Chapter 9 : Mas? Siapa?!

7 4 6
                                    


Radit kembali teringat akan kejadian kemarin. Sebenarnya, first date nya dengan Hanum hampir berjalan sempurna, tetapi sialnya karena kecerobohan Radit sendiri- lah membuat Hanum harus pulang jalan kaki menempuh berpuluh kilo meter pulang ke rumah cewek itu. Hanya karena kelepasan  angin yang ia tahan semenjak Hanum mengambil daun kering terjatuh ke kepalanya.

Wajah, senyum, dan perhatian Hanum berikan kepadanya membuat Radit sulit konsentrasi karena senyuman manis itu. Bahkan tadi pagi saja, dirinya sampai salah mengambil gelas dan berakhir marahnya Neli akibat Radit meminum jamu datang bulan milik wanita itu. Segitu besar kah virus Hanum berikan untuknya?

"Bagaimana, kapan putus? Ini gue udah hitung-hitung, lo melebihi hari jadi lo sama JPPMR lainnya." Radit menggaruk ujung alisnya lalu memilih berbaring sembari menatap Dendi samping nya. "Ntar, gue belum buat dia sakit. Kalo gue putusin dia sekarang, yang ada dia bahagia. Dia gak cinta sama gue, Den." Dendi menggaruk lengannya asal lalu duduk di sebuah kursi yang letaknya tak jauh dari Radit.

"Kan bagus kalo dia gak cinta sama lo," Kalimat yang dikeluarkan  Dendi emang ada benarnya juga. Padahal, Radit selalu saja tidak memikirkan perasaan wanita dengan entengnya mengajak putus dan membuat para mantan-mantannya menangis dibuatnya. Tetapi Hanum, dia bagaikan monster yang sulit untuk ditaklukkan, dan level paling berat untuk membawanya lebih jatuh ke dalam.

"Ngomong-ngomong soal Hanum, tadi gue denger katanya dia pingsan pas latihan volly." Ketika mendengar Hanum pingsan, kontan Radit langsung duduk lalu menatap Dendi dengan ekspresi yang sulit di jelaskan.

"Hanum pingsan? Yang bener aja lo, Den!"
"Yaelah, biji upil satu ini kagak percayaan. Noh, ke UKS kalo gak percaya."

Secara tiba-tiba, Radit langsung berlari meninggalkan Dendi yang tengah kebingungan karenanya. Entah sejak kapan jantung Radit berdetak menjadi tidak karuan ketika mendengar kabar Hanum pingsan, dengan cepat Radit langsung membuka pintu UKS seperti tidak sabaran.

Matanya langsung tertuju kepada sosok yang terbaring di atas kasur. Benar kata Dendi, Hanum pingsan. Lain lagi Rea dan Kaifa tak henti-hentinya mengoleskan minyak angin di leher serta di hidung Hanum. Radit melangkah lebih dekat lalu menatap wajah Hanum yang pucat pasi itu.

"Hanum kenapa bisa pingsan?" Tanya Radit seraya menggenggam tangan Hanum yang dingin itu. "Kayaknya sih dia belum makan, belum satu set main udah pingsan aja dia," jawab Kaifa masih dengan sibuk mengipasi Hanum.

"Kalo gitu, lo pergi beliin dia makanan. Nanti pas dia sadar langsung kasih makan," Kaifa mengangguk lalu berlalu meninggalkan ketiga manusia itu. "Re, siniin minyak anginnya." Perintah Radit, lalu Rea menyodorkan minyak angin itu ke arah Radit.

Radit menumpahkan minyak angin itu ke telapak tangannya lalu mengusapkannya ke telapak tangan serta mengurut kepala Hanum. "Lo nih ya, Han. Gak sehat, gak sakit sama aja. Nyusahin orang mulu kerjaannya!" Rea hanya menyaksikan Radit tengah memarahi Hanum yang masih pingsan itu dengan tatapan herannya.

"Dit, nih."

Tidak ada sahutan, Radit memilih mengurut kepala Hanum dengan perlahan. Belum sempat Kaifa ingin memaki cowok ini, Rea terlebih dahulu mengisyaratkan Kaifa untuk melihat apa yang dilakukan Radit lewat matanya. Kaifa terdiam dan memilih duduk tepat disamping Rea memperhatikan Radit yang bertingkah sangat romantis kepada Hanum.

"Seumur-umur gue belom pernah liat orang seromantis Radit, manis banget sih dia." Bisik Kaifa dengan pelan, Rea menganggukkan kepalanya setuju. "Ngomong yang kenceng, jangan bisik-bisik tetangga kayak gitu!" Merasa tersindir, Rea dan Kaifa terdiam dengan memasang wajah sepolos mungkin.

Radit memperhatikan wajah Hanum secara detail. Ternyata cewek ini walaupun mengesalkan, tetap terlihat cantik walaupun sedang tertidur. Lain lagi, tahi lalat kecil menghias di sudut bibir kanan atasnya membuat kecantikan Hanum terlihat lebih jelas.

Hanum & RaditTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang