Happy reading
Surabaya, Oktober 2015
Kairo memakai kacamatanya dan menatap parasnya di depan cermin. Sepertinya minus-nya bertambah terbukti penglihatannya mulai rabun padahal kacamata sudah ia gunakan. Rambutnya sudah tampak rapi begitu juga dengan pakaiannya. Kairo bergegas keluar dari kamarnya.
"Mau ke kampus, Kai? Nggak mau sarapan dulu?"
"Iya, Ma. Kayaknya nanti aja di kampus."
"Yakin? Atau mau mama buatin bekal? Biar mama siapin sekarang."
Kairo tak enak jika menolak sang Mama. Dia tak mau menyakiti hati wanita yang sudah melahirkannya walau sekecil apapun itu.
"Makasih, Ma. Kairo pergi dulu ya. Assalamu'alaikum." Kairo mencium tangan sang mama lalu bergegas ke kampus dengan motor matic bututnya.
Masih ada 30 menit lagi sebelum kelas dimulai, Kairo memilih untuk ke perpustakaan. Dia tak mau menunggu di kelas karena teman-temannya akan menyuruhnya untuk membuatkan tugas. Kairo memeriksa setiap rak, siapa tau ada buku yang menarik sampai satu tangan menepuk pundaknya.
"Wah kamu disini ternyata dari tadi aku nyariin loh! Kai bantuin aku ngerjain tugas siang ini. Kamu lagi nggak sibuk kan? Tapi aku liat lagi senggang sih." Niko -teman sekelas Kairo tak memberi kan Kairo kesempatan untuk menjawab. Laki-laki itu malah menarik tangan Kairo ke meja lalu mengeluarkan laptop. Kairo tersenyum terpaksa. Dia tak mungkin menolak karena teman-temannya akan mencibirnya dan mengatakannya manusia super pelit dan sombong padahal mereka lah yang malas mengerjakan tugas. Tapi kenapa harus menyalahkan Kairo?
"Nih Kai. Aku stuck disini di latar belakang. Kamu kan jago buat ngarang terserah kamu aja deh mau berapa lembar kerjainnya. Tolong ya, please." Kairo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia meneliti setiap kalimat. Niko bahkan hanya mengetik sub judul di bab satu. Kairo mengambil alih, jari-jarinya mengetik dengan lihai diatas keyboard. Niko memainkan ponselnya membiarkan Kairo mengerjakan tugas miliknya.
Kairo cepat-cepat menyelesaikan tugas Niko karena sebentar lagi dia harus masuk kelas. Namun konsentrasinya buyar, ada dua perempuan duduk dihadapannya. Bukan penampilan perempuan itu yang menarik pandangan Kairo karena sedari tadi Kairo terus memandang layar laptop melainkan pembahasan dari percakapan dua perempuan itu."Byan itu mahasiswa kampus lain yang terkenal di kalangan cewek-cewek itu kan? Seriusan kamu, Lan?"
"Udah lah. Nggak usah dibahas lagi nanti kita jatohnya jadi ghibah loh."
"Eits. Ini kan bukan ghibah, Wulan. Aku cuma kepo aja gitu soalnya nama kamu diomongin dimana-mana. Kamu nggak apa-apa kan?"
"Maksud kamu?"
"Ya siapa tau aja, kamu malah dilabrak sama fansnya Byan kayak nggak tau aja fansnya Byan itu agresifnya minta ampun."
"Hush! Udah-udah tadi kita kesini kan rencananya mau cari buku bukan malah gosip."
Kedua gadis itu pergi meninggalkan meja tempat Kairo berada. Kairo menegakkan kepalanya, dia hanya melihat kedua punggung gadis-gadis itu. Satu berkerudung abu-abu dan yang satunya lagi berkerudung cokelat.
"Kai! Kok malah berhenti ngerjainnya?" suara Niko menyadarkan Kairo.
***
"Mas, kenapa sih nggak mau berubah aja?" Kairo berhenti menyuap bakso dan melirik laki-laki yang duduk dihadapan Kairo. Laki-laki itu adalah Abyan Pradana -adik sepupu Kairo.
"Berubah apanya? Mas bukan power ranger. Matikan itu rokokmu. Nggak sayang kamu sama duitmu?"
"Iya-iya, Mas. Stres aku banyak tugas." Namun Abyan tetap melakukan apa yang disuruh Kairo, dia menjatuhkan puntung rokok lalu menginjaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Day For Ever (Sudah Terbit)
RomanceCERITA MAINSTREAM (Bab sudah tidak lengkap) Aurora Wulandara baru saja menikah dengan mantan bosnya, Kairo Argantha. Aurora, si cewe ribet menikah dengan laki-laki cuek nan santai seperti Kairo? Yang benar saja!? Masalahnya mereka tidak pernah memi...