Bagian 14

13.5K 319 24
                                    

Evan lalu memakaikan jaketnya di tubuh Nurmala yang tengah tak sadarkan diri dibantu Emen. Lalu kedua lelaki itu duduk mengapit Nurmala.

"Sekarang bagaimana, Bos?" tanya Emen.

Evan menoleh ke arah Emen. "Bagaimana apanya?" Dia balik bertanya.

"Ah, ya ampun, Bos!" pekik Emen sambil menepuk jidatnya. Kemudian ia mendengkus kesal. "Bos, sepertinya kepandaianmu memudar saat dekat dengan wanita cantik," ejeknya kemudian.

"Sontoloyo!" umpat Evan sambil menyentil telinga Emen.

"Aduh! Sakit, Bos!" teriaknya sambil menggosok telinganya yang sakit dan panas.

"Berani kamu ngatain saya bodoh sekali lagi, gajimu bulan ini saya pending!" ancamnya.

"Ja-jangan dong, Bos. Ma'afkan saya!" Emen menangkupkan tangannya di hadapan Evan.

"Aaargh!" Evan mengibaskan tangannya tak peduli dengan rengekan Emen.

Suasana menjadi hening beberapa saat. Hanya desir angin dan kicau aneka burung serta suara binatang liar penghuni hutan yang terdengar.

"Bos, sekarang apa yang harus kita lakukan? Kita tidak mungkin kan terus di sini?" tutur Emen memecah keheningan.

"Ya, mau bagaimana lagi, kita tunggu dulu sampai gadis ini sadar." Evan menunjuk Nurmala yang masih belum juga sadar dari pingsan. "Setelah dia sadar, baru nanti kita pikirkan rencana selanjutnya," sambung Evan seraya mengedikkan alisnya.

"Bos, kalau menunggu dia sadar, maka kita akan terjebak di dalam hutan ini." Emen melihat ke sekeliling kemudian bergidik ngeri saat membayangkan keadaan hutan saat malam tiba.

"Sementara kita tidak tahu, kapan gadis ini akan bangun dari pingsan." Emen menyentuh bahu Nurmala, dan ditepis oleh Evan. "Jangan sentuh dia!" larangnya seraya menunjuk Emen.

"Ma'af Bos!" Lagi, Emen menangkupkan tangannya di hadapan Evan.

"Baiklah, kalau begitu sekarang kita harus segera keluar dari hutan ini sebelum hari semakin sore dan gelap."

"Itu baru benar, Bos!" pekik Emen girang. "Tapi, bagaimana dengan gadis ini?" tanyanya kemudian.

"Kita akan bergantian memanggul gadis ini," ucap Evan.

Emen beringsut mundur. "Ah, yang benar saja Bos? Bagaimana mungkin. Gadis ini berat Bos. Lagi pula bukankah Bos sendiri yang mengatakan kalau aku tak boleh menyentuhnya."

"Ah, sudahlah lupakan itu. Sekarang ayo kita segera bergegas keluar dari hutan ini, dan kamu yang memanggul gadis ini duluan. Nanti setelah kamu capek baru gantian ...."

"Gantian Bos yang memanggul?"

"Bukan gantian pidahin ke bahu kirimu atau sebaliknya!" sahut Evan ketus.

Emen tepok jidat. "Amsyong ini mah," gumamnya. "Yang benar saja Bos. Kalau seperti itu caranya aku bukannya keluar dari hutan ini tapi, mati kecapekan."

"Sudah jangan banyak komentar! Ayo, cepat panggul dia. Nanti keburu sore."

"Oke Bos. Tapi, nanti gantian sama Bos kan manggulnya?" Kekhawatiran tampak jelas tersirat di wajah Emen.

"Ck, iya gak usah khawatir. Buruan panggul!"

"I-iya Bos, siap!" Lantas, Emen pun segera memanggul tubuh Nurmala. Kemudian kedua lelaki itu mengayunkan langkah mencari jalan keluar. Kembali membelah hutan dan menerabas di tengah-tengah semak belukar. Tak jarang kedua lelaki itu kakinya terperosok masuk ke dalam gambut, dan juga tersandung tunggul kayu.

Hamil Anak Setan (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang