Jimin mendongak, matanya menyipit memandangi tubuh ramping Yeorin dan tangan femininnya yang lentur.
Yeorin hampir bisa membaca pikiran Jimin. Sekurus apa pun pria itu sekarang, bobotnya masih lebih berat daripada Yeorin, sedikitnya sampai dua puluh kilogram — bahkan mungkin 25 kilogram.
Jimin tahu, meski pria dan wanita memiliki berat tubuh yang sama, dalam keadaan normal pria lebih kuat daripada wanita. Yeorin tidak membiarkan senyum singgah di bibirnya, tapi ia tahu ini bukan keadaan normal.
Jimin tidak banyak bergerak selama dua tahun, sementara fisik Yeorin sangat bugar. Wanita itu terapis, ia harus kuat untuk melakukan pekerjaannya. Yeorin bertubuh ramping, benar, tapi setiap jengkal tubuhnya terdiri atas otot yang kuat dan bertenaga.
Yeorin berlari, berenang, melakukan latihan peregangan secara teratur, tapi yang terpenting, ia berlatih angkat beban. Ia wajib memiliki tangan yang kuat supaya bisa mengangkat pasien yang tidak bisa bergerak sendiri. Ia menatap tangan Jimin yang pucat dan kurus, dan tahu ia pasti menang.
“Jangan lakukan!” kata Hyejin dengan suara tajam sambil menautkan jemari kuat-kuat.
Jimin menoleh dan menatap adiknya dengan tidak percaya.
“Kau pikir dia bisa mengalahkanku, bukan?” gumam Jimin, tapi kata-katanya lebih berupa pernyataan daripada pertanyaan.
Hyejin tegang, dia menatap Yeorin dengan tatapan ganjil seperti memohon.
Yeorin mengerti, Hyejin tak ingin kakaknya dipermalukan. Yeorin juga tidak bermaksud begitu. Tetapi, ia ingin Jimin menyetujui tetapi ini, dan ia bersedia melakukan apa pun yang diperlukan untuk membuat pria itu melihat apa yang dia lakukan pada diri sendiri. Yeorin mencoba memberitahukan hal itu melalui tatapan, karena tidak bisa menyuarakannya.
“Jawab aku!” Jimin tiba-tiba meraung. Semua garis tubuhnya menegang.
Hyejin menggigit bibir bawahnya.
“Ya,” sahut Hyejin akhirnya. “Kurasa dia bisa mengalahkanmu.”
Kesunyian melingkupi kamar itu, dan Jimin terduduk kaku. Karena memperhatikan pria itu dengan seksama, Yeorin melihat saat Jimin membuat keputusan.
“Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya, bukan?” tantang Jimin, lalu memutar kursi roda dengan menekan singkat satu tombol.
Yeorin mengekor ketika Jimin berjalan lebih dulu ke meja dan menghentikan kursi roda di sampingnya.
“Kau seharusnya tidak memakai kursi roda bermesin.” Yeorin mengamati sambil melamun. “Kursi roda manual akan menjaga kekuatan tubuh atasmu. Kursi ini mahal, tapi tidak memberikan manfaat apa pun untukmu.”
Jimin melemparkan tatapan murung ke arah Yeorin, tapi tidak menanggapi komentarnya.
“Duduk,” kata Jimin sambil memberi isyarat ke meja.
Yeorin menuruti permintaan Jimin dengan santai. Ia tidak merasakan sukacita ataupun kebanggaan saat tahu dirinya pasti menang. Ini sesuatu yang harus ia lakukan. Ia berada dalam situasi di mana ia harus memaksa Jimin.
Jongkuk dan Hyejin berdiri di kiri-kanan mereka saat mereka mengambil posisi. Jimin memutar posisi tubuh hingga nyaman, Yeorin melakukan hal yang sama. Ia menumpukan tangan kanan di meja dan mencengkeram bisepsnya dengan tangan kiri.
“Aku siap jika kau siap.”
Jimin memiliki keuntungan karena tangannya lebih panjang, Yeorin sadar ia harus mengerahkan segenap kekuatan tangan dan pergelangannya untuk menandingi keuntungan yang Jimin miliki. Pria itu menempelkan lengannya ke lengan Yeorin dan jemarinya menggenggam erat jemari Yeorin yang jauh lebih kecil.
![](https://img.wattpad.com/cover/207219009-288-k615641.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie To Me
Romance(Completed) Kecelakaan mengerikan membuat Han Jimin lumpuh, dan kehilangan semangat hidup. Ia pesimis akan pulih kembali dan menolak semua bentuk terapi yang disarankan. Sebagai terapis andal, Kim Yeorin yang ditawari pekerjaan untuk membantu memul...