RAHASIA GADIS KECIL

8.3K 338 29
                                    


Lestari yang masih dalam keadaan terbaring lemah pasca melahirkan, terlihat begitu cemas. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi dari raut wajah Bu Bidan yang sangat terkejut disertai ucapan istigfar berkali-kali dari bibirnya membuat perempuan itu bertanya-tanya dalam hati. Apalagi suaminya yang terlihat belingsatan tidak tenang, menguatkan perasaannya, pasti ada sesuatu yang tidak beres.

“A-ada apa, Mas? B-bu Bidan?” tanya Lestari penasaran, masih dengan wajah sedikit meringis menahan sakit akibat persalinan.

“Em, nggak ada apa-apa, Bu. Sebentar, ya,” jawab Bu Bidan lirih, lalu bergerak cepat membersihkan dan menyelimuti bayi mungil yang terlihat menggigil dalam dekapannya.

Sementara Sasongko masih disibukkan oleh pikirannya sendiri. Tak percaya dengan apa yang dilihatnya tadi, juga bisikan dari Dewi Ronggah yang masih terngiang-ngiang di telinga, perihal makhluk melata yang baru saja keluar dari proses persalinan Lestari bersamaan dengan kelahiran bayinya.

“Ini, Pak. Silakan digendong. Cantik, seperti ibunya.” Ucapan Bu Bidan mengejutkan Sasongko.

Dengan cepat ia meraih gadis kecilnya, lalu menciumi pipi merahnya yang menggemaskan.

“Silakan diazankan dulu, Pak.”

Lagi-lagi, ucapan Bu Bidan membuat Sasongko tersentak. Senyumnya seketika lenyap. Ia menoleh ke arah Tari yang terlihat mengangguk—penuh harap.

“Em, Sayang, susuilah dulu, sepertinya dia haus,” ujar Sasongko yang terlihat gugup.

Tentu saja ia bingung, mendapati permintaan Bu Bidan untuk mengazani bayinya. Selain tak bisa, ia juga tak ingin membakar ajian-ajian yang telah didapatnya dengan susah payah.

Sama saja bunuh diri, aku bisa mati kepanasan, batinnya.

Di saat yang bersamaan, terdengar suara riuh dari luar. Ternyata ada pasien lain yang baru saja datang diantar oleh keluarganya. Sasongko lega, ia merasa terselamatkan. Tak perlu susah-susah beralasan pada Bu Bidan perihal azan.

“Pak, maaf, kita pindah kamar, ya. Tolong bantu saya memindahkan Ibu ke kamar sebelah. Biar bisa istirahat dulu,” ujar Bu Bidan sambil bergerak cepat.

Sesampainya di kamar perawatan yang terletak bersebelahan dengan kamar persalinan, Bu Bidan menyerahkan sebuah kantong plastik pada Sasongko.

“Apa ini, Bu?” tanya Sasongko penasaran.

“Ini plasenta bayi bapak. Ari-ari, Pak. Silakan dibawa pulang dulu, dibersihkan dan dikubur nanti di rumah, ya, Pak.”

Bu Bidan pun bergegas menyambut pasien baru yang ternyata sudah akan segera melahirkan, setelah berpesan pada Lestari agar beristirahat.

***

Sesampainya di rumah, Sasongko meletakkan bungkusan berisi plasenta bayinya di lantai dapur. Lalu ia menyuruh pembantunya—seorang perempuan paruh baya —untuk menggali tanah di halaman belakang.

Ia sempat mengintip sedikit untuk mengetahui bagaimana bentuk plasenta bayinya. Spontan ia mengernyitkan dahi dan cuping hidungnya naik turun seakan jijik dengan bau amis yang menguar dari dalam plastik hitam itu.

Dengan langkah cepat, dibawanya kantong plastik berisi ari-ari bayinya ke halaman belakang rumah. Di sana pembantunya telah selesai menggali lubang yang cukup dalam.

Tanpa berkata-kata, Sasongko langsung melemparkan plastik dan isinya ke dalam lubang galian.

“Mbok, tolong dikubur,” ucapnya santai pada pembantunya yang terlihat begitu terkejut.

“Ehm, Pak … maaf … apa sudah dibersihkan?” tanya si Mbok pembantunya takut-takut.

“Ndak perlu, Mbok, kubur saja langsung,” ujar Sasongko sambil berbalik hendak masuk ke dalam rumah.

“Ehm, tapi … Pak, itu ari-ari bayi harus dibersihkan. Bisa sakit nanti si jabang bayi kalau temannya tidak dimandikan juga.”

Si Mbok paruh baya itu serasa tak percaya akan tingkah majikannya yang begitu menganggap remeh petuah orang tua zaman dulu.

“Ah, Mbok, aku mau istirahat dulu. Terserah Mbok saja mau diapakan itu ari-ari bayi.” Sasongko melengos. Semalaman ia tak tidur karena menemani Lestari melahirkan.

Matahari mulai naik, cahayanya menembus pepohonan di halaman belakang rumah Sasongko. Si Mbok menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan, perasaannya tak enak.

“Ari-ari bayi kok ndak dibersihkan, bisa jadi makanan memedi. Di sini juga kan banyak anjing berkeliaran. Kebangetan!” rutuk perempuan berumur setengah abad lebih itu.

Si Mbok pembantu itu pun dengan cepat meraih bungkusan plastik hitam berisi ari-ari. Lalu, ia mempersiapkan perlengkapan untuk menguburnya. Sebuah kendhil yang kebetulan berada di tumpukan rak bumbu pun diambil oleh si Mbok.

MISTERI JANDA CANTIK (Segera Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang