8 - Gemuruh Rindu

489 52 9
                                    

"Gun." panggil Off ketika melihat kekasihnya baru datang.
"Hai pacar." Panggil Gun gemas.
"Aku tidak melihat Perth?" tanya Gun sepertinya rindu bocah itu.
"Dia bolos, sedang ikut Ayah memancing." jawab Off sambil merasa kesal dengan tingkah Perth yang lebih memilih bolos.

Tapi menggemaskan.

"Eh, begitu rupanya, tapi aku juga tidak melihat Mark loh." kata Gun lagi.

Off terdiam.

"Anak itu mungkin juga bolos." kata Off tidak kaget kalau soal Mark yang suka bolos.

Mereka berdua berjalan bersama menuju kantin.

"Gimana keadaan kamu?" tanya Off yang duduk dihadapan Gun.
"Baikan, karena kamu dan Perth, membuat suasana hatiku membaik." kata Gun sambil tersenyum hangat.
Off ikut tersenyum melihat senyum cantik milik pacarnya.

Bahagia dan duka berjalan beriringan.

"Aku ada balapan malam ini, kamu bolehin aku pergi nggak?" tanya Gun pada Off.
Off terdiam.
"Mengapa sekarang minta izin padaku?" tanya Off sedikit bingung.
"karena sekarang kamu sudah mengerti duniaku." kata Gun sambil tersenyum.

Off pun ikut tersenyum melihat Gun sekarang mau terbuka.

"Bagaimana jika aku hari ini menemanimu? menjadi supportermu?" tanya Off malah ingin hadir menyemangati pacarnya.

"Boleh saja aku malah senang dong." kata Gun sambil tersenyum senang.

...

"Perth, kita bawa kamu ke Rumah Sakit yah." bujuk Mark tanpa henti semenjak pagi.
Bocah itu benar-benar bolos demi menemani Perth.
"Nggak, nanti Phi Off tahu dong kalau aku sakit." kata Perth masih saja keukeuh menolak.

Ayah dan Ibu hanya menghela nafas mendengar penolakan Perth.
Bocah itu sedang sakit, malah main petak umpet dari Phinya.
Dia tidak mau Phi Off fokusnya terbagi antara Phi Gun dengan dirinya.

Sifat keras kepalanya Perth memang seperti Gun.

"Kamu kenapa sih lebih memikirkan orang lain, kamu ini sedang sakit Perth." kata Mark dengan nada putus asa.
Perth mengalihkan pandang dari Mark.

"Aku lelah, aku mau tidur." kata Perth mengusir Mark.
Maka Ayah, Ibu dan Mark meninggalkan Perth sesuai permintaan Perth.

Dalam diam, dalam sepi, Perth menangis sendiri.

"Aku merindukan Phi Gun." gumamnya lirih.

Perth kembali mengingat masa kecilnya, dimana ia selalu bersama Phi Gun. Dia takut Phi Gun tahu dirinya masih hidup. Meski gemuruh rindu menyakiti hati Perth. Alasannya simple, ia takut meninggalkan Phi Gun lagi.

Dia tidak tahu batas waktu hidupnya.

Dan ia takut Phi Gun mengetahui Aenya masih hidup.

Perth tidak mau egois melukai Phi Gun.

Biar saja ia dikenang sebagai Perth, biar saja, meski jika nanti ia mati, Phi Gun tidak akan lebih terluka lagi dari ini.

...

Gun melangkah masuk kerumah, ada Ayahnya sudah pulang.

"Gun, duduk dulu." Gun ingin melenggang pergi, tapi ia penasaran pada apa yang akan dibicarakan Pak Tua padanya.
"Ada apa?" tanya Gun tanpa hormat.
Dia memang sudah jadi anak durhaka.

"Ini sudah lama berlalu, tidak bisakah kamu memberi Ayah kesempatan?" tanya sang Ayah sambil menatap sendu putra yang ia rindukan.
"Kesempatan untuk apa?" tanya Gun sarkas.
"Memaafkan ayah, dan mulai menjadi anak ayah lagi." kata sang Ayah.

Sekeras apapun seorang ayah, ia tetap menyayangi putranya, meski kadang ia sadar putranya tumbuh seperti dirinya. Melihat Gun didepannya, membuat sang Ayah teringat masa ia ketika masih menjadi seorang anak. Dulu ia selalu benci mendengar suara ayahnya sendiri, ia tidak menyukai menjadi anak seorang pria cacat.

Dan setelah menjadi seorang Ayah, kini ia sadar betapa terlukanya ayahnya dulu memiliki anak sepertinya.

Karma itu berjalan sesuai masanya.

Apa yang dulu ditabur, kini ia tuai sendiri.

"Ayah merindukan kamu." kata sang Ayah sambil tersenyum nanar.
Dadanya bergemuruh rindu.

Sedangkan Gun terpaku pada lamunannya.

"Bagaimana aku memaafkan kamu, ketika melihat kamu saja, hati ini hancur. Kamu membuat dua orang yang berharga bagiku pergi, dan kini setelah sekian lama mengapa baru meminta maaf? kemana saja penyesalanmu itu?" tanya Gun sarkas.

Ayah terdiam.

Gun pergi meninggalkan Ayahnya yang tidak menjawab apapun.

Segala jarak sudah membunuh kerinduan Gun pada sosok bernama Ayah.
Ia sudah terbiasa sendiri.

Namun, benarkah benci sudah mematikan hatinya?

...

Benci yang membunuh segala harapan bagi seorang Gun.

Ia tidak percaya pada apapun, bahkan Tuhan.

Kehadiran seorang Off, hanya bagaikan OASE di tengah kekeringan yang mematikan hatinya.
Bagai cahaya lilin redup yang menyala ditengah gulitanya hati Gun.

...

TBC

...

Pendek? Sengaja wkwk.
Ini kaya semacam prolog sebelum badai menghantam wkwk.

Konflik ?
Konfliknya ringan dari awal dan menuju Boom.
Di Book ini, bedanya adalah, karakternya lebih Dark.
Mentall Illnesnya ada di Gun.
Depresi akut, Trauma, Tidak bisa menerima kenyataan.
Marah pada Takdir Tuhan dan Hidupnya.
Dunianya kelam, sekelam  malam tanpa BIntang.
Namun dia terjebak pada keangkuhan dan kearogansiannya sendiri.

Off? Dia pria berhati hangat disini.

Ayah? Pria yang baru menyesal? Bukan, dia pria yang tidak pernah merasa tidak menyesal sejak awal, akan ada kisah dia sendiri.

Mark? Dia bucin yang berjuang banget meski jarang muncul.

Perth? Karakter paling lemah dan paling terluka, sama kaya si kakak.

Semoga kalian sabar menanti betapa aku lama update wkwk.

Atas Sebuah Pilihan (OffGun END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang