Episode 4

25 0 0
                                    

"Udah ya, La!" kata Pak Anto dari motornya begitu aku turun dari motor.

Saat aku mengangguk, motor Pak Anto turun dari trotoar, dan melesat kencang. Dasar Satpam Tukang Balap! Bertindak seakan punya sembilan nyawa!

Aku menggeser gerbang putih, dan menggesernya kembali saat aku sudah berada di dalam. "Layla pulang!" Aku membuka pintu rumah dan masuk.

Kulihat Binah sedang menyapu lantai bawah. Mama dan papa tentu saja belum pulang.

Aku menjatuhkan tubuhku pada kasur setelah berada di kamarku. Sudah seharusnya aku mandi, tapi sedikit berbaring tidak masalah.

Kulemparkan ranselku pada sembarang arah.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar suara ketukan pintu.

"Binah?"

Binah terlihat menyerahkan sebuah benda dengan perban tebal yang menyelimuti bentuk kotaknya.

"Ada paket, La," kata wanita berusia setengah itu.

"Apa? Paket?" Aku mengambil boks paket dari tangan Binah.

Seigatku aku tidak memesan apapun dalam jangka waktu sebulan lalu. Aku pun juga belum bepergian ke luar Jakarta jadi isi paket ini pasti bukan berisi barangku yang tertinggal.

Aku mencari alamat pengirim. Mamwor, Inyobi, Kabupaten Biak Numfor, Papua.

"Dari Papua?" gumamku, mencari nama pengirim. "Doktor Gillespie? Kenapa tiba-tiba?"

"Itu baru saja dikirim." Pertanyaku yang lebih kepada diri sendiri tapi tetap dijawab Binah.

"Terima kasih," kataku lalu menutup pintu.

Kira-kira kubuka dulu, atau mandi dulu? Dibuka dulu saja lah, toh Mama dan Papa tidak akan memarahi biarpun aku tidak mandi.

Aku mencari gunting dan menggunakannya untuk membuka paket. Setelah terbuka, aku melihat sebuah kamera tetapi lebih tipis.

Aku ingat Mama dan Papa pernah menunjukkan ku sebuah benda yang merupakan sebuah kamera. Kamera biasanya sering dipakai terutama pada dua puluh enam tahun yang lalu. Biarpun sekarang mungkin masih ada, kamera seperti itu biasanya mahal. Itu mengapa kebanyakan orang memilih menggunakan ponsel untuk memotret.

Untuk apa kira-kira Beliau mengirimku ini? Aku melihat-lihat lagi. Ah, petujuk menggunakan!

"Pencet tombol untuk menyalakan kamera," aku membaca keras-keras instruksi penggunaannya, "sebagai tombol ON CHP-06. Tunggu apa? CHP-06? Itu nama benda ini? CHP-06 memiliki touch screen, tapi hanya digunakan untuk komunikasi. Ah, sayang sekali! Pencet sebuah ikon dengan bentuk telepon berwarna kuning, dan pencet kontak yang ingin dihubungi. Pencet ikon kamera yang mengeluarkan cahaya untuk menghubungi dengan hologram yang keluar dari lensa."

Aku menaruh kertas instruksi punggunaan, dan mengambil CHP-06.

"Apakah kugunakan sekarang saja, ya?" aku bergumam. Tapi bukannya memencet tombol ON, aku menaruh kembali CHP-06 di kasurku. 

[][][] 

Ah, hari Sabtu. Siapa yang tidak bahagia dengan yang namanya hari Sabtu?

Hari ini aku sengaja tidur lebih malam untuk maraton komik 'From Loser to Winner"' secara online. Kebetulan, komik itu mempunyai episode baru setiap hari Sabtu, jadi aku terjaga sambil membaca komik lain sampai sudah pukul satu.

Itu adalah komik tentang seorang Lithusekro laki-laki yang dikucilkan karena memiliki pengendalian alam yang lemah, berusaha untuk menjadi Lithusegra.

ImPerfect Layla (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang