10: Kisah Telah Usai

72 7 0
                                    


Di dalam kamarnya, Opel berguling-guling dengan gelisah. Usai mengerjakan tugas perkuliahan yang tidak terlalu banyak, dia malah termenung. Hingga ingatan tentang minggu lalu hadir. Ketika Nandu yang datang ke kantin Fikom, mengingatkan semasa mereka masih pacaran. Mereka seringkali membuat jomblo-jomblo yang sedang makan merasa panas hati karena iri melihat hubungan mereka. Lalu, Opel melihat dengan jelas kalau saat di kantin, Nandu melambaikan tangan padanya bukan pada Lara yang menyapa lebih dulu dan bahkan sapaan Lara pun diabaikan oleh Nandu.

Belum lagi pertemuan mereka di coffee shop Denar. Anehnya, bukannya Nandu bersikap biasa seperti saat mereka bertemu di toko buku atau menyapanya di sekitaran kampus. Justru Nandu langsung pamit pergi begitu melihat kehadiran Opel. Denar pun turut heran dengan sikap lelaki itu, karena dia belum lama datang.

Yang lebih parah dan mengejutkan bagi Opel adalah begitu Opel sampai rumah, dan makan bersama kedua orangtuanya. Ibu Opel membahas tentang Nandu.

"Udah lama ya bunda gak liat Nandu." Ucapan ibu Opel yang disikut pelan oleh suaminya. Opel acuh tak acuh dan terus melanjutkan makan. "Besok-besok ajaklah ke sini, jangan kayak tadi pagi. Ngebiarin Nandu dateng jemput kamu tapi kamunya udah pergi duluan."

"Eh? Gimana, bun?" ibunya Opel berhenti melakukan suapan nasi ke mulutnya.

"Tadi bunda liat Nandu di depan rumah tapi bukannya masuk malah pergi gitu aja. Kamu sih, baru ngasih kabar pergi duluan pas dianya udah di depan rumah. Kasian kan Nandu." Cerocos ibu Opel dan melanjutkan suapan yang sempat terhenti.

Opel tercenung hingga selesai makan. Orangtuanya memang tidak tahu kalau mereka telah putus, sehingga wajar saja jika sang ibu bersikap demikian. Tapiii... tetap saja Opel heran dengan kelakuan Nandu.

Sampai menjelang tidur Opel masih memikirkan hal itu.

Denaro: Nar, gue besok main ke tempat lu. Siapin yang enak ya.

+++

Opel mengaduk-ngaduk es teh manisnya dengan sedotan yang seharusnya dia pakai untuk menyeruput airnya hingga melewati tenggorokkan. Orang yang ada di hadapannya saja bahkan diabaikan. Padahal Opel sendiri yang tengah malam memberitahukan akan berkunjung. Kunjungan tak seperti biasanya yang langsung datang, ini malah mengirim pesan singkat di Whatsapp terdahulu. Sampai menit ke 30 kedatangannya dan Denar menyempatkan diri duduk di hadapan perempuan itu, tapi belum ada tanda-tanda mau berbicara selain tadi tiba-tiba memesan es teh manis, padahal ini coffee shop.

"Kalo mau lamar jadi tukang aduk minuman ya jangan ke gue, Pel." Denar hampir menyerah, dia perlu melayani pelanggan lainnya.

"Nandu kemarin kenapa ya, Nar?" kata Opel menatap Denar seperti anak anjing yang kehilangan majikannya. Padahal dia kehilangannya, kehilangan cinta.

"Nah, gitu dong beb daritadi." Denar kembali duduk.

"Gue gak mau kepikiran, tapi kepala gue gak berhenti mikirin."

"Terus-terus?"

"Lu juga kemarin ngerasain hal yang sama kan?"

"Iya, biasanya dia dateng sama Lara dan gak selinglung kemarin."

"Gak usah bawa-bawa si bocah tante itu, Nar. Muak gue dengernya."

"Hahahahahahaha."

"Jangan ketawa, Nar, kasih gue pencerahan." Rengek Opel yang kemudian menyeruput es teh manisnya.

"Kalian belum bener-bener nyelesaiin hubungan kalian. Gue rasa itu alasannya. Itu yang gue kira dari kelakuan-kelakuan aneh Nandu. Kalau lu mau beraniin diri dan lupain malu, lu bisa datengin Nandu. Temuin dan selesaiin."

Bermain RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang