Chapter 4

204 23 13
                                    

Matahari muncul dari balik bukit. Cahayanya perlahan masuk melewati celah-celah jendela. Tanganku bergerak pelan meletakkan piring ke atas meja makan. Bau makanan yang tertata rapi di atasnya menyeruak ke seluruh ruangan.

Zerkay tampak menuruni tangga. Suara berdecit sesekali terdengar saat kakinya melangkah di atas lantai kayu yang agak usang. Ia berjalan menghampiriku.


"Kau memasak ini semua?" tanyanya setelah melihat banyak masakan yang tersaji di atas meja.

Aku menganggukkan kepala.

"Kau tidak perlu melakukannya!, Ada hal yang lebih penting. Kau harus bersiap-siap untuk kelas hari ini."

"Tak apa, aku senang bisa membantu Anda." Aku berusaha untuk menggunakan kalimat sesopan mungkin.

"Tidak perlu terlalu formal, Nak. Anggap saja aku seperti Kakekmu sendiri. Lagipula, aku juga telah menganggapmu sebagai cucuku."

Aku terdiam mendengar perkataannya. Ia menganggapku sebagai cucunya? Aku? Sebegitu dekatnya, kah, aku dengannya?

Entah mengapa, tanpa sebab senyum terukir begitu saja dari wajahku. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki kakek ataupun nenek. Bahkan Ayahku sendiri tak pernah menceritakan tentang mereka. Aku senang Zerkay mengatakan itu.

Ia mendekatkan wajah, kemudian mencium aroma yang keluar dari masakanku. Tangannya bergerak mengambil sendok yang telah kusiapkan di tepi piring, lantas mencicipinya.

"Masakanmu benar-benar lezat."

Aku hanya bisa tersenyum mendengar pujiannya. Tentu itu hal mudah bagiku yang memasak makanan setiap hari untuk Ayahku. Apalagi dengan bahan yang lengkap—tidak hanya gandum atau sayuran saja.

Setengah jam berlalu. Kini aku tengah diperjalanan menuju academy. Kakiku melangkah pelan menyusuri desa. Suasana biasa di pagi hari terasa benar-benar menenangkan.

Sepanjang perjalanan, wajahku mengukir senyuman. Aku senang karena dapat melatih kekuatanku di academy. Setidaknya hal itu dapat melupakanku sesaat mengenai Ayahku yang menghilang. Lalu, tentang kekuatanku ....

Seketika diriku teringat kejadian semalam ketika kelas telah berakhir.

"Kau belum mengetahui kekuatanmu?" Magister memastikan apa yang aku ucapkan sebelumnya.

Aku mengangguk pelan.

"Aku memiliki cara terbaik untuk membangkitkan kekuatanmu. Biasanya para murid yang belum memiliki kekuatan akan menggunakan cara ini agar kekuatannya bangkit."

"Cara seperti apa?" Justru Yureka yang berdiri di sebelahku lah yang terlihat begitu antusias.

"Mudah. Kau dapat memasuki semua kelas secara bertahap. Dari satu kelas ke kelas yang lain. Jika kekuatanmu muncul di salah satu kelas—misal kelas tanah--—maka itulah kekuatan alamimu."

"Ya, aku tahu rahasianya." Yureka berteriak kegirangan, membuat aku dan Magister kebingungan. "Mungkin aku dapat menemukan kekuatan alamiku."

"Kau tidak perlu melakukannya!" Magister berkata keheranan.

"Mengapa tidak? Bisa saja aku memiliki kekuatan selain angin dan tanah. Mungkin api." Matanya tampak berbinar-binar.

DuorbisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang