16. Visa On Arrival

3.4K 602 50
                                    

"Jika kau masih tidak mau kembali, maka selamanya kau tidak usah pulang. Pintu rumah ini akan tertutup untukmu."

Eun-Hye mengusap kedua pipinya yang sudah basah karena air mata yang mengalir begitu saja. Dua minggu tiga hari, tidak ada pertanyaan atau sedikit perhatian dari Eomma, dan kini tiba-tiba memberikan pesan singkat yang berbau ancaman padanya. Hanya Appa yang masih memberi perhatian lewat pertanyaan seperti kabar dan tempat tinggal.

Ucapan Eomma soal tenggat waktu sebulan untuk membuktikan diri hanyalah omong kosong. Konyolnya, Eun-Hye menerima hal itu dan menjalaninya dengan sangat baik. Sudah mengira jika Eomma akan berharap dirinya segera kembali ke Seoul setelah mendarat di Jakarta. Ternyata, perhitungan Eomma salah besar.

Eun-Hye yang tadinya juga berpikir tidak akan mampu untuk bertahan hidup di Jakarta, justru merasa betah dengan lingkungan barunya. Menjalani pekerjaan magang di kantor majalah Miranda-ssi dengan senang hati, dimana dirinya diijinkan untuk menulis di dua jam sebelum pulang kerja. Juga menjalani aktifitas membersihkan rumah dan memasak di setiap harinya.

Menghela napas dan menengadahkan kepala ke atas agar bisa menghirup napas sedalam-dalamnya, berusaha untuk menahan tangis tapi air mata tetap saja mengalir. Sial! Eun-Hye tidak suka merasa sedih dan biasanya sanggup menahan kesedihan itu. Tapi kali ini tidak. Rasanya dia tidak rela harus beranjak dari kebahagiaan dan suasana baru yang begitu menyenangkan yang dirasakannya sekarang.

Di sini, di tempat ini, Eun-Hye mengenal banyak orang yang memiliki jiwa besar untuk memberitahukan apa saja padanya. Pembelajaran hidup, kebebasan untuk memilih, dan kesempatan untuknya berkembang. Eun-Hye merasa merdeka. Tidak hidup dalam tuntutan dan melakukan sesuatu seturut dengan kehendaknya sendiri.

Membayangkan kehidupanny dengan memiliki orangtua yang tidak menyukai pilihan hidupnya, tentu saja membuat Eun-Hye sedikit tertekan. Terlebih karena dirinya yang masih muda, ingin melakukan apa saja sebelum memiliki tanggung jawab pekerjaan dalam rutinitas yang membosankan. Eun-Hye sudah lelah menjadi anak tunggal yang harus mengikuti kehendak orangtua.

"Ada apa denganmu, Anak Muda? Kenapa kau menangis? Ada yang menyakitimu?"

Suara Miranda-ssi dengan nada cemas dan tegas langsung membuat Eun-Hye tersentak dan buru-buru mengusap matanya yang basah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara Miranda-ssi dengan nada cemas dan tegas langsung membuat Eun-Hye tersentak dan buru-buru mengusap matanya yang basah. Mengerjap panik sambil menundukkan kepala untuk menyembunyikan wajahnya yang sembap, juga enggan untuk terlihat payah dalam melaksanakan pekerjaan.

"A-Aku tidak apa-apa," jawab Eun-Hye serak.

"Jika itu tidak apa-apa, bagaimana mungkin kau bisa menangis?" tanya Miranda sambil menaruh sebuah berkas di atas meja kerja Eun-Hye. "Apakah Jin-Wook berulah lagi hingga membuatmu seperti itu?"

Segera mengangkat wajah untuk menatap Miranda, Eun-Hye dengan cepat menggelengkan kepala. Ketika nama itu disebut, mata Eun-Hye kembali berkaca-kaca. Pikirannya teringat bagaimana pria itu sensitif terhadap makanan dan apa jadinya jika dirinya tidak ada? Sudah pasti, Jin-Wook akan terus mengonsumsi obat anti mualnya.

From Incheon With Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang