Chapter 10

107 12 29
                                    

Kereta kuda berhenti tepat di depan halaman rumah Gellius. Aku menuruni kereta kuda secara perlahan dengan dibantu dua orang pengawal kerajaan.

Kakiku melangkah pelan, memasuki rumah yang pintunya memang telah terbuka. Keadaan di dalam tampak sepi. Di mana Gellius dan juga Sellius?

"Ibu dan Ayahku pergi." Mellius tampak menuruni tangga. "Kuharap, kau tidak berlaku seenaknya sementang orang tuaku tidak ada," ucapnya terkesan mengancam.

"Baiklah," jawabku singkat memutuskan untuk mengalah.

Aku menaruh tasku di atas kursi kayu, kemudian berjalan menuju halaman belakang. Aku berniat untuk melatih kekuatanku. Aku sudah muak karena selalu direndahkan oleh anak lain. Lihat saja, aku akan membuat siapapun yang menganggapku lemah tercengang.

Aku mengeluarkan bola api dari telapak tanganku, berusaha membuatnya lebih besar hingga sebesar kepala orang dewasa. Aku berniat untuk melemparkannya ketika ukurannya sudah sesuai dengan yang aku inginkan. Namun, niatku seketika lenyap saat seseorang menghentikanku.

"Apa yang kau lakukan?" Mellius datang dari pintu belakang. "Kau berniat membakar rumah ini? Dasar tamu tak tahu diri!" Ia berkata kesal.

Bola api di telapak tanganku seketika itu juga padam. "Aku minta maaf. Aku hanya ingin melatih kekuatanku." Aku menundukkan kepala dengan rasa bersalah.

"Dasar bodoh! Tempat ini bukan tempat yang cocok untuk melatih kekuatan!" Ia masih membentak. "Kau ingin melatih kekuatanmu? Kalau begitu, ikut aku! Kita akan pergi ke tempat latihanku. Pegang erat bahuku!" Ia menyuruh, sedangkan aku masih terdiam ragu. "Cepat!" Ia membentak.

Aku meneguk air liur. Dengan ragu, aku mulai memegangi bahunya, tanpa tahu apa yang sebenarnya ingin ia lakukan.

"Kita berangkat!" 

Entah bagaimana, tubuh kami berdua tiba-tiba saja melayang di udara. Aku tertegun. Ini ... element angin? Aku baru tahu jika element angin bisa melakukan hal ini. Benar-benar luar biasa! Kami sedang menunggangi angin.

Tubuh kami mulai melesat cepat di udara, melewati rerumahan dan beberapa pepohonan. Semuanya dapat terlihat dari atas sini. Aku juga bisa melihat burung yang terbang tak jauh dari tempat kami. Bukan hanya itu, kami juga dapat melewati dinding pertahanan yang mengelilingi bukit dengan begitu mudahnya.

Hei, apa ini bukan pelanggaran? Kami keluar dari kawasan istana tanpa izin.

Tubuh kami terus melesat cepat. Gunung dengan rerumputan hijau mulai terlihat oleh mata. Ini, kah, tempat yang dimaksud Mellius--tempat latihannya?

Tubuh kami turun secara perlahan hingga telapak kaki milikku menyentuh lembut rerumputan. Aku terdiam beberapa saat, memperhatikan tempat ini dengan perasaan takjub. Awan putih berarak beberapa puluh meter dari atas kepala kami. Bahkan seluruh bagian desa dapat terlihat dari atas sini.

Namun, ada saja hal yang merusak pemandangan. Di beberapa bagian, ada rumput yang terlihat hangus, ada juga yang tertebas. Di beberapa bagian lagi, lubang besar tampak menganga lebar. Entah apa penyebab semua itu.

"Jangan khawatirkan hal itu! Semua itu hanya bekas latihanku." Mellius menjawab santai.

Jadi, semua itu ulahnya? 

Ia berjalan pelan menuju tengah lapangan, kemudian mulai berkonsentrasi. "Jangan dekat-dekat!" Ia memperingati.

Aku memundurkan langkah, menjauh beberapa meter dari tempat ia berdiri. Aku tidak tahu apa yang akan ia lakukan, tapi aku memilih untuk menuruti saja. Tak lama setelah itu, langit di sekitaran menjadi gelap. Angin berhembus kencang. Petir tiba-tiba saja menggelegar, mengenai rerumputan di sekitar kami, membuat lubang besar di sana.

DuorbisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang