16 : Pudar Mengedar

65 4 0
                                    


Denar menyajikan iced mocca latte pesanan Opel. Lelaki itu baru bertemu Opel lagi, lebih tepatnya Opel baru mengunjungi coffee shopnya lagi setelah sekian lama tak ada kabar. Denar sempat menghubungi Opel namun balasannya tidak bersahabat. Ya memang begitulah seorang Bisca Navellin, akan sulit didekati jika enggan. Dan kini perempuan itu datang lagi.

"Thank you, Denar." Ucapnya begitu melihat Denar duduk di hadapan bangkunya.

"Ke mana aja, bu?"

Opel mengalihkan tatapannya dari layar laptop ke arah Denar, "sibuk." Katanya dengan senyuman,

"Panjang amat jawaban lu." Sebal Denar, sedangkan Opel cengengesan.

"Kemarin-kemarin lagi ya gitulah."

"YA GITULAH. Oke! Sangat menjelaskan." Sahut Denar dengan nada sebal tapi itu cuman candaan. "Palingan urusan sama Nandu, ya, kan?"

Hening. Opel tak langsunng menjawab, dia hanya meraih gelasnya lebih mendekat dan menyeruput perlahan melalui sedotan. Dia tak ingin langsung menjawab, istilahnya 'sok-sokan mikir dulu.'

"Itu iya, sisanya skripsi gue." Denar langsung mengangguk, menyadari Opel tak biasanya datang ke tempatnya bawa laptop.

"Kayaknya ribet. Untung gue nggak lanjut kuliah." Opel langsung mendelik, mencium bau-bau kesombongan yang dibuat-buat.

"Nggak perlu kuliah juga lu udah pinter cari uang, gue? Mana bisa. Beres kuliah aja belum tahu arahnya ke mana?!"

"Ke tempat gue bisalah."

"Duh Denaaarrr Denar."

"Apa sih, apa?"

"Nggak deh, skip aja."

"Ya udah gue balik ke sana ya." Denar menoleh ke arah tempatnya seharusnya. Opel mengangguk. "Cerita aja kalo ada yang mau diceritain."

Opel mengacungkan jempolnya.

Setelah Denar pergi, dia mematung sejenak. Bingung dengan apa yang akan dilakukannya. Untuk pertama kalinya setelah berkutat dengan skripsi sendiri di dalam rumah, dia memutuskan untuk mengerjakan di luar rumah. Kepalanya terlalu penat dengan tugas akhirnya, terlebih ketika dia mendapat kenyataan kalau 3 bab skripsinya harus dirombak karena tidak sesuai dengan judul dan apa mau dosen pembimbing.

Tak hanya masalah skripsi yang dihadapinya, dia pun masih memikirkan hubungan dengan Nandu. Entah sudah hari ke berapa, setelah pesan yang dikirimkannya pada Nandu. Selama itu hubungan mereka tak seperti biasanya. Ada perasaan lain hingga Opel membuat keputusan konyol dan mungkin alasannya pun konyol.

Satu kata, 'lelah.'

Hubungan mereka baik-baik aja sebelumnya. Jauh dari masalah, justru jauh lebih baik dari sebelumnya namun ada kehampaan yang dirasa Opel. Perempuan itu merasa lelah dengan sebuah hubungan yang mereka jalani. Sempat berpikir pula kalau keputusannya untuk balikan adalah suatu kesalahan. Kembalinya mereka dirasa seperti penyesalan Opel, bukan ingin hubungan mereka kembali.

"Ah nggak tau." Opel menundukkan kepalanya, pening sendiri dengan isi kepalanya dan segala hal tentang Nandu.

+++

Tepat di hari Opel mengirim pesan yang menandakan dia ingin break dulu dengan Nandu. Nandu langsung menemui Opel ke rumahnya. Pukul 8 malam lelaki itu bertamu karena terus menemui kegelisahan. Terlebih Opel tak lagi membalas pesannya.

"Maaf aku ganggu malam-malam."

Opel mempersilakan Nandu duduk di kursi yanng ada di teras rumahnya. Dia nampak tak siap bertemu Nandu malam ini. Dan tentunya tak ingin orang rumah tahu juga, sehingga dia hanya mempersilakan Nandu duduk di kursi luar.

Bermain RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang