Episode 1

50 3 0
                                    

Namaku Layla. Saat ini umurku tiga belas tahun, kelas tujuh.

Semuanya dari normal kecuali ada sesuatu dariku yang memisahkanku dari anak-anak lain. Ada tebakan? Kebiasaan? Penampilan? Sifat? Hal yang disuka? Jika salah satu dari opsi itu tebakan kalian, maka kalian salah. Jika kalian menjawab riwayat penyakit, maka mungkin jawaban itu benar. Singkatnya, aku cacat. Aku bisa mengendalikkan seluruh fungsi tubuhku secara total. Aku bisa mengendalikan otakku, jika kalian paham.

Manusia biasanya memang gerak-geriknya dikendalikan oleh otak secara otomatis. Tapi, ada beberapa hal yang tidak bisa otak bahkan pemilik otaknya itu, lakukkan dan kendalikkan. Terdapat banyak sekali contoh yang ada, tapi beberapa adalah, membaca satu lembar kertas dalam waktu satu detik, tidak bisa merasakan rasa sakit, benar-benar mengendalikkan emosi (seperti tertawa pada sesuatu yang lucu, atau menangis pada sesuatu yang pantas ditangisi, seperti kematian orangtua), dan lainnya.

Jika aku bisa mengendalikan otakku sepenuhnya, berarti akulah yang mengendalikannya. Memang kedengarannya terlalu konyol.

Ya, aku cacat. Aku harus belajar supaya tubuhku bisa mengendalikkannya, bukan aku sendiri.

Itu mengapa aku sering melamun, itu juga yang menjadi penyebab aku tidak mendapat teman, sampai anak bernama Roska mendekatiku.

Awalnya aku pikir hal seperti itu adalah hal normal. Kata Roska aku berbeda, tapi anehnya dia mendekatiku. Berteman dengannya membuatku perlahan bisa menyesuaikan diri. Diantara semua itu, aku paling kesulitan mencerna makanan dan berpikir cepat. Dan ya, ini sama sekali tidak menyenangkan dan sangat sulit dikendalikkan.

Dibanding sebelumnya, nilaiku meningkat, refleksku meningkat, pola makanku meningkat. Aku bisa lebih diterima saat aku memasuki SMP, dan tubuhku bisa lebih terkendali.

Biarpun begitu, aku benci diriku. Aku benci tidak bisa merasakan apapun seiring berjalannya waktu. Aku benci karena aku terlahir cacat. Mengapa harus aku lahir dengan keadaan cacat?

"La, ada apa disana? Cepat turun!" panggil Mama dari bawah dengan sedikit berteriak.

Aku segera bergerak ke kamar mandi setelah menyiapkan pakaian yang akan kupakai ke sekolah. Setelah siap, kurangkul tas ransel yang sengaja kutaruh di sebelah kasur tidurku, dan menuju ke ruang makan yang berada di lantai bawah. Aku duduk di salah satu bangku bar dapur dan menaruh ranselku di sebelah bangku yang kududuki.

"Kenapa, Mama?" tanyaku, memikirkan panggilan Mama tadi.

"Tidak ada apa-apa, supaya kamu cepat turun saja," jawab Mama sambil menyiapkan makanan.

Aku menggambil makanku yang Mama taruh untuk dikipas kipas angin.

Papa datang beberapa saat kemudian, tapi saat papa memulai suapan pertama, aku sudah menghabiskan makananku. Sekarang aku hanya perlu menunggu Papa selesai, karena aku sudah membawa semua barang-barangku dan sudah memakai sepatuku.

Kulihat Mama selesai menyiapkan sarapan milikku dan papa, dan sekarang mengambil tasnya di sofa seraya berkata, "bye, Mama pergi dulu, La." Lalu keluar rumah.

"Sudah sikat gigi, Lala?" tanya Papa sambil menyendok suapan terakhir.

"Ah!" Aku langsung menuju kamar mandi yang dekat dengan sebuah kamar kosong di sebelah dapur dan ruang makan.

Saat aku selesai, Papa sedang memakai tasnya. Begitu tahu aku telah selesai, Papa memberi isyarat untuk pergi dengannya.

Aku mengambil tas ranselku dan mengikuti Papa menuju garasi. Begitu Papa sudah membawa motor keluar rumah dan menutup gerbang, aku membonceng dibelakang Papa. Motor Papa membawaku dan Papa ke sekolah perlahan.

ImPerfect Layla (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang