wings of comfort

11.2K 1.4K 73
                                    

Waktu seminggu untuk Jeongguk absen dari kantor habis, yang artinya, lebih banyak waktu untuk Taehyung sendirian di penthouse. Ia akui; semenjak acara makan malamnya dengan Jeongguk, ada lebih banyak kalimat saling terlontar di antara mereka. Sapa selamat pagi, selamat malam, obrol ringan depan teve, hingga aktivitas laundry. Taehyung senang akan hal itu. Ketakutannya akan rumah tangga yang hancur pelan memudar.

Jeongguk berangkat pagi itu seselesainya Taehyung menyiapkan kotak bento untuk makan siang. Tak seberapa; hanya telur gulung, beberapa potong daging, serta sayuran. Jeongguk lemparkan senyum kecil dan ucapan terima kasih, lantas jalan pelan tuju pintu.

Belum ada skinship terlibat, dan Taehyung pikir ia pun belum siap.

Mama tepatkan janji soal berkunjung ke penthouse, bawakan oleh-oleh sekembalinya ia dari Taipei, dan habiskan waktu hingga sore mengobrol di island. Wanita itu masih terlihat enerjik; mirip sekali dengan putranya jika menyangkut pekerjaan. Banyak venue yang mesti ia datangi, katanya; beberapa karena beliau menjadi sponsor utama dan sisanya murni karena undangan.

Taehyung tunjukkan ruangan yang Jeongguk berikan, dan saat itu pula, ia ikut senang kala birah suka cita terpancar dari sang Mama.

"Jeongguk yang kasih?" Mama tanya lagi; sekarang duduk hadap-hadapan di island.

"Iya, Ma. Katanya lebih baik buat studio, supaya aku nggak perlu sering ke luar juga," jelas Taehyung. "Mungkin besok aku mulai pindahkan beberapa. Mama bilang mau ada renovasi, kan?"

Mama anggukkan kepala. "Bulan depan, Tae, tapi nggak apa-apa. Mama juga lebih nyaman kalau kamu lebih sering di rumah," katanya. "Tapi bukan berarti Mama larang kamu ke luar, lho."

"Eh—enggak, Ma. Memang aku juga anak rumahan, kok," kekeh Taehyung. Kemudian, ada jeda di mana ekspresi Mama berangsur keruh. "Ma ...?"

Waktu wanita di hadapannya tersadar, buru-buru ada jemari lentik yang menggenggam tangan Taehyung.

"Mama seneng banget waktu kamu terima rencana ini—bukan kepalang." Mama ucap lirih, pegangannya erat. "Mama yakin waktu itu; kamu akan bisa jaga Jeongguk. Sampai nanti. Sampai lukisan yang Mama beli tempo dulu, Mama pindahkan dari rumah."

Which is; tidak mungkin.

Taehyung kepalang tahu alasan Mama beli gambar bunga Magnolia di awal pagi miliknya—pun judul yang Taehyung beri. Love awakening at dawn.

"Ma ... pindah sofa, ya?"

Taehyung topang tubuh Mama pelan-pelan—Jeongguk bilang, kadang Mama masih sering teringat masa lalunya. Terutama di saat Papa masih ada—awalnya Taehyung panik, namun ia pernah ada di saat Jimin menangis meraung-raung karena teringat orang tuanya. Jadi bisa dibilang, dirinya sudah lumayan mengerti bagaimana atasi keadaan seperti ini.

Mama pulang sebelum malam, tapi tidak sebelum pesanan grocery miliknya sampai di penthouse—yang berakhir memenuhi kulkas Taehyung dan lemari gantung di dapur.

Ada bunyi 'ting' pelan saat Taehyung angkat sup masakannya ke tatakan. Dilanjut dengan tapak kaki lembut hingga akhirnya Jeongguk muncul di pandangan.

Dahi Taehyung mengerut—muka pasangannya terlihat masam. Jangan mulai dengan gesturnya yang seperti kembali ke angka nol. Ia ikuti sosok tinggi Jeongguk yang lantas rebahkan diri di sofa, tas ditaruh sembarangan pun mantel yang masih terpakai.

Ia pastikan kompor mati; sebelum ambil langkah ke arah ruang tengah.

"Mas Jeongguk?"

Yang dipanggil hela napas—mungkin tahu ia baru saja tumpahkan kekesalan di tempat yang kurang tepat. "Maaf, saya—"

"Kantor?" Taehyung coba dengan nada pelan; begitu anggukan ia dapat, ada senyum kecil ia tawarkan. Tangan terjulur, raih milik pasangannya yang terkulai di sisi tubuh. "Makan dulu? Jangan kosong perutnya, mas."

Jeongguk menurut tanpa bantahan. Bangkit dari sofa dengan sebelah tangan digenggam Taehyung—skinship pertama. Namun kentara jelas dua-duanya sama was-was.

Duduk berhadapan, mulai ada kelentingan alat makan penuhi ruangan.

"Maaf—saya cuma pusing. Kantor berantakan. Seminggu ke belakang saya kira baik-baik aja, ternyata baru ketahuan waktu meeting tadi. Laporan kurang sesuai semua." Jeongguk menyendok penuh emosi; jas kerja pun masih dipakai meskipun sudah tak rapi. Ini kalimat paling panjang yang pernah Taehyung dengar sejak mereka tinggal bersama. "Kamu pasti bingung dengar cerita saya."

Taehyung terkikik kecil. "Nggak apa, mas Jeongguk. Pasangan memang harus saling dengar, kan?" katanya. "Dan dari cerita barusan, aku tahu satu hal. Mas Jeongguk selalu dibutuhkan di kantor; orang hebat. Harus ada buat rapikan anak buahnya."

Mungkin terlewat sedetik, namun Taehyung sempat tangkap pemandangan ujung telinga Jeongguk yang memerah. Saat itu juga, Taehyung teringat cerita Mama bahwa anak Mama itu suka insecure, nak Taehyung. Kadang sampai kepikiran terus dan dia sakit gara-gara over work.

"Tambah?"

Taehyung menggeleng, tapi ia ambil mangkuk Jeongguk dan isikan nasi. "Buat mas Jeongguk. Supaya semangat di kantor besok, dan besoknya, dan besoknya juga."

Pasangannya lempar senyum; dan perut Taehyung rasanya hangat.

[✓]  11:11 • KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang