Malam telah larut menidurkan penghuni Surabaya. Tidak semuanya, sepuluh persen paling tidak masih menikmati kehidupan malam seperti kalong-kalong gua. Menebarkan sayap-sayap mereka ke tempat gelap yang hiruk pikuk atau mencium dengan hidung mereka di tempat-tempat mesum. Surabaya kota yang bernyawa, hidup dalam dua puluh empat jam sehari. Hidup kita tidak tertindas olehnya. Hidup itu pilihan, memilih di sisi mana kita berdiri dan berjalan. Dan Surabaya mempunyai banyak sisi hidup untuk setiap penduduk.
Gemerlap malam adalah pilihan Erna Astari. Sebagai manager marketing dan komunikasi di perusahaan asing di Surabaya, dia memiliki banyak kenalan dan koneksi. Pekerjaan ini mengharuskannya bertemu banyak customer yang dimulai dari jam sembilan pagi selesai jam lima sore dan akan diteruskan menerjang malam. Dia masih muda cantik, sexy dan berduit. Gadis, wah gak yakinlah kalau dia masih perawan, single maksudnya, yang smart and wild ini hidup sebebas bebasnya dibandingkan kehidupan gadis Balongmalang, tetapi lumrah untuk gadis kota.
Dia dibesarkan sebagai anak tunggal dari keluarga berkecukupan. Ibunya pemilik beberapa restaurant terkenal di Surabaya yang menurut cerita banyak orang adalah restaurant seret karena pemiliknya bisa di seret ke tempat tidur oleh pembeli yang mau dan berduit, dan Bapak Erna pemilik perusahaan pemasok udang di pabrik kerupuk udang dan pabrik terasi di Sidoarjo, yang bermain mata yang dibawa ke ranjang dengan banyak perempuan. Dari kecil Erna lebih banyak melihat nanny yang mengasuhnya daripada orang tuanya sendiri. Orang tuanya hidup dalam satu rumah tetapi memiliki kehidupan pribadi masing-masing yang sangat sibuk.
Semua keperluan Erna diserahkan sepenuhnya kepada mbak Kusti, nanny, yang masih tinggal bersama mereka separoh waktu karena sudah berkeluarga lima tahun yang lalu. Sebetulnya mbak Kusti lah yang lebih dia sayangi daripada Ibunya, meskipun perlakuan Erna kepada orang yang mengasuhnya tidak jauh seperti perlakuan orang tuanya ke di yang menyayanginya itu. Sepertinya kehormatan keluarga ini hanya ada di tumpukan uang. Semua bisa dibeli dengan uang, mungkin inilah motto mereka. Memang uang membuat orang lebih mudah bergerak, tapi tidak semua dapat terbeli. Seperti cinta diantara keluarga ini.
Erna memasuki lobby mewah hotel Shangri-la menuju Desperado, bar dan diskotek berkelas di Surabaya. Jas kehormatannya yang tadi pagi dipakai ke tempat kerja, dibukanya meninggalkan tank top warna merah see through, memperlihatkan setengah dari payudaranya yang montok di padankan dengan rok yang tidak terlalu ketat dari bahan stretcht dengan belahan samping kiri dan kanan tiga puluh centimeter di atas lulut. Bersepatu berhak tinggi dengan dengan tali yang mengikat dipergelangan kakinya yang indah, dia melewati petugas yang menyapanya ramah dan akrab. Mereka saling kenal karena Erna pelanggan setia, tempat ini seperti rumah kerja kedua untuknya.
Dia memasuki ruangan yang gegap gempita oleh suara musik dan orang bercanda, dan tertawa. Ruangan sudah penuh. Senandung lagu She Wolf dari piringan hitam berputar. Dance floor dipenuhi wanita-wanita sexy. Erna beberapa dari mereka. Teman-teman malamnya dan di sana juga ada pengunjung yang sesekali datang. Mungkin turis domestik yang ingin menjajakkan kakinya di Desperado. Dan juga banyak orang-orang asing, Surabaya adalah kota bisnis, mereka yang sekedar ingin melepaskan kepenatan di akhir pekan ataupun mereka yang ingin one night stand date. Kita tidak usahlah menerka-nerka yang mana atau oh my god, benar kah, ah iya ini benar.....Surabaya kota modern!
Erna memesan segelas alcohol shots favoritnya, Kamikaze, campuran vodka, triple sec dan perasan air jeruk nipis yang dingin lalu mereguknya dalam satu hitungan. Aliran campuran alkohol menjelajahi ruang mulutnya dan menurun ke tenggorokan, mencoba menahan sedikit lama di kerongkongan guna menikmati lebih lama aromanya yang memenuhi hidung dari dalam. Dia berdiri membelakangi bar, matanya menari melihat lantai dansa. Di sebelahnya berdiri lelaki bule muda seumur sedang memerhatikannya sejak dia memasuki ruangan ini. Pria itu tidak ganteng tapi menarik, postur yang tinggi, tegap dan berotot menambah nilai plus berwajah adem mengayomi. De music terus menghentak, DJ meneruskan dengan Sexy Chick. Si bule menghampiri Erna.
