Bingkai Foto

9K 504 15
                                    

Happy reading.

"Fian, kamu tau dimana letak dokumen itu?" Kairo membolak-balikkan seluruh kertas diatas mejanya.

"Dokumen apaan?" Afian masih santai bermain game di ponselnya, tidak peduli bosnya yang lagi repot.

"Ck. Dokumen rincian rencana produksi lah. Hari ini bukannya harus diserahin?"

"Oh iya. Gue lupa." Afian memukul jidatnya. Dia menghentikan permainannya dan membantu Kairo mencari dokumen penting tersebut.

"Lo letakinnya dimana sih? Di Jonggol? Kebiasaan lo mah."

"Kalau saya tau letaknya dimana. Mana mungkin saya cari saat ini." Kairo membongkar semua berkas-berkas yang ada di ruangannya, sampai akhirnya dia membuka laci mejanya. Kairo terdiam sejenak. Sebuah bingkai foto terletak di dalam laci itu. Foto dua orang pria dengan tawa tanpa beban.

"Oi. Lo udah nemu dokumennya? Malah diem lo." Afian berjalan menuju Kairo.

"Hah? Belum-belum."
Kairo segera menutup laci itu. Dia tak mau Afian tau foto ini. Bukan hanya Afian tapi semua orang.

"Serius? Tapi lo kayak nutupin sesuatu deh."

"Perasaan kamu aja. Oh iya coba liat di meja kamu siapa tau ada nyempil disana. Kita harus serahin siang ini kan?" Afian memicingkan matanya curiga dengan tingkah Kairo. Namun pada akhirnya Afian menuruti perintah Kairo.

Kairo duduk di kursinya membuka kembali laci dan melihat bingkat foto itu. Dua orang lelaki, yang satu laki-laki berbadan tegap, tinggi dan rambut yang sedikit gondrong sedangkan yang satu lagi seorang laki-laki berkaca mata tebal dan pakaiannya jauh dari kata stylish.

"Sesuka itu aku sama dia, Mas. Tapi Mas diem-diem aja ya soalnya cuma Mas aja yang tau."

"Memangnya dia secantik apa?"

"Wah! Pokoknya bukan cuma wajahnya aja yang cantik tapi sikapnya juga terus sholehah."

Dering ponsel memecahkan lamunan Kairo, dia mengusap wajahnya. Kairo segera mengangkat panggilan di ponselnya.

"Assalamu'alaikum. Iya kenapa, Ra?"

"Wa'alaikumsalam, Mas. Hari ini jadi buat fitting baju kan?" 

"Ini kamu dimana?"

"Masih di rumah sih. Kenapa?"

"Hm gimana ya. Hari ini saya ada rapat penting." Kairo mengusap-ngusap tengkuknya, merasa tak enak.

"Ya udah, aku pergi sama Arya aja deh Mas. Nggak apa-apa kok lagian aku juga ngerti kan pernah kerja di kantor Mas juga."

"Bagus lah setidaknya jangan sama Gio." Kairo masih tak suka dengan kehadiran Gio. Entah lah Kairo tidak peduli mau Gio itu saudara sepersusuan Aurora atau pun tidak, Kairo tetap tak suka Gio berada di sekitar Aurora.

"Oke, kalau gitu sama Gio aja."

"Aurora." Mata Kairo melotot walau Aurora tak dapat melihatnya. Dibalik sana ada tawa renyah terdengar. Aurora tertawa.

"Hahaha iya-iya. Bercanda Mas Suami."

Tanpa sadar sudut bibir Kairo tertarik.

"Hati-hati. Jangan kamu yang bawa motor."

"Oke."

Panggilan berakhir, Kairo menyandarkan bahunya di kursi. Rasa bahagia dan rasa bersalah bersatu dalam hatinya.

"Ya Allah." Kairo memejamkan matanya.

***

"Aryaaaa! Anterin mbak yaa! Please dong, ganteng," teriak Aurora ketika dia masuk ke kamar sang adik. Arya yang sedang rebahan terkejut luar biasa.

One Day For Ever (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang