15%

286 23 17
                                    

Diam memendam rasa.
Keheningan menjalar.
Malam tetap sepi walaupun dihiasi bintang bintang.
Selalu hening.
Lalu, dimanakah arwah bersembunyi?
Atau kah?
Kita lihat nanti.
__________

"Mel."

Amel berbalik, matanya sembab dengan luka di wajahnya.

Amel berusaha menutupi wajahnya dengan hoodie yang ia pakai, ia juga mengelap sisa air mata di pipinya yang menjejak.

Terlihat sedikit di mata Ingha bahwa Amel baru saja menangis.

"Apa kak?"

Ingha tersenyum mendengar itu, kemudian melangkah mendekati adiknya, memeluknya erat. Cukup lama ia tidak seperti ini dengan adiknya, apalagi tadi Amel sudah tidak enggan memanggilnya kakak lagi. Padahal awalnya Amel tidak berniat bertatap muka dengan Ingha. 

"Kamu kenapa?" Tanya Ingha dengan raut wajah khawatir, ia ingin sekali menangis melihat wajah adiknya seperti itu. 

Amel menggeleng, "Gapapa."

"Bohong, kamu kenapa bisa gini, mel?" Tanya Ingha sekali lagi, Ingha menatap lekat wajah adiknya sembari mencengkram tangan Amel. 

Amel melepas paksa tangan Ingha yang mencengkramnya, "Gue gapapa kak, kakak lebih baik pergi aja. Gue lagi gamau berantem." Suara Amel bergetar, matanya mengabur karena tiba-tiba saja air matanya mendesak keluar namun Amel enggan memperlihatkannya.

Amel langsung berbalik kemudian berlari pergi meninggalkan Ingha, meninggalkan banyak pertanyaan di kepala Ingha.

"Kamu kenapa, mel..?"

***

Amel berlari sekencang mungkin meninggalkan Ingha, berusaha untuk tidak memperlihatkan wajahnya lagi ke semua orang.

Wajahnya kini hancur, penuh dengan luka goresan tipis.

Amel berhenti berlari, mengambil napas sebanyak mungkin. Air matanya menetes begitu saja, meninggalkan jejak lagi di pipinya.

Amel terduduk diam di jalanan sepi itu, isakan Amel terdengar jelas disana. Masih dengan isakan tangis itu, Amel berdiri melihat seseorang sedang memperhatikannya.

Amel takut.

Takut sekali.

Ia mulai panik dan berlari lagi, namun orang itu mengejarnya.

Amel terus berlari sampai ia terjatuh, membuat kaki nya terluka. Amel begitu panik sampai-sampai tidak mempedulikan luka di kakinya, ia tetap berdiri kemudian berlari.

Amel tidak berani menatap kebelakang, orang itu memakai jaket hitam gelap, matanya menyala, wajahnya seperti iblis di mata Amel, walaupun Amel tak tahu pasti orang itu perempuan atau laki-laki.

Jalanan sepi, tidak ada satupun kendaraan yang lewat. Amel langsung berhenti sebentar sambil melirik orang itu, kemudian mengambil ponsel nya dan menelepon seseorang.

"Ya? Amel? Kenapa?"

"Mel, lo nangis?"

ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang