Chapter 9

120 17 11
                                    

Hari berjalan seperti biasa. Kelas telah berakhir beberapa menit yang lalu. Aku membuka pintu kamar, kemudian merebahkan tubuh di atas kasur untuk melepas lelah. Seketika itu juga pikiranku mengembara liar.

Aku teringat pada teman-temanku. Mereka hadir ke academy dengan perban yang tergulung di pergelangan tangan. Aku tahu betul, luka-luka itu akibat dari rantai yang mengikat mereka saat itu. Aku merasa kehadiranku ini hanya mengundang bahaya bagi mereka. Aku hanya tidak mau melihat mereka terluka karena aku.

Lalu, tentang aku yang menghilang tiba-tiba kemarin, Zerkay tidak merespon apa-apa. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Ia tampak tidak peduli, seakan tidak terjadi apa-apa. Bahkan ia tidak pernah membahas soal itu sama sekali.

Aku menghembuskan napas berat. Masalah datang silih berganti, tanpa aku tahu kapan semua ini berakhir. Belum lagi Ayahku yang masih tidak terlihat hingga saat ini. Aku tidak bisa tinggal di sini terus. Aku tidak bisa hanya bergantung pada Zerkay. Aku harus menemukan Ayahku. 

Tapi, bagaimana caranya? Petunjuk yang ia berikan tidak bisa membantu, justru membuatku semakin bingung.

Tunggu! Apa mungkin desa ini bukan tempat yang dimaksud oleh Ayahku? Apa aku tidak cukup jauh berjalan ke Utara? Mungkin saja ada tempat lain di sebelah Utara desa ini, tempat yang sebenarnya. Aku hanya harus melanjutkan perjalanan ke penjuru Utara. Ya, mungkin itu jawabannya.

Telingaku mendengar percakapan seseorang dari lantai bawah, membuat pikiranku terusik. Salah satunya sudah tentu adalah Zerkay, tapi salah satu yang lain tidak dapat kukenali.  Siapa yang bertamu ke sini?

"Anak itu dalam bahaya! Aku yakin, para iblis akan datang dan membawanya kembali. Kau dapat merasakannya sendiri, bukan? Anak itu adalah orangnya. Kita harus melindunginya."

"Aku tahu."

Itu suara Zerkay.

"Kawasan istana adalah tempat yang tepat untuk melindunginya. Aku akan membawanya. Kuharap kau mengerti, Zerkay."

"Ada apa?" Aku muncul dari balik tangga. Setelah mendengarkannya, kurasa percakapan mereka berhubungan langsung dengan diriku.

"Waktu yang tepat." Seseorang yang menjadi lawan bicaranya Zerkay berkata antusias. Ia berdiri dari kursinya, menatap ke arahku dengan senyum ramah.

"Maaf, Anda siapa?" Aku bertanya dengan penuh kesopanan.

"Aku Gellius Stavenger, salah satu pejabat kerajaan. Maaf, Alfred, aku harus membawamu."

"Membawaku?"

"Ya, kau tidak akan tinggal di sini lagi."

"Tidak! Memangnya kau siapa?" Aku berteriak marah. Memangnya ia siapa sampai-sampai ingin memisahkanku dari Zerkay.

"Ayolah, Alfred. Ini perintah Yang Mulia Raja."

Raja? Aku tidak peduli. Walaupun ia memimpin seluruh bangsa peri ini, tetap saja aku tidak mau. Aku sudah merasa nyaman tinggal bersama Zerkay. 

Aku ingin membantah, namun Zerkay lebih dulu memotong perkataanku. "Pergilah!" Ia berkata pelan.

Aku terdiam beberapa saat. Jika Zerkay sendiri berkata seperti itu, kurasa aku sudah tidak bisa menolak.  Aku meneguk air liur, kemudian dengan berat hati menuruti apa yang Zerkay katakan.

Pria yang bernama Gellius itu melangkahkan kaki miliknya. Aku hanya bisa mengekorinya dari belakang, membawaku keluar dari rumah Zerkay. Seketika itu juga mataku membelalak demi melihat apa yang ada di hadapanku. Para prajurit istana—lengkap dengan baju besi beserta pedang--tampak berbaris rapi di antara jalan yang akan kami lalui. Diujung jalan, kereta kuda tampak terparkir dengan gagahnya. 

DuorbisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang