SESUATU DI PINGGIR HUTAN

10.5K 357 16
                                    

Mimi mengangkat wajah dengan tatapan lurus ke depan. Seakan sedang terbentang sebuah layar lebar di depannya yang memutar kejadian-kejadian di masa lalu.

Semua kisah pahitnya terekam amat lekat. Kejadian demi kejadian yang entah ... sampai sekarang dia pun tak habis pikir. Selalu menyisakan tanda tanya besar dan membuat bulu kuduknya meremang.

***

Tegaldlimo, Banyuwangi, 2001.

Tiga tahun telah berlalu sejak kepergian sang ayah, Mimi hanya tinggal berdua dengan ibunya. Sebagai seorang anak kecil yang tak tahu apa-apa, ia manut saja saat Bu Lestari mengajaknya pulang ke kampung kelahiran dan menetap di rumah mendiang orang tuanya.

Keluarga Bu Lestari masih sangat dihormati di kampung ini, karena ayahnya dulu adalah seorang Kepala Desa yang cukup berkharisma. Ia punya banyak ladang dan terkenal murah hati. Banyak warga Tegaldlimo yang menggantungkan hidup mereka pada ladang-ladang miliknya.

Namun, sepeninggal kedua orang tuanya, terjadi pertikaian antara Bu Lestari dan saudara-saudaranya.

Mereka menyesali keputusan sang ayah yang memberikan harta warisan jauh lebih besar pada Lestari. Hingga akhirnya Bu Lestari mengalah dan menyerahkan seluruh harta pada mereka. Hanya satu yang ia minta, jangan ganggu rumah peninggalan orang tua.

Sampai saat ini hanya Bu Lestari yang bertahan di kampung halaman, sedangkan adik-adiknya lebih memilih pindah ke kota dan mengadu peruntungan di sana berbekal hasil penjualan harta warisan ayah mereka.

Siang itu menjelang waktu asar, seperti biasa Mimi berjalan santai menyusuri jalan setapak di pinggiran hutan. Sudah sering kali ibunya mengingatkan agar memilih jalan lain yang lebih ramai.

'Ah, enakan lewat sini, lebih cepat sampai rumah. Aku sudah lapar,' batinnya.

Sebenarnya Bu Lestari-ibu Mimi-sangat mencemaskan keselamatan putri semata wayangnya. Selain lokasi jalan setapak yang memang dekat sekali dengan hutan yang terkenal angker sepulau Jawa itu, banyaknya kasus penculikan dan pemerkosaan gadis-gadis belia benar-benar mengkhawatirkan para orang tua.

"Jangan berani-berani sendirian, Mi. Ajak Suci atau Nani untui menemanimu pulang." Peringatan ibunya masih terngiang-ngiang di telinga. Tetapi, ia selalu berpikir ucapan ibu hanyalah kekhawatiran yang berlebihan.

Mimi kadang kesal pada Suci, Nani, dan teman-teman perempuannya yang lain. Mereka sudah mulai centil, lebih senang menunggui pacar-pacar mereka untuk pulang bersama.

Sedangkan Mimi, gadis tiga belas tahun itu masih amat lugu. Ia tak sadar jika para lelaki itu selalu menelan ludah jika melihatnya. Yang tentu saja membuat teman-temannya cemburu.

Mimi masih belum menyadari kemolekannya. Bak buah yang sedang ranum-ranumnya, begitu banyak lelaki yang ingin memetik.

Wajah cantik yang dihiasi alis alami yang melengkung sempurna, ditambah bulu mata yang lentik, hidung mancung, bibir sedang dengan sedikit belahan yang terlihat seksi, tentu saja sangat menggoda. Kulit mulusnya yang kuning langsat dengan rambut lurus hitam tergerai melewati bahu, sungguh membuat siapa pun ingin membelainya.

Kecantikan Mimi benar-benar cetakan sempurna dari sang ibu. Tubuh langsing, dada menjulang, dan pinggul yang aduhai merupakan warisan dari Bu Lestari yang memang dulunya seorang penari Gandrung tersohor di kampungnya.

Latar belakang itulah yang juga menjadi asal mula pertemuan ibu dan ayahnya hingga akhirnya menikah.

Di pertengahan jalan setapak, keadaannya semakin rimbun hingga cahaya matahari pun sulit untuk masuk. Cuaca yang sedikit mendung pun menambah kelam perjalanan.

MISTERI JANDA CANTIK (Segera Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang