Gayu Utami karena huruf G itu menghalangi lubang tenggorokan dan hidung penduduk Balongmalang dalam pengucapan, apalagi neneknya yang tua dan gak sabaran, jadilah dia dipanggil Ayu.
Setelah lulus SMA, Ayu mendapat pekerjaan melalui kerabatnya di sebuah dealer mobil di kota kecamatannya. Pekerjaannya, menyambut dan memberi sedikit penerangan kepada pembeli, pembeli yang pura-pura karena ingin hanya ingin mengobrol dan menikamati dinginnya air conditioning, pembeli yang hanya ingin tahu harga mobil dan mungkin suatu saat memiliki uang dan akan membelinya, atau pembeli yang memang serius, memberi sedikit penerangan dan mengalihkan mereka ke kolega sales yang berpengalaman dan nantinya dia akan mengurus administrasi pembelian sampai mobil ketangan pembeli.
Setiap jam tujuh pagi digenjotnya sepeda motornya ke kota yang berjarak sepuluh kilometer, di parkir di belakang gedung showroom yang juga merupakan kantor dealer. Pemiliknya seorang Chinese keturunan yang di besarkan di kota kecil ini. Sudah merakyat, banyak menolong penduduk setempat dan berbahasa Jawa Suroboyoan seperti penduduk di sini.
Gaji Ayu bisa untuk membiayai kebutuhannya sendiri, baju, make up, cicilan sepeda motornya, bensin, menyumbang Sumirah, Ibunya dan keluar jajan dengan teman dan kolega, dan masih bisa sedikit menabung karena dia masih tinggal dengan orang tuanya di desa. Cukup! Tetapi Ayu itu bukan pilihan Ayu. Dia ingin kuliah seperti Arini. Pergi ke kota, tinggal di tempat kos, berteman dengan para mahasiswa, belajar bersama, bangga dengan jaket almamaternya, di panggil mahasisiwi, saying sekali Mulyadi, Bapaknya tidak menyetujui.
Ayu di besarkan dalam keluar besar, anak terakhir dari lima bersaudara. Jarak antara dia dan kakak diatasnya sepuluh tahun, kado yang tak terduga untuk pasangan Mulyadi dan Sumirah yang tidak mengharapkan anak lagi. Pasangan ini hidup dari bertani. Dulu mereka memiliki delapan gogolan. Satu gogolan terdiri dari empat sawah yang letaknya berbeda. Satu di Utara, satu selatan, satu di timur dan satunya di barat desa. Tidak tahu siapa pencetus ide gogolan itu. Karena masing-masing area memiliki kesuburan tanah yang berbeda-beda meskipun satu desa. Penduduk bisa menjual sawahnya per satu bagian sawah atau per satu gogolan, biasanya satu gogolan akan menjadi lebih mahal karena orang desa senang dengan status mempunyai gogolan. Pangkat mereka bisa sedikit naik sebagai pemilik gogolan. Itu kebanggaan status ekonomi di desa kecil ini. Apalagi delapan gogolan seperti orang tua Ayu.
Sebetulnya gogolan-gogolan itu pemberian dari kakek nenek dari Ibu Ayu, mereka pemilik sawah turun-temurun. Tetapi Mulyadi terkenal tukang gengsi dan malas menyemplungkan kakinya sendiri ke sawah. Dia lebih senang menjadi bos yang mengawasi orang-orang suruhannya mengerjakan sawahnya. Untuk menggarap sawah delapan gogolan dengan buruh dan menghidupi lima anaknya, Mulyadi membutuhkan banyak uang. Pada musim paceklik atau musim hama melanda desa dan menghasilkan padi dengan kualitas terendah, dan tidak cukup untuk membayar buruh-buruhnya, terpaksa dia menjual sawahnya. Sedikit demi sedikit sawah itu berkurang, karena itu Mulyadi tidak menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi, dia tidak sanggup bekerja keras. Kakak-kakak perempuan Ayu hanya lulusan SMP, dan dinikahkan dengan pria pilihan keluarga, hanya kakak lelakinya karena dia lelaki boleh melanjutkan ke STM dan sekarang bekerja di Pabrik sebagai penjaga mesin yang tak jauh dari desa.
Ayu merengek-rengek minta meneruskan ke SMA seperti Arini. Akhirnya dia diperbolehkan karena, Ayu tahu persis menyentuh hati Bapaknya,"Cak Subari yang tukang angkot aja bisa menyekolahkan anak-anaknya ke SMA, malah Bagus dikuliahkan. Masa Bapak yang punya banyak sawah, anaknya cuma lulusan SMP semua. Malu dong pak," kata itu menyinggung perasaan Mulyadi, hatinya tersamblek, tentu saja dia memiliki uang untuk menyekolahkan Ayu. Dan Besoknya Ayu pergi mendaftarkan diri ke SMA bersama Arini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Sebuah Kesepian
Fiction généraleMathias Cornelius Fransiscus van Muller (Belanda) dan Chandramaya Arini (Jawa) memutuskan kembali ke Belanda untuk meneruskan pendidikan MBA di Eropa setelah beberapa tahun menetap di Singapore karena tugas kerja Mathias. Mathias adalah lelaki yang...