "pliissss." Bisiknya, dia sudah telat masuk kelas dan dia tidak mungkin membuat kebisingan di ruang kelas.

Ini hari pertama Opel kuliah, dan di hari pertamanya dia harus mengenal kesialan hidup. Bus kota yang mengantarkannya ke kampus mendadak pecah ban dan mau tak mau harus menunggu bus berikutnya. Kalau menunggu angkot itu tidak mungkin, jika dilihat keadaan sekarang—banyak yang ngetem dan Opel paling tidak suka dengan itu.

Dan begitu masuk kelas, dia malah dihadapkan dengan lelaki yang tidak tahu apa maunya. Kalau mau bercanda tidak di waktu seperti ini.

Opel masih berdiri menanti tas itu dipindahkan, tetapi tak kunjung jua. Akhirnya dia mengangkat tas itu, menyelinapkan tubuhnya di cela bangku kuliah, menaruh tas ransel biru navy ke arah si pemilik yang sedari memerhatikan dirinya, bukan materi yang disampaikan dosen.

"Bisca Navelin." Lelaki itu berbisik ketika melihat name tag yang tertulis di kemeja yang dikenakan Opel. Opel refleks menyilangkan dua tangannya di dada, menutupi pandangan lelaki itu dari hal-hal yang enak dilihat.

"Dosennya di depan, bukan di samping." Tegur Opel membuat lelaki itu kembali menatap dosen.

+++

Perkuliahan dan sekolah adalah dua hal yang sebenarnya tidak ada bedanya, sama-sama masuk ke kelas lalu si pemberi materi menyampaikan materinya. Hanya saja, kalau sekolah adalah guru yang menghampiri kelas setiap pergantian jam guru berganti, sedangkan kuliah adalah mahasiswa dan dosen sama-sama menghampiri kelas dan tentu di kelas yang berbeda ruangan. Hanya saja memang dunia perkuliahan lebih fleksibel. Sekarang saja Opel sudah selesai kelas dan tidak ada perkuliahan lagi.

Masa penerimaan mahasiswa baru di tingkat universitas memang sudah berakhir dan ini adalah waktunya Opel berburu teman untuk menemani perkuliahannya dan sejak tadi tidak dilihatnya yang dia kenal... kecuali lelaki tadi. Sedang mondar-mandir di luar kelas, seperti menunggu kedatangan seseorang.

"Bisca!"

Panggilan itu membuat Opel menoleh sekaligus mengernyitkan dahi.

"Jangan kayak bocah ilang, celingak-celinguk ke sana ke sini." Kata lelaki itu yang kemudian melanjutkan omongannya, "atau emang itu hobi lu?"

Bermain RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang