6. Kesan Keenam : Kegilaan Yang Hakiki!✔

240 18 0
                                    

Suara decitan menggema di lantai bawah sebuah gedung terbelangkalai di pinggiran kota. Seseorang turun dari motor sport hitam miliknya. Ia lantas membuka helm yang juga berwarna hitam. Kemudian langkah kakinya membawanya ke lantai teratas dari gedung tersebut.

.....

Iris matanya memandang lurus pada hamparan pemandangan malam ibu kota, yang keindahannya bagai kerlap kerlip bintang di langit. Sedang asik menikmati angin malam yang menusuk kulit, suara dering dari smartphone nya malah mengganggu.

Benda pipih itu masih terus bergetar. Tampaknya ia tak ada keinginan untuk menjawab panggilan dari entah siapa itu. Tidak. Dia hanya tak ingin berbicara dengan siapapun saat ini. Kilatan amarah di kedua matanya belum juga meredup. Dan dia tak ingin melampiaskan emosinya kepada sang penelpon.

Setelah mematikan benda pipih itu, ia kembali melempar pandangannya ke depan. Jauh di sana...

Belum cukup gangguan dari panggilan dari seseorang tadi, sekarang datang lagi gangguan lainnya yang membuatnya menggeram kesal. Setidaknya biarkan saya tenang sebentar saja.

Brakk!

Suara langkah-langkah kaki yang terdengar begitu tak sabaran menggema di tangga gedung tua ini. Gadis itu masih bergeming di tempatnya, tanpa mau berbalik. Cih.

"Sepuluh pria lemah menyerang seorang gadis. Apa kabar kejantanan kalian? Banci!" ucapnya sinis, tanpa berbalik sekalipun.

Beberapa dari mereka saling berpandangan. Salah satu dari mereka, yang merupakan ketuanya (mungkin) bersuara. "Gak usah bacot! Kita harus selesaikan urusan kita yang belum selesai!" ujar si pria bertubuh kekar dengan tato dibagian rahang kanannya.

Terdengar helaan napas dari si gadis berkuncir satu di hadapan mereka. Tapi saya capek. Kali ini ia berbalik badan. Ditatapnya sepuluh pria yang mengelilingnya, satu per satu. Hah. Kemudian ia tampak meregangkan ototnya sedikit.

"Kalian kenapa masih mau sih jadi babunya dia. Kek gak ada kerjaan yang lebih berfaedah dari ini." Ia benar-benar malas untuk beradu tonjos malam ini. "Ayo maju!" serunya loyo.

Beberapa menit memang pertarungan tak seimbang itu masih bisa di dominasi oleh si gadis. Namun, lama kelamaan tenaganya habis juga karena terlalu lelah. Hah.

Sayup-sayup ia masih mendengar kekehan beberapa orang dan suara dobrakan pintu. Tubuhnya yang sudah sangat lelah ditambah pula dengan tonjokan beberapa tangan kekar berhasil membuatnya jatuh terbaring di lantai semen. Matanya meyorot pada sosok yang tengah memukul pria-pria yang beradu dengannya tadi, walau matanya akhirnya meredup. Dan gelap....

~~∞O∞~~

Mobil yang di kendarai sosok misterius itu berhenti di sebuah basemant apartemen yang cukup elit di kota ini. Seperti sebelumnya, orang itu kembali memapah Gina hingga ke lantai 18 dan berhenti di salah satu pintu. Ia memasukkan beberapa angka pada tombol-tombol yang menempel pada ganggang pintu. Setelah terdengar bunyi 'klik!', ia kembali memapah Gina masuk ke dalam apartemennya.

....

Argina mengerjap beberapa kali, berusaha menyesuaikan retinanya dari sinar sang surya yang mengintip di balik gorden. Pandangannya menelusuri sekitarnya. Ini bukan kamarnya. Lalu saat ia mencoba bangun, saat itu suara seseorang yang muncul dari balik pintu membuatnya kembali berbaring.

"Jangan banyak bergerak dulu," dan entah mengapa, ia seperti pernah bertemu dengan sosok yang kini tengah berdiri dengan nampan di tangannya.

"Siapa Anda ini?" Pemilik mata malas itu hanya menatapnya sejenak sebelum meletakkan nampan tadi di atas nakas.

"Makan!" Gina memandang orang di sampingnya dengan alis terangkat sebelah. Orang ini, sepertinya dia termasuk jenis manusia yang irit berbicara tapi untungnya auranya tak sedingin Gina.

Hening....Hanya suara sendok yang memenuhi ruangan ini.

"Asyila Salsabila." Gina kembali menatapnya.

"Nama Anda?" Gadis itu mengangguk saja sebagai tanggapan.

Berselang beberapa detik kemudian, terdengar suara deheman dari Asyila. "Ehemmmm...." Kemudian dengan buru-buru, gadis itu berjalan keluar dari kamar. Gina kembali mengangkat alisnya sebelah. 'Kenapa'.

~~∞O∞~~



###

Beberapa yang hari lalu

"Argina!" panggilan dari seseorang di belakangnya berhasil membuatnya berhenti. Ia membalikan badannya, lantas menaikkan sebelah alisnya memandang orang itu.

"Gue Rayhan. Lo ingat gue nggak?" Cowok itu sengaja menjeda sebentar, berharap gadis ini mengingat dirinya. Eh, malah ia mendapati gadis yang membuatnya penasaran itu tak menanggapi seperti ekspetasinya bahkan bergeming di tempatnya. Tidak. Setidaknya Gina masih mau menatapnya. Maksudnya, memberikan tatapan datar padanya. "Ah, lo lupa yah .... " Rayhan menggaruk tengkuknya, ia sungguh mati gaya sekarang. Ini merupakan pertama kalinya, seseorang tak mengingatnya.

Merasa tak ada hal penting lagi, Gina lantas berbalik dan akan pergi saat Rayhan menahan tangannya. "Mm, itu ... gu-gue boleh minta nomor lo nggak?" tanyanya. Huh, kenapa jadi gugup gini sih.

"Tidak punya." Lagi, jawaban Gina kembali membuat Rayhan mengusap tengkuknya.

"Oh gitu ya .... "

Kali ini, Gina benar-benar pergi meninggalkannya.

'Anjay, nasib gue kok gini amat yak?'-batin Rayhan menjerit sedih.

~~∞O∞~~

"Permainan licik Anda sungguh membuat saya bertambah muak. Tunggu dan saksikan bagaimana balasan saya nanti."

-Argina Khaislova A.

My Darkness Girl[TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang