Sterrenlicht, nama sekolah yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Bandung. Fasilitasnya yang lengkap, lingkungan yang bersih dan juga ekstrakulikuler yang sangat dibangga bangga kan oleh sekolah itu. Terutama ekstrakulikuler paskibraka SMA Sterrenlicht.
Seperti tahun tahun sebelum nya, sekolah ini akan mangadakan demo ekstra untuk menampilkan ke para peserta didik baru. Hari ini tepatnya demo itu dilaksanakan.
Kini para siswa dan siswi dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas sedang berkumpul dilapangan untuk menyaksikan demo ekstra berlangsung.
"Demo ekstra tuh kek gimana sih, gue kok masih ngga paham ya?", tanya Geeral. Teman sebangku Zeeya.
"Liat aja dulu, gee", balas Zeeya.
Bosenin banget sih nih acara, tuh benner tulisan 'seru' nya gede amat. DEMO EKSTRA SERU? Seru dari mananya maymoenah?! -gerutu Denia yang sedari tadi hanya diam dan menampakan raut wajah sulit diartikan.
Satu persatu ekstrakulikuler menampilkan aksi nya ditengah lapangan, mulai dari PMR, karate, pencak silat, tarian, basket, pentaque, volley.
"Ya, ini dia yang kita tunggu tunggu, ekstrakulikuler yang banyak diminati para anak anak yang tinggi, kurus dan langsing", Pak Yos, yang tak lain salah satu guru terkocak disana.
"Nggak boleh gitu itu, pak".
"Iya iya pak, aku pendek nggak bakal ikut ekstra itu".
"Itu Kak Lyla pendek aja kepilih, pak".
"Pak Yos mah mulut nya minta aku jampi jampi in".
"Hemm, lemes amat mulut nya".
Ocehan itu terdengar saat Pak Yos selesai berbicara. "Iya iya, maapkeun teman teman yang saya cintai dan saya cintai".
Apaan dah nih guru? -batin Denia.
"Langsung saja kita saksikan ekstrakulikuler paskibra SMA Sterrenlicht".
Deg
Denia teringat sesuatu, cowok itu, foto itu, Kenzie. Ia segera membuka aplikasi instagram untuk melihat kembali foto Kenzie saat menggunakan seragam merah, yang tak lain adalah seragam paskibraka.
Satu persatu anak paskib memasuki area lapangan sambil berlari ala paskibra pada umumnya.
Mata Denia tertuju pada satu orang yang ada pada urutan terakhir memasuki lapangan.
"Huhhh, Kak Kenzie gans parah".
"Boleh gue kantongin nggak sih tuh anak".
"Mak nya dulu ngidam apaan sih, sampek brojolin makhluk cem Kak Kenzie".
Orang orang yang ada disekitar nya berteriak demikian.
"Yang Kak Kenzie itu yang mana sih, den?", tanya Zeeya.
Denia menoleh, halah sok sok nggak tau lo, mau gue ceburin ke got sekarang?.
"Entah, lagian kan gue anak baru juga disini. Mana tau nama kakel kakel disini".
Zeeya mengangguk, dan menatap kembali pertunjukan yang ada didepan nya kini.
Sesekali Denia menyusuri pandangan ke arah Kenzie yang tampak serius dengan gerakannya.
Gila sih meleleh gue kak -batin Denia sambil tersenyum.
Sekitar lima belas menit yang lalu Demo Ekstra itu telah selesai ditampilkan. Semua murid sudah kembali ke kelas nya masing masing.
"Den, ngantin yuk. Gue laper nih", ajak Nedia.
"Kuy kuy, gue juga nggak pernah ke kantin nih selama beberapa hari disini", ucap Zeeya.
Denia tersenyum mengangguk dan beranjak pergi mengekori ketiga teman nya yang berjalan didepannya.
Sesampainya di kantin, Denia langsung menempatkan dirinya disalah satu tempat duduk yang sudah disediakan.
"Kalian nggak mau mesen dulu? Kok langsung duduk sih", Nedia bertanya.
"Gue cuma mau beli minum doang, tapi abis ini aja deh mager", jawab Denia seraya mengeluarkan ponsel nya.
"Yaudah gue sama Zeeya pesen makanan dulu ya. Woy, kagak pesen lu, gee?", Nedia lagi.
"Aku nitip aja deh, samain kayak kalian ya", Geeral tersenyum. Diantara mereka berempat, Geeral lah yang paling pendiam saat pertama kali bertemu.
"Kamu pindahan dari surabaya? Den", Geeral mengajak Denia berbicara.
"Hem? Iya. Orang tua aku sibuk, jadi aku kayak, hem, semacam diasingkan gitu di Bandung".
"Lah kok, diasingkan sih?".
"Hahaha, nggak kok. Di Surabaya gue selalu sendirian dirumah, Mamah sama Papah gue nggak tega juga. Terus gue nggak punya pandangan mau sekolah di mana kalo di Surabaya", jelas Denia.
"Gue beli minum dulu ya, gee. Mau nitip nggak?".
"Boleh deh, air botolan dingin aja".
Dina menyatukan jari telunjuk nya dengan jempol, seperti mengatakan 'oke'.
"Buk, air botol nya -", satu kalimat berbeda suara.
"Eh", Denia terkejut mendapati seseorang yang ada disampinya.
"Lo duluan aja", ucap orang itu.
Denia tersenyum kikuk, "Buk, air botol nya dua".
"Lima ribu neng".
"Makasih", Denia berbalik, detak jantung nya sudah tidak bisa ia kendalikan. Mungkin jika orang yang ada disamping nya itu mempunyai kekuatan mendengat detak jantung seseorang, suara detak itu akan terdengar jelas.
"Tunggu, kok gue nggak asing ya sama lo", seseorang memegang bahu Denia. Membuat tubuh Denia tegang seketika.
Denia berbalik menghadap orang itu.
"Aku nggak kenal kakak", lah ogeb gua ngomong apaan dah.
Orang itu menaikkan satu alisnya, "Tapi gue kayak nya kenal deh sama elo, lo adek kelas-".
"Aku bukan adek kelas kak, kakak nggak kenal aku, aku bukan siapa siapa kak", Denia memotong ucapan orang itu, dan melenggang pergi kembali ke mejanya
Ogeb ogeb, gua ngomong apaan sih. Ngapa gue jadi orang ter-ogeb pas ketemu dia, pasti dia mikir yang nggak nggak. Denia Denia lo harus bersikap biasa seharusnya, ahh, auk ah, Denia ogeb -Denia mengkrutuki dirinya.
"Muka lo kenapa merah gitu? Den?", tanya Geeral menatap raut wajah Denis seperti kepiting rebus.
"Iya Den, lo abis ngapa sih?", Nedia ikut bertanya.
Denia duduk disamping Geeral, ia berusaha menetralkan detak jantung dan raut wajah nya.
"Gue ngga papa, kalian buruan makan, takut bel masuk bunyi", dari suaranya pun terlihat jika Denia sedang apa apa.
Zeeya terus memperhatikan raut wajah Denia yang tampak sedang memikirkan sesuatu. Sebenarnya ia tau mengapa wajah Denia merah seperti barusan, ia melihat saat Denia sedang berbicara dengan seseorang yang mungkin membuat jantung nya berdetak juga. Itu membuat timbul secuil rasa iri dihatinya.
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Vous
Teen FictionLet Me Be Your Screet Admirer ~Fredenia Azzahra Mevillonio~ Who Is She? ~Mackenzie Jofieeans~ • • • • • Cover by : @kdk_pingetania