"Hi beautiful, do you want to dance?" ajak si bule. Erna mengulurkan tangan kanannya untuk di capai, Pria itu menariknya alon ke lantai dansa membelah kerumunan massa yang sedang berdansa. Pasangan ini berdansa dengan segenap rasa, Erna meliuk-liuk menggiurkan dihadapan pria yang mungkin tidak pernah berdansa dalam hidupnya. He tried his best to dance, untuk mengimbangi Erna yang cakap di dance floor. Setiap hentakan musik menghasilkan gerakan serasi dan sexy dari tubuh Erna, tangan, kaki, pinggul, payudara, kepala, semua, bahkan wajahnya menjadi menggairahkan. Gerakan-gerakan maut Erna seperti ninja yang akan memakan mangsanya, tetapi gemulai Erna membuat si bule kewalahan, si bule mulai berkeringat dan ngempet menahan hawa nafsunya. Dia menjadi ngaceng sebelum waktunya, dan itu memang tujuan Erna. Malam ini dia ingin ke ranjang dengan pria, tidak masalah siapa, dia tidak keberatan dengan si bule ini. Badannya kekar dengan wajah yang menawan. Setelah lagu Everytime we touch dan setelah itu I like the way berakhir, si bule mengajaknya duduk.
"Can I get you a drink?" tanya si Bule, Erna mengiyakan,"mojito please," pintanya. Si bule memesan dua gelas, dan meminggir mencari tempat duduk dan menemukannya di pojok yang gelap jauh dari keributan.Sambil menyeruput mojito yang dingin dalam-dalam, membiarkan kehausan terpenuhi,"My name is Ben. Ben Kamperhuizen and you," ucapnya memperkenalkan, tangannya menjulur menyalami Erna.
"I'm Erna. Erna Astari,"mereka duduk sangat berdekatan, si bule merasa agak kaku tapi senang dengan keadaan, juga Erna. Dia merasa mendapatkan pria ini, begitu gampanganya. Erna tidak pernah menemui kesulitan mendapatkan lelaki ke tempat tidur, siapa yang tidak tertarik dengan perempuan secantik dan sesexy Erna. Siapa yang tidak mau dengan perempuan semenarik dan sepintar Erna.
"From your name I thing that you are from the Netherlands," duga Erna dengan suara yang merayu, Ben membenarkan. Mereka mulai bercerita, bertanya, bercerita dan bertanya. Ben menyukai Erna, wanita mempunyai kekuatan Tarik yang luar biasa, hanya suaranya yang terlalu manja membuat dia harus terbiasa. Tidak pernah dia mendengar suara wanita Belanda yang merayu-rayu dan manja. Wanita Belanda selalu tegas dengan pendiriannya, dan tidak suka di rayu-rayu. Ben merasa tersanjung di dekat Erna. Ben juga lelaki menarik, tetapi di Belanda Ben merasa wanita Belanda sangat mandiri dan lebih mannish dari pada wanita-wanita Indonesia yang di amatinya selama beberapa hari di Indonesia. Tentu saja Ben juga agak sedikit buta dengan kepura-puraan Erna yang berlebihan, Ben belum bisa melihat mana wanita baik dan mana yang buruk, karena dia baru pertama kali di Indonesia.Malam semakin larut, mereka memesan long island ice tea, berdansa lagi, memesan minuman terkahir untuk Erna, margarita dan akhirnya Ben mengajak Erna ke kamarnya di lantai atas.
Malam itu mereka bergulat mesra di ranjang hotel. Ben mengagumi tubuh Erna yang padat, payudaranya yang penuh dan ukuran yang memenuhi seluruh telapak tangannya sewaktu meremas-remas dan menjilati putingnya merekah. Erna merasakan kekuatan Ben yang tangguh, bermain foreplay yang lama membuatnya puas dan basah. Ukuran dan kualitas penis Ben membuatnya pasrah. Tak pernah dalam hidup mereka mendapatkan kepuasan seperti malam ini. Mereka tertidur sebentar dan mengulangi lagi permainan sex dua kali lagi sebelum brunch.
Puas sampai puncaknya! Tiga kali dalam semalam.
Hari-hari berikutnya mereka tidak bisa dipisahkan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Sebuah Kesepian
Ficção GeralMathias Cornelius Fransiscus van Muller (Belanda) dan Chandramaya Arini (Jawa) memutuskan kembali ke Belanda untuk meneruskan pendidikan MBA di Eropa setelah beberapa tahun menetap di Singapore karena tugas kerja Mathias. Mathias adalah lelaki yang...