Hamil Anak Setan 03

29.1K 566 9
                                    

#Hamil_Anak_Setan
#HAS03

Terjadi ketegangan di ruangan dengan tembok bercat putih, bersekatkan tirai hijau lumut.

Nurmala kemudian duduk di sudut ranjang rumah sakit. Meraih tangan sang kekasih yang kebetulan berada di dekatnya.

"Ada apa? Kenapa semua diam?" tanya Nurmala. Namun, semua bergeming sehingga mengundang kaca-kaca pada netra bulatnya.

Nurmala kemudian melihat sang ibu lalu beringsut mendekat dan menggenggam lengan yang dulu menimangnya penuh kasih sayang. Kini tangan itu sudah mulai keriput, tak lagi mulus seperti dulu.
Mata yang dulu menyorot teduh penuh cinta kini berubah menjadi tatapan kosong yang penuh kekecewaan.

Melepaskan genggaman pada lengan sang ibu. Mengurut keningnya sejenak yang masih terasa pusing lalu ia beranjak dari duduk, dan mendekat pada sang ayah yang tengah   berdiri di sudut ruangan dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana jeans yang ia kenakan. Netranya melihat ke luar jendela.

"Ayah, ada apa?" tanya Nurmala seraya menggenggam lengan kekar sang ayah. Namun, Hardi bergeming. Sama seperti sang ibu ia hanya menatapnya sekilas dengan tatapan penuh kekecewaan. Lalu kembali nanar menatap ke luar jendela.

Nurmala geram dengan sikap semua keluarganya. "KATAKAN! ADA APA SEBENARNYA?" pekiknya. Sehingga pasien lain terkejut sebagian ada yang menyibak tirai penyekat melihat apa yang terjadi di bilik tempat keluarga Nurmala bersitegang.

Tak terkecuali seorang Suster yang tengah memeriksa pasien di sebelah bilik Nurmala pun turut mendekat memastikan ada apa? "Apa ada masalah, Bu, Pak?" tanyanya dengan ramah. Namun, sorot matanya menyelidik penuh tanya.

Hardi kemudian berbalik menghadap ke arah Suster berdiri dengan setelan warna putih. Melirik tajam ke arah Nurmala. Lalu menjawab pertanyaan sang perawat. "Tidak ada apa-apa, Sus." Sambil memasang senyum keterpaksaan.

Netra beriris cokelat yang dinaungi bulu mata lentik itu mengedar menatap satu persatu keluarga Nurmala. Kemudian mengangguk. "Baiklah kalau begitu mohon jangan berteriak lagi ya, karena bisa mengganggu pasien lain." Kemudian  suster pun kembali menutup tirai penyekat dan pergi dengan rasa penasaran masih bergelayut dalam benaknya.
Sementara keluarga Nurmala bergeming.

Keadaan Nurmala sudah membaik dan sudah diperbolehkan pulang hari itu juga. Lantas semua pun pulang usai menyelesaikan administrasi.

Dalam perjalanan tak ada yang mau angkat bicara semua diam. Bara sang kekasih ia tampak fokus menyetir sementara sang ayah yang duduk di jok depan samping Bara tatapannya lurus ke depan melihat kendaraan lalu lalang di jalan.

Begitupun sang ibu yang duduk di jok belakang kemudi tepat di samping kirinya tak mau menoleh ke arahnya. Wanita paruh baya itu menatap ke luar jendela. Entah melihat apa?

Sang kakak yang duduk di samping kanannya hanya bersedekap sambil bersandar pada sandaran jok melihat ke depan sesekali melirik ke luar jendela.
Membuat Nurmala semakin bingung.

Ia meraih tangan sang ibu lalu digenggam erat, dan menyandarkan kepalanya pada bahu wanita paruh baya itu. Perlahan kaca-kaca pada netranya luruh, sesekali gadis cantik itu menyeka air matanya.

Setelah mobil silver milik Bara terparkir di halaman depan. Semua pun turun, dan langsung masuk ke dalam rumah bernuansa putih bergaya eropa dengan ukuran lumayan besar dan luas. Gerbang dengan ornamen bunga warna gold menjulang tinggi menambah kesan mewah pada rumah milik keluarga Nurmala.

Setelah semua duduk di atas sofa berwarna hitam dalam ruang tamu bernuansa biru putih Nurmala kembali bertanya. Namun, semua bergeming.

Beberapa saat kemudian Bara angkat bicara. "Kamu menghianatiku, Nur." Sambil menatap tajam ke arah Nurmala.

Alis tebal Nurmala menaut, menatap Bara penuh tanya. "Menghianati apa?"

"Kamu hamil, dan kamu tidak pernah cerita soal kehamilanmu itu."

Nurmala mangap tak percaya mendengar pernyataan Bara. "Hamil?" ucapnya lirih. Kemudian menatap perutnya yang besar, dan mengusapnya perlahan. Air matanya kembali luruh.
Menggeleng tak percaya. "Enggak, aku gak mungkin hamil!" pekiknya.

"Jadi ini alasan kamu memintaku agar cepat-cepat menikahimu? Untuk menutupi kehamilanmu dengan pria lain?"
Nurmala menggeleng seraya menatap sang kekasih dengan tatapan kecewa. Ucapan Bara membuat dadanya terasa sakit dan sesak. Ingin menyanggah tapi tercekat yang keluar hanyalah isakan belaka.

"Jadi, benar aku hamil?" Netra sembabnya mengedar menatap satu persatu orang yang ada di sana. Namun, semua bergeming.

Kemudian menyeka air mata yang tak mau berhenti mengalir. Menutup wajahnya dengan ke dua telapak tangan dan terisak.

Sang ibu pun hanya bisa menangis, tidak tahu harus berbuat apa?
Kemudian Haris mendekat memegang bahu sang adik. "Dek, sebenarnya kamu hamil anak siapa?" tanyanya dengan nada penuh penekanan.

Nurmala menyeka air matanya lalu menatap sang kakak tajam. "Aku gak hamil, Kak!" pekiknya tidak terima.

"Tapi tadi diUSG memperlihatkan ada sesuatu yang bergerak di rahimmu, dan dokter bilang itu janin." kali ini Haris menjelaskan dengan sangat hati-hati. Tak mau jika adiknya depresi jika terus ditekan.

"Enggak, aku gak mungkin hamil!" sanggahnya sambil terus menggeleng. "Dokter pasti salah, Kak!"
Nurmala menutup telinganya dengan ke dua tangan tidak mau lagi mendengar perihal kehamilannya.

Hardi geram, ia bangkit dari duduk lalu mendekat ke tempat sang putri duduk. "Anak tidak tahu diuntung! Inikah balasanmu terhadap kasih sayang yang kami berikan, hah! Kau telah mencoreng nama baik keluarga kita!" Sambil menunjuk kasar wajah cantik yang dulu selalu membuatnya merasa gemas. Tanpa basa-basi pria gagah itu melayangkan sebuah tamparan yang lumayan keras. Sehingga membuat Nurmala meringis kesakitan.

Satu tamparan hampir mendarat lagi di pipi Nurmala. Beruntung Hesