Episode 5

22 2 1
                                    

"Baik, jangan lupa untuk belajar karena tidak lebih dari tiga minggu lagi kalian akan menghadapi ujian. Bermain boleh tapi tetap ingat waktu dan diusahakan jangan terlalu lama. Sekian dulu dari saya, selamat pulang!" Miss Anna menutup pelajaran.

Kelas langsung riuh karena suara gesekan kursi. Para siswa terkadang berdesakan untuk keluar kelas.

Aku melirik Roska dan Felicie. Aku memang sengaja untuk menjadi yang terakhir, dan sepertinya mereka juga berpikiran hal yang sama. Aku bertemu mereka di meja guru, tempat Miss Anna tampak merapikan beberapa bawaanya, untuk sama-sama keluar kelas.

"Felicie, Roska," panggil Miss Anna ramah, "jangan lupa ya, les nanti sore!"

Roska dan Felicie mengangguk.

"Layla juga boleh ikut, jangan khawatir soal biaya, bayar saja saya seiklasnya," tambah Miss Anna.

"Oh, saya pasti mau, Miss, tetapi tidak ada yang mengantar," tolakku sesopan mungkin.

"Yah sayang sekali, belajar yang rajin, ya!" pesan Miss Anna sambil berjalan perlahan meninggalkan kami bertiga tambah beberapa siswa yang piket.

"Tidak ada yang mengantar, ya?" kata Roska saat kami sudah berada diluar kelas, menunggu Kasturi.

"Itu adalah alasan, kalian tahu aku les privat dengan Mbak Yunmi biarpun spesialitasnya pada pelajaran yang berkaitan dengan IPA. Aku hanya tidak ingin Miss Anna tersinggung"

"Jadi, guru privatmu ini hanya bisa mengajar IPA?" tanya Roska.

"Mbak Yunmi bisa semua pelajaran, tapi spesialitasnya adalah mata pelajaran IPA," kataku.

"Bukannya itu justru pelajaran yang paling kau kuasai?" tanya Roska lagi.

"Dulu IPA adalah pelajaran terlemahku, tapi karena adanya orang yang secara rutin meminjamkaku buku-buku IPA dan memberiku kuis tentang buku-buku yang diberikannya, mana bisa sampai sekarang nilai IPA-ku dibawah 40%?"

"Woah, jadi kau dipinjamkan buku-buku tebal dan menghadapi ujian tentang semua halaman dari buku yang kau baca!" kata Felicie tergagap.

"Pada dasarnya bukan semua halaman, karena ada beberapa kata-kata pembuka atau semacamnya, tapi tiga perempat tetaplah angka yang besar," kataku santai.

"Tunggu dulu, kau pastilah diberi waktu beberapa bulan, atau bahkan setahun untuk mengingat setiap pelajaran yang ada di buku itu bukan?"

Aku menggeleng. "Aku diberi waktu sekitar satu bulan untuk mempelajarinya." Lagi-lagi, Roska dan Felicie tergagap. "Itu berarti aku harus menghabiskan setiap jam bebasku di rumah untuk belajar, meskipun itu adalah hari libur. Tapi aku juga meluangkan waktu untuk istirahat dari menatap buku pada hari-hari libur."

"Apakah itu tidak adil? Pelajar normal biasanya menghabiskan waktu satu tahun untuk mempelajari satu buku pelajaran. Itupun tidak setiap kata-katanya diuji." Roska memang orang yang pemalas jika berkaitan dengan edukasi, jadi dialah yang paling terkejut.

"Sebenarnya, kita tidak mengabiskan satu tahun penuh alias 8.760 jam untuk mempelajari satu buku," jelasku masih malas tapi anehnya sabar menjelaskan, "misalkan untuk pelajaran IPA, kita hanya mempelajarinya pada hari Selasa dengan durasi dua jam, dan pada hari Rabu dengan durasi tiga jam. Kita tidak mempelajari IPA (kecuali jika ada ujian) pada hari Senin, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu, berbeda denganku yang belajar setiap hari dan tentunya lebih dari lima jam. Jika dihitung, waktu belajar IPA kita dalam setahun adalah sekitar dua ratus enam jam. Sedangkan aku, belajar selama dua puluh empat jam tapi delapan jam untuk tidur, dan tujuh jam untu sekolah, itu berarti aku punya waktu sembilan jam untuk belajar. Dalam sebulan, kira-kira waktu belajarku adalah dua ratus tujuh puluh jam, lebih lama daripada waktu kita belajar IPA dalam setahun."

ImPerfect Layla (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang