15 : Koreksi Diri

60 4 0
                                    


Sakitnya tidak parah tetapi hikmahnya sungguh 'parah.' Hal tak terduga terjadi. Hal-hal yang sempat tak ingin diharapkan Opel bahkan dia pun ragu akan semua hal itu, terjadi.

Jika mereka kembali... keduanya kembali membaca buku yang pernah dibaca.

Jika mereka kembali... ada kemungkinan di antara mereka tak lagi sama.

Jika mereka kembali... ada kesempatan luka itu kembali dengan cara yang lebih menyakitkan.

Dan jika mereka kembali... ada kesempatan untuk saling memperbaiki.

Pilihan mereka pun tertuju untuk kembali dengan upaya memberi kesempatan agar bisa saling memperbaiki. Kedengarannya akan bodoh sebab ada buku lain yang lebih layak dibaca, tetapi kenapa kembali harus membaca buku yang pernah dibaca? Semuanya tentu atas dasar rasa itu masih ada. Mereka sulit mengabaikan apalagi harus melepaskan.

Dan hubungan mereka telah kembali terjalin 3 bulan, dengan waktu pendekatan kembali semenjak Opel terkena flu. Rona di wajah keduanya tak dapat membohongi teman-teman mereka. Meski ada yang sempat membuat mereka mempertimbangkan kembali, namun turut berbahagia juga setelah tahu mereka memutuskan kembali.

"Halo, sayang. Aku udah beres bimbingannya." Kata Opel begitu sambungan teleponnya diangkat Nandu.

"Cepet juga, tapi aku udah di kantin fikom sih hehe."

"Ih dasar yaaaa! Aku ke situ."

"Nggak usah, aku aja yang ke situ."

"Aku kan laper." Opel melangkahkan kakinya menuju kantin fakultas.

"Tunggu di situ, kita cari makan di tempat yang lebih nyaman dan enak."

Opel menghentikan langkahnya, dia tersenyum atas ucapan Nandu. Nandunya dulu telah kembali. Nandunya yang selalu ada untuk Opel. Dan Nandunya yang selalu mampu membuat Opel dilihat banyak orang di sekelilingnya seperti sekarang karena dipandang aneh senyum-senyum sendiri di tengah jalan tempat mahasiswa-mahasiswi berlalu lalang.

Tak lama Opel melihat seseorang yang melambaikan tangannya tak tahu malu. Lelaki itu tersenyum, wajahnya nampak berseri. Opel pun turut berseri, rasanya ketegangan bimbingan tadi lenyap begitu saja saat melihat Nandu.

"Lama nggak nunggunya?"

Mereka berjalan saling mendekat dan kini telah berhadapan.

Perhatian Nandu seringkali membuat Opel malu. Sikapnya terlalu manis sampai perempuan-perempuan lain melihatnya iri. Lelaki-lelaki lain melihatnya jijik dan Opel merasa malu. Seolah mereka tokoh ftv yang tak mengenal situasi dan kondisi karena saling mencintai. Padahal memang cinta seperti itu, meski semua kembali tergantung siapa yang saling mencintai.

"Enggak kok. Udah ih jangan natap kayak gitu, malu." Ujar Opel yang sejak tadi ditatap terus oleh Nandu.

"Kan Nandu kangen Opel." Lelaki itu mengusap-usap puncak kepala Opel yang berjalan di sampingnya.

"Kemarin kan udah ketemu."

"Tapi kan tadi pagi aku nggak jemput kamu."

"Suruh siapa kesiangan wleee..." ejek Opel. Dan Nandu langsung mengacak-ngacak rambut Opel. "Nanduuuuu ih!" kesalnya.

"Apa sayang???" ucap Nandu cukup keras, orang yang berlalu lalang dekat mereka langsung memandang dengan sorot 'apaan sih? Geli amat.' Opel langsung menunduk malu.

Nandunya yang dulu kembali, Nandunya yang tidak malu-malu mengutarakan perasaannya dan Opelnya masih sama seperti dulu, masih malu-malu dengan kelakuan Nandu yang masih sering di luar dugaan. Walaupun begitu, Opel sudah bersikap jauh lebih baik. Opel tak lagi secuek dulu. Opel tak lagi lupa akan kehadiran Nandu. Dan Opel yang tak ada lagi waktu melupakan perasaan Nandu, seperti dulu.

Bermain RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang