Bagian 07

18.6K 468 22
                                    

Menghentikan mobil tepat di depan halte di mana seharusnya Nurmala ada di sana. Namun, Bara tak mendapati seorang pun. Netranya menyapu area sekitar. Sepi.

Membuka kembali pesan yang dikirim oleh Nurmala. "Benar di sini tempatnya. Tapi, kok gak ada. Kamu di mana, Nur?" Menengok ke sekitar, tak ada siapapun yang dapat ditanyai.

Masuk ke dalam mobil melajukannya perlahan. Setiap bertemu pejalan kaki, Bara turun bertanya sambil memperlihatkan foto Nurmala. Namun, tak seorang pun yang melihat gadis itu.

Rasa khawatir mulai menyergap setelah ditelepon berulang kali dan nomor Nurmala tak aktif. Kekhawatiran Bara semakin membuncah saat menelepon Renata dan juga keluarga Nurmala. Namun, wanitanya tak kembali ke sana.

Bara menyusuri jalanan mencari ke sana ke mari hingga malam menjelang. Namun, tak ada hasil.

Begitupun Haris dan Hardi kedua lelaki itu turut mencari setelah dapat kabar dari Bara bahwa Nurmala hilang kontak.
Sementara Hesti hanya bisa menangis di rumahnya. Gelisah, menunggu kabar dari suami dan putranya.

"Kamu ke mana, Nur?" gumamnya, sambil mondar-mandir di depan pintu. Sesekali menyibak tirai jendela.

Praaang!

Hesti dikejutkan dengan suara gaduh dari dalam kamar Nurmala. Segera ia berlari memastikan ada apa di sana.

"Nur, kamukah itu?" ucap Hesti sambil menarik knop pintu. Namun, tak ada siapapun di sana. Dahi wanita itu berkerut kemudian berjalan perlahan menyisir seluruh ruangan. Tak ada benda jatuh atau orang di sana. "Aneh, perasaan tadi sumber suaranya dari sini?"

Menggeleng mencoba menepis prasangka buruknya lalu keluar. Baru saja pintu kamar ia tutup terdengar tangisan dari dalam, sama persis seperti suara tangisan Nurmala. Segera ia buka kembali pintunya. "Nur, kamu sudah pu ...." Ia menghentikan ucapannya saat melongokkan kepalanya dan tak didapati seorangpun di sana.

Menyentuh dadanya, mendadak jantungnya berdetak tak menentu. "Firasat apa ini?" desisnya. Kemudian berlalu dari kamar Nurmala, dan kembali ke ruang tamu. Duduk di sofa masih sambil memegangi bagian dadanya.

Tiba-tiba tirai jendela menyibak bagai tertiup angin. Sontak membuat Hesti menoleh. Padahal saat ini kondisinya tengah tenang tak ada angin yang bertiup. "Siapa di sana?" ucapnya sambil berjalan perlahan mendekati tirai tersebut.

Menyibak tirai itu dengan perasaan takut. Tangannya gemetar. Setelah tersibak netranya menyapu ke luar jendela tak ada siapapun di sana.

Saat tengah serius mengamati luar jendela, tiba-tiba sekelebat bayangan hitam besar melesat tepat di belakang ia berdiri. Sontak membuatnya balik badan secara spontan. Detak jantungnya semakin tak menentu, napas memburu. Takut.

"Si-siapa?" Tak ada yang menyahut.

Kemudian ia berjalan perlahan hendak memeriksa ruang tengah di mana sosok hitam melesat ke ruangan tersebut.
Belum sampai ke ruang tengah sosok itu kembali muncul tepat beberapa meter di depannya. Menjerit histeris lalu ambruk tak sadarkan diri. Pingsan.

Hingga Haris dan Hardi pulang, Hesti masih terkapar tak sadarkan diri. Kedua lelaki itu berusaha menyadarkannya.

"Alhamdulillah, akhirnya Ibu sadar juga." Wajah kedua lelaki itu menyiratkan kelegaan.

Hesti bangun dia masih tampak shok. "Ta-tadi ... ta-tadi a-ada ...." Ia tergagap, sambil bola matanya melirik ke sana ke mari.

"Ada apa Bu?" cecar Haris.

Namun, Hesti tercekat ia hanya mangap-mangap tak jelas layaknya ikan kekurangan oksigen.

"Ambilkan minum, Ris!" titah Hardi diangguki oleh Haris. Lalu bergegas ke dapur mengambil segelas air.

Hamil Anak Setan (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang