Derap langkah tidak berirama itu seolah-olah akan terjadi kegaduhan di kelas XI- MIPA 2. Lain lagi suara bisik-bisik tetangga mulai tercium aromanya semenjak dirinya berdiri di ambang pintu sibuk mencari mangsanya.
Dapat!
"Hanum!"
Hanum terkesiap kaget sebaya dengan terjatuhnya selembar kertas yang ia ketahui hasil ulangannya kemarin sudah tergeletak di atas meja. Dengan enggan cewek bermata bulat ini mendongak dan melihat siapa yang telah berani menganggu tidur nyenyaknya semenjak jam kosong berlangsung . Belum sempat mengumpulkan sisa-sisa nyawanya, matanya secara spontan terbelalak lebar ketika secara langsung berkontak mata dengan sepupunya, Jisya.
Hanum bisa merasakan dirinya sulit menelan salivanya sendiri ketika melihat wajah Jisya yang sekarang memerah yang sepertinya menahan amarah. "Han, kenapa nilai lo kayak begini?! Kan waktu itu udah gue ajarin caranya!" Dengan malas Hanum menoleh ke arah selembar kertas yang diangkat Jisya ke udara. "Kayak uler mau patuk bebek tau gak!" Tambahnya lebih garang lagi.
62? Apa yang salah?
Seharusnya Jisya berbangga dengan perubahan dan peningkatan nilai yang di dapat Hanum sekarang. Bukan dengan memaki dirinya di depan banyak orang dan menjadi tontonan geratis di sini. Ini bukan kali pertamanya Jisya datang dan marah-marah hanya karena nilai Hanum yang selalu di bawah 50 atau bahkan 30, cewek blasteran Belanda itu selalu saja menjatuhkan harga diri Hanum di depan teman sekelasnya dengan kata-kata yang hampir Hanum hapal setiap kali Jisya mengamuk kepadanya. So, be santuy!
"Sya, kan lo pernah bilang, 'Jangan menyontek dan jadilah dirimu sendiri'. Gue udah lakuin. Lo mau tau perjuangan gue? Susah payah gue nahan iman supaya gak noleh ke arah Kiana , gue ngerjainnya susah payah! Keringetan, kepala gue berasa mau meledak gegera tuh soal!" Jawab Hanum dengan mengeluarkan semua uneg-uneg yang sudah ia tahan semenjak 3 tahun yang lalu, bahkan Hanum tak segan-segan menirukan gaya bahasa Jisya dan membuat sepupunya itu hanya mampu menggertakan giginya kesal.
Terdengar helaan napas berat dari mulut Jisya. Sepupunya yang satu ini emang perlu dihajar sekali-kali. Melihat nilai Hanum yang selalu saja berada di bawah KKM membuat tensinya naik seketika melihat nilai yang di beri tinta merah itu. Jisya mengaku malu memiliki sepupu yang otaknya di dengkul seperti Hanum, bukannya dirinya harus menyamakan dengan kemampuan berhitung maupun berprestasi seperti dirinya, tetapi ia ingin Hanum bisa lebih darinya. Itu saja.
"Pokoknya gue gak mau tau, sepulang sekolah nanti lo ke rumah gue, terus belajar sampai otak kosong lo itu penuh sama materi. Besok-besok kalo nilai lo kayak gini lagi, gue bakalan laporin sama Tante Katya!" Suara yang tadinya meninggi kini menjadi turun tetapi penuh penekanan dan ancaman ketika menyebut nama Mamanya. Jisya memutar badannya lalu melenggang pergi dengan kaki yang di hentakkan ke lantai dengan keras.
"Ciri-ciri orang yang gak pernah bersyukur sama pemberian Allah. Gak papa lah, yang penting gue gak remed, wlee!" Ejek Hanum dengan menjulurkan lidahnya sebaya dengan hilangnya Jisya dari pandangannya.
"Gue denger!"
★★★
"Lo tau gak? Si Hanum kayak gak ada rasa bersalahnya sama sekali pas gue marah-marah sama dia. Kayaknya gue harus lebih keras lagi sama dia!"
Radit terdiam sembari mengunyah kentang goreng miliknya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Jisya yang tengah mencurahkan isi hatinya mengenai Hanum. "Menurut gue, lo gak perlu ngajar Hanum dengan cara yang keras, yang ada nanti lo nya Baper terus lo stress sendiri. Kalau perlu murid yang seperti Hanum, lo harus perbanyakin sabar plus banyak bercanda. Gue yakin, cara itu pasti manjur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanum & Radit
ספרות נוערHanum Ashari namanya... Dia gadis paling menjengkelkan dan mengesalkan yang pernah ada. Tetapi, hanya dia yang mampu membuat seorang Radit Azkarajatma si biang onar ini jatuh hati dan berupaya mendekati dengan berbagai cara. Teruntukmu Hanum... Aku...