THE LAST KISS

179 17 3
                                    


Dua hari Arini akan menginap di rumah Bulek dan Paklek di Malang. Sekalian mengunjungi teman-teman kuliahnya. Mereka akan membuat reuni kecil-kecilan, kata Diah salah satu teman dekatnya waktu kuliah.

"Sudah dua bulan Ibu gak melihat mereka Rin, sudah aku dan Bapak ikut juga." Kata Ibunya.

Pagi-pagi sekali mereka berangkat dengan travel. Mengantar mereka langsung ke rumah Bulek. 

Paklek dan Bulek senang sekali melihat Arini, tapi sedikit kaget melihat Arini kurusan.

"La kok bongkreng gitu Rin. Kasihan sekali kamu," kata Bulek mengkhawatirkannya.

Setiap kali orang memberi komentar tentang "kecungkringannya", Arini merasa capai.

Dia akan mengangkat bahunya dan berbaik hati memberi senyuman. Dalam hati kapan mereka berhenti mengomentari soal fisik. Dia sendiri tidak merasa kurus.

Siang itu Arini mentraktir bulek paklek dan orang tuanya makan di restaurant kesayangan Pakleknya. Bulek menyendok makanan ke piring Arini. Penuh sampai tak kelihatan tepi piringnya.

Arini tertawa,"Bulek pikir aku ini kuli bangunan?" sambil menyendok makanannya ke piring Bapaknya. Arini mengatakan ke Buleknya, kalau Mathias senang dengan perawakan kurus.

"Ada aja. Tinggal tulang dan kentut kok di sukai," balas bulek gak percaya.

"Disini kalau gak semok, ya gak ada yang ngelirik!" tambah Paklek. Arini tertawa samapi kaku mendengar celotehan para orang tua.

Mereka selalu ramai. Saling bercerita dan bercanda.  Arini menceritakan kehidupannya di Belanda. Memperlihatkan foto-foto negara Belanda  dan rumahnya yang dibawa kepada mereka.

Bulek dan Paklek bangga sekali melihat rumah Arini yang megah. Bangga dengan Mathias yang bisa memperhatikan istrinya, kata bulek.

Tapi Arini tidak mau menceritakan perasaan sedihnya tinggal di Belanda. Dia tidak mau menjadi bahan kasihan oleh mereka. Ibu dan Bapak telah mengetahuinya, dan itu sudah cukup.


***


Esok hari menjelang makan siang Diah menjemputnya Arini di rumah bulek. Arini duduk di sebelah Diah yang menyetir. Diah telah menikah tiga tahun yang lalu dengan pacarnya dan telah memiliki satu momongan bayi yang masih satu setengah tahun.

"Dani gak pa-pa kamu tinggal Diah?" tanya Arini tentang putra Diah.

"Sudah biasa Rin. Kan aku masih kerja. Mas Damar di rumah hari ini. Lagian Bapak dan Ibu tinggal di sebelah, aman." Jawab Diah.

"Gimana kabar si ganteng Mathias?" tanya Diah polos.

"Baik-baik saja. Dia sibuk kuliah lagi," jawabnya pendek.

"Kamu tahu siapa yang mau ikutan datang? Bukan anak pariwisata lho? Coba tebak?" kata Diah seperti memberi quis teka-teki ke Arini.

Arini menebak beberapa tetapi semua salah.

"I give up," Kata Arini menunggu jawaban Diah. Diah melirik Arini dengan mata nakal. Arini jadi penasaran.

"Ih kenapa kamu bilang aja sih, memangnya ada apa? Kok kamu jadi senyum-senyum nakal begitu." Kata Arini tidak bisa menyembunyikan penasarannya.

"Gading Pramudia Widakdo," jawab Diah sambil tersenyum. Arini tersentak.

Gading anak ekonomi, tiga tahun lebih tua dari Arini. Teman Damar suami Diah sekarang. Diah mengenalkannya ke Arini. Gading dan Arini pernah saling jatuh cinta. Gading anak orang terpandang, berkedudukan dan berada. Sangat berbeda dengan keluarga Arini. Arini tidak berani mencintai Gading lebih jauh.

Akhir Sebuah KesepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang