Bagian 11

13.5K 358 11
                                    

Bruuugh!

Hesti ambruk tak sadarkan diri.

Wanita itu lalu berjongkok mengguncang bahu Hesti, berusaha menyadarkannya.

"Bu, bangun Bu! Bu ...." Namun, Hesti tak jua sadarkan diri.

Bingung dan panik akhirnya wanita bertongkat itu berteriak meminta pertolongan.

"Tolooong, tolooong!" pekiknya seraya celingukan ke sana kemari. Sepi. Tak ada orang yang melintas satu pun di jalan depan rumah itu.

Tak tahu harus berbuat apa wanita itu menangis ketakutan. "Bangun Bu, bangun!" ucapnya di sela isak tangisnya sambil mengguncang bahu Hesti. Lalu menaruh kepala Hesti di pangkuanya.

Tak lama Haris keluar, masih menggunakan handuk kimono. "Ada apa di teras berisik sekali. Ganggu orang lagi mandi saja!" Haris meracau sambil berjalan menuju teras. Saat sampai di ruang tamu alisnya mengkerut ketika matanya melihat wanita duduk berselonjor kaki memangku kepala ibunya.

"Kamu siapa? Dan apa yang kamu lakukan terhadap ibu saya?" cecar Haris lalu turut berjongkok. Wanita itu mendongak menatap wajah Haris. Sontak Haris pun bereaksi sama seperti ibunya termangu dan tergugu.

"Ka-kamu ...." Menunjuk wanita di hadapannya. "I-ini beneran kamu?" Mendekat memastikan lalu membingkai wajah wanita itu. Kemudian Haris merangkul wanita itu dari samping. Air mata haru tak dapat dibendung lagi. Tumpah ruah.

"Ayaaah! Kemari, Yah!" pekik Haris. Tak lama Hardi keluar. "Ada apa, Ris? Teriak-teriak kayak di hutan saja!" bentaknya sambil melangkah mendekat ke teras.

"Ya Tuhan, apa yang terjadi pada ibumu, Ris?" Hardi lalu berjongkok mengambil alih memangku kepala sang istri. "Bu, bangun!" ucapnya sambil menepuk pipi sang istri perlahan.

Haris menyentuh bahu sang ayah. "Yah, lihat dulu siapa yang datang!" Sontak Hardi menatap wanita yang ditunjuk oleh putranya itu.

Wanita itu menatapnya penuh rindu sementara Hardi masih terbengong tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Mematung. Tak lama Hesti sadar dari pingsan. Lalu bangun dengan gusar dan langsung memeluk wanita muda itu erat.

"Nurmala, Nak, kamu ke mana saja selama ini?" Melepas pelukan lalu membingkai wajah putrinya yang masih sama seperti dulu. Tak banyak berubah hanya saja ada bekas jahitan di bagian keningnya.

"Katakan apa yang terjadi padamu, Nak!" cecar Hesti netranya menyapu setiap inci tubuh putrinya.

Rasa bahagia membuatnya tak mampu berkata. Setelah sekian lama akhirnya pelita dalam keuarga mereka tlah kembali. Tangis haru pun tak dapat dibendung lagi. Ke empatnya saling berpelukan masih sambil terisak bahagia.

"Sudah-sudah, sekarang ayo kita masuk!" ajak Hardi dan semua pun masuk. Duduk di sofa ruang tamu. Hesti masih terus merangkul putrinya itu seolah takut jika terpisah lagi.

Haris bergegas mengambilkan minum untuk sang adik. "Ini Dek, minumlah!" Nurmala tersenyum lalu mengangguk dan meminum air tersebut. "Terima kasih, Kak." Haris mengangguk membalas senyuman dan mengusap pucuk kepala adiknya itu.

"Eum, bagaimana kabarnya Bara, Kak?" tanya Nurmala menatap wajah sang kakak lekat. Sorot matanya menanti sebuah jawaban.

Haris tergagap. Menatap sang ibu lalu beralih menatap sang ayah. Sorot matanya seolah bertanya pada keduanya ia harus menjawab apa?

Begitupun Hesti dan Hardi ia saling tatap satu sama lain. Bingung.

"Ada apa? Apa yang terjadi sama Bara? Lalu bagaimana kabar Renata, Bu?" cecar Nurmala sambil menggenggam jemari sang ibu.

"Eum, kenapa ngomongin orang lain. Memangnya kamu ndak kangen sama keluargamu ini."

"Bener kata Ibumu. Sebaiknya hari ini kita quality time melepas rindu yang sudah lama membelenggu," sahut Hardi.

"Iya, hari ini kita habiskan waktu bersama." Haris turut antusias. Latas Haris dan Hardi menelepon sekretaris masing-masing memberitahukan bahwa hari ini ia tak ke kantor, dan melimpahkan semua pekerjaan kepada orang yang mereka percaya di kantornya.

"Ayo sarapan dulu, pasti pada laparkan? Nanti baru dilanjut lagi ngobrolnya usai sarapan." Semua mengangguk setuju dengan usulan Hesti. Lantas semua menuju meja makan dan menikmati menu yang tersaji di sana sembari diselingi obrolan. Suasana rumah yang sejak lama membeku kini kembali hangat.

===

Hari berlalu begitu cepat. Siang tlah berganti malam. Nurmala dan Hesti mengobrol berdua di kamar sebelum tidur.

"Eum, bagaimana dengan bayi yang kamu kandung, Nak?" tanya Hesti sambil menatap perut Nurmala yang sudah kembali kempis seperti dulu.

"Itu bukan bayi, Bu." Mendengar jawaban dari Nurmala alis Hesti mengkerut. "Apa maksudmu bukan bayi?" cecarnya.

Nurmala menggeleng. "Sudahlah Bu, aku tak ingin membahas soal itu lagi."

"Baiklah kita bahas lain kali. Sudah malam, ayo tidur!" pungkas Hesti lalu beranjak tidur meski rasa penasaran masih bergelayut dalam hatinya.

Begitu pun dengan Nurmala ia penasaran apa yang terjadi dengan Bara dan Renata. Karena sejak ia kembali ke rumah itu tak ada yang mau menjawab setiap pertanyaan yang dia ajukan. Semua keluarganya selalu berdalih dan mengalihkan pembicaraan setiap kali ia bertanya soal Bara dan Renata.

===

Hesti bangun dan histeris saat mendapati Nurmala sudah tak lagi di sampingnya.

"Nuuur! Kamu di mana, Nak?" Beringsut dari atas ranjang lalu melihat ke kamar mandi dan ke kamar ganti hingga ke balkon bahkan ke seluruh ruangan. Namun, Nurmala tak ada di seluruh penjuru rumah.

"Apa itu semua hanya mimpi?" desisnya. Kemudian ia terisak dan terduduk lemas di lantai ruang tamu.

Next ➡

Hamil Anak Setan (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang