TEKA-TEKI DARI ALAM GAIB

12.3K 422 48
                                    

     Aku terduduk di pinggir ranjang dengan wajah menunduk menahan mual. Galih mendekatiku, “Sayang, kamu sakit? Kok tiba-tiba pucat begini? Badanmu dingin.”

     Seketika aku berlari ke kamar mandi yang ada di dalam kamar ini. Ingin memuntahkan sesuatu yang seperti menggeliat di dalam tenggorokan.

     “Aaaggghhh … hueeek ….” Aku tahu Galih mengikutiku di belakang dan ….

     “Astagfirullah … Mimi … Sayang, itu apa?” Spontan Galih beristigfar, terkejut melihat sesuatu yang aku muntahkan ke dalam kloset.

***

     Entah apa yang terjadi padaku beberapa saat lalu, rasanya aneh. Badanku tiba-tiba terasa dingin. Entah apa sesuatu itu, yang pasti Galih begitu terkejut melihatnya.
    
     Setelah mengeluarkan benda itu dari tenggorokan, aku tak sadarkan diri. Sepertinya Galih mengangkatku ke atas ranjang, hingga aku terbaring di sini. Hmm … rasanya sudah tertidur lama sekali dan saat ini aku merasa begitu bugar dan bergairah.

     Aku menggeliatkan tubuh di atas ranjang, lalu menatapnya. Kuulas senyum termanisku. Galih terlihat keheranan. Mungkin dia bingung, beberapa waktu lalu aku terlihat begitu pucat pasi dan lemas, tapi sekarang ….

     “Jam berapa ini, A? Aku tadi tertidur lama sekali ya? Ayo, sini!” Ia mendekatiku.

     “Kamu belum sholat Magrib, Sayang. Tadi setelah muntah-muntah kamu pingsan. Mungkin ada setengah jam. Baru saja Aa mau panggilkan Ibu dan Bik Sumi, eh udah bangun duluan,” ucap Galih sambil membelai lembut rambutku.

     Aku pun segera turun dari ranjang, hendak mengambil wudhu. Kuselesaikan sholat magribku dengan sedikit tergesa karena waktu Isya akan segera tiba sekitar lima belas menit lagi.

     Kulihat Galih masih duduk terpaku di pinggir ranjang, memperhatikanku. Bodoh sekali aku bila harus melewati malam pengantin ini, kulepaskan mukenaku, mendekatinya.

     “Mi, kamu cantik.” Kurasakan debar jantungnya saat kudekatkan tubuhku di dada bidangnya. Saat ini ia hanya mengenakan kaos putih tipis dan sarung saja.

     “A, sebenarnya apa yang kumuntahkan tadi?” tanyaku tiba-tiba.

     “Entah, Mi, Aa juga tidak tau. Tadi itu seperti gumpalan darah, hitam pekat. Mungkin sebesar bakso. Entahlah … apa kau menderita sakit tertentu, Mi?” tanya Galih, kulihat wajah cemasnya.

     “Aku sehat, A. Tidak ada keluhan apa-apa selama ini. Aku juga heran kenapa ketika azan magrib tadi tiba-tiba tubuhku merasa tak enak.”

     “Apa baiknya kita periksakan ke dokter, Mi? Aa khawatir kalau kau sakit.” Galih membelai wajahku, lembut, hangat. Kurasakan sesuatu berdesir dalam dada.

     “Enggak, A. Aku sehat kok. Lihat aja! Badanku hangat kan?” Lagi-lagi, aku dekatkan tubuhku ke tubuhnya.

     “Kita bisa istirahat dulu malam ini, Mi, jika kau merasa tak enak badan,” ujarnya lirih.

     “Enggak, A. Ini malam kita. Aku hakmu seutuhnya, A.” Aku raih tangannya hingga kami berdua dalam posisi berdiri berhadapan.

     Kudekatkan tubuhku padanya. Deru napasnya begitu hangat. Kubiarkan tangan kokohnya merangkul pinggangku, kukecup lembut lehernya. Aku tahu, ia pasti sudah tak tahan melepaskan rasa yang terpendam selama ini.

     Sementara tangannya terus aktif bermain, membelai bagian belakang tubuhku, aku pun berinisiatif membuka kancing piyamaku satu persatu. Napas kami berlomba, menciptakan suasana syahdu.

     Gairahku serasa tak dapat tertahan, tubuhku menegang, piyamaku pun sudah luruh ke lantai. Rasa ini begitu nyaman, rasa yang sama seperti malam-malam pengantinku yang lalu.

MISTERI JANDA CANTIK (Segera Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang