Dingin. Itulah yang aku rasakan saat sudah bermenit-menit berada di ruangan ber-AC dengan bau khasnya yang tajam. Entah mengapa inilah salah hal yang kusuka dari rumah sakit.
Setelah sampai, Roska dibantu dibawa ke rumah sakit. Jadi, aku dan Felicie tidak perlu repot-repot mengangkutnya kembali kedalam IGD.
Entah apa yang dilakukan para suster di IGD pada Roska. Banyak sekali suster yang memeriksa Roska. Pada awalnya hanya ada satu suster, tapi setelah Roska diperiksa lagi dan ditanya-tanya lebih dalam, suster itu segera bertanya pada suster lainnya. Ditengah keributan tak bersuara itu, salah satu suster menghubungi dokter.
"Lia, kata Bu Dian, mereka suruh langsung ke ruang periksa," kata perawat itu pada perawat yang memeriksa Roska.
"Ibu, bisa langsung saja ke puang periksa di luar IGD ini terus ke kanan sampai ada tulisan 'Ruang Periksa 4'nya," kata suster yang bernama Lia pada Bu Antar.
Setelah Bu Antar mengucapkan terimakasih, Bu Antar menyuruh aku dan Felicie membantu membawa Roska–yang sedang terbaring di kasur–ke ruang periksa.
Saat kita sudah berada di depan ruang periksa, Suster Lia membantu mengangkat ke kasur di ruang periksa.
"Terima kasih banyak, suster," kata seorang dokter di ruang periksa sambil tersenyum pada Suster Lia.
Aku, Bu Antar, dan Felicie duduk dikursi yang tersedia. Sebenarnya hanya Felicie dan Bu Antar yang duduk di kursi di depan dokter yang sepertinya bernama Dian itu. Sedangkan aku duduk di dekat Roska yang terbaring di kasur.
Bu Antar langsung mengatakan keluhan-keluhan Roska dan hal lainnya yang berkaitan dengan itu, setelah ditanya oleh Dokter Dian. Dokter Dian mencatat semua dikatakan Bu Antar di buku catatan dengan bolpoin hitam.
Terdengar suara ketikan mouse dari komputer yang dipakai dokter Dian. Bu Antar terlihat menggigit bibirnya, aku belum pernah melihatnya seperti itu di sekolah.
"Siapa namanya? Nama lengkap," tanya Dokter Dian.
"Bunga Roska Kirana." Itu bukan keluar dari Bu Antar, melainkan dariku. Bu Antar bahkan tidak tahu nama lengkapku.
Dokter Dian mencatat nama yang aku sebutkan, lalu mengetik sesuatu di komputer.
"Nama orangtua pasien?" tanya Dokter Dian lagi.
Bu Antar terlihat berpikir keras. Nama orangtuaku–yang jarang ke UKS–saja Bu Antar tidak tahu apalagi nama orangtua dari siswi yang rutin ke UKS, Roska. Cih, aku sudah lama dekat dengan Roska jadi aku pun tahu nama ibu dan ayahnya.
"Doni Pratama dan Lastri Yulianti," jawabku yang tentu saja langsung dicatat Dokter Dian.
"Apakah Adik Roska tinggal di alamat ini?" tanya Dokter Dian sambil menunjukkan layar komputernya.
Di komputer itu, aku bisa tulisan yang merupakan alamat Roska.
"Ya," jawabku singkat.
Dokter Dian kembali sibuk dengan komputernya.
"Apakah ini foto dari Adik Roska beserta orangtuanya?" tanya Dokter Dian sambil menununjukkan foto Roska yang disampingnya terdapat foto ibunya dan ayahnya.
"Ya," jawabku lagi.
"Apa nomor telepon ibu dari Dik Roska?" tanya Dokter Dian.
Apa ini? Pendaftaran sekolah? Wawancara untuk melamar kerja?
Aku segera menyalakan hologram dari kacamata yang kusimpan, melihat nomor telepon Ibu Roska dan membacanya keras. Begitu selesai, kumasukkan kembali pada kantongku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ImPerfect Layla (DISCONTINUED)
Adventure[DALAM PROSES PENULISAN ULANG] ⚠️W͟a͟r͟n͟i͟n͟g͟: Cᴇʀɪᴛᴀ ɪɴɪ sᴀʏᴀ ᴛᴜʟɪs sᴀᴀᴛ sᴀʏᴀ ᴍᴀsɪʜ ʙᴏᴄɪʟ. Kᴇᴄᴜᴀʟɪ ᴋᴀᴍᴜ ɢᴀᴋ ᴋᴇʙᴇʀᴀᴛᴀɴ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴇsᴀʟᴀʜᴀɴ-ᴋᴇsᴀʟᴀʜᴀɴ ʏᴀɴɢ ᴅɪʙᴜᴀᴛ ᴏʟᴇʜ Fʀᴇʏᴀ Gᴀʏᴀᴛʀɪ Kᴇᴄɪʟ, sɪʟᴀʜᴋᴀɴ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ ɪɴɪ.⚠️ Bagaimana rasanya untuk mengenda...