FRIKSI

117 9 0
                                    

Hari sudah terang ketika Ben membuka matanya. Minggu yang Sepi. Erna belum juga pulang dari hari Jumat. Dia berpamitan makan malam itu dengan teman-temannya.

Dia sudah mencoba menyarankan untuk makan malam berdua. Tapi tentu saja Erna tidak menyetujuinya karena dia telah membuat janji dengan teman-temannya.

Dan ini bukan pertama kalinya. Ben sudah jera dengan pertengkaran-pertengkaran, meskipun akhirnya Erna pasti merayunya habis untuk kembali.

Malam itu telah cukup. Ben mengikuti Erna malam itu. Dia ingin tahu apa sebetulnya yang disembunyikan Erna. Dia mendengar dari orang-orang dekat perbuatan Erna, tetapi dia tidak pernah mau mempercayainya.

Jumat malam itu Ben sudah menunggu Erna di dalam Jimmy Woo tanpa sepengetahuan mereka. Dengan mata sendiri dia melihat bagaimana Erna merayu pria lain. Cara dansa Erna yang erotis, yang Ben pernah banggakan, kini membuatnya ingin muntah. Marah.

Erna begitu lihainya dengan pria itu dalam berdansa. Berciuman dan tidak lama setelah itu mereka keluar berduaan. Entah kemana. Ben tidak ingin mengikutinya lagi, dia merasa bukan urusannya lagi jika Erna akan meninggalkannya.

Dia tahu bagaimana Erna dan teman-temannya memberi pil dalam minuman Arini. Dia tidak bisa menyetopnya karena tidak mau ketahuan oleh mereka.

Ben lah yang membantu Arini ke kerata, Arini tidak bisa mengingat apa-apa. Dialah yang membangunkan Arini ketika kereta telah sampai di Gouda dan Ben mengikutinya dari jauh sampai Arini di rumah dengan selamat.

Semua dilakukannya karena dia merasa bersalah dengan apa yang dilakukan Erna terhadap Arini. Ben tahu Arini adalah gadis baik-baik.

Kehidupan Erna yang bebas telah mandarah daging. Tinggal di Belanda perbuatannya malah menggila. Apalagi karena dia tidak puas dengan Ben kembali. Ben kurang kaya baginya.

Erna dibesarkan dari keluarga kaya. Apapun yang diinginkannya pasti dia dapatkan kecuali perhatian dari orang tuanya. Dan Erna sudah terbiasa hidup sendiri, meskipun menyakitkan, tapi dia menikmatinya.

Ben telah memberikan segalanya. Kemewahan yang Erna inginkan. Perayaan setiap pesta ulang tahun Erna di restaurant yang mewah, liburan yang jauh dan keluar makan malam yang terlalu sering. Semua keinginan Erna telah mengeruk tabungan Ben.

Dia telah cukup bersabar. Dari tahun ke tahun dan selalu berharap Erna akan berubah.
Dengan enggan Ben bangun dan mandi.

Mempersiapkan diri apabila Erna kembali.

Hari sudah malam ketika Ben mendengar tapak kaki Erna di gang. Dimatikannya televisi yang ditontonnya. Duduk dan diam menunggu Erna. Hatinya sudah tenang.

"Malam Erna," sapa Ben dari tempat dia duduk. Erna kaget dan menutup pintu.

"Malam. Kamu menungguku?" Tanya Erna tanpa salah setelah dua malam tidak pulang.

"Tidak lagi," jawab Ben. "Aku masak untuk kita berdua. Kamu mau makan?" tanya Ben.

"Aku tidak lapar, tapi aku akan menemanimu," ucap Erna.

Ben telah menata meja untuk makan malam mereka berdua.

Mereka duduk berhadapan. Ben menuangkan red wine ke gelasnya dan Erna. Erna meneguknya dengan kehausan.

Ben memberikan satu mangkuk sup tomat ke hadapan Erna. Dia melihatnya dan tidak bergairah untuk mencoba. Erna tidak suka sup tomat dan sengaja memasaknya. Untuk mengawali pembicaan.

"Aku rasa hubungan kita tidak usah dilanjutkan lagi. Aku tahu, sudah tidak ada cinta diantara kita." Terang Ben.

Erna meneguk winenya dan mengisinya kembali.

Akhir Sebuah KesepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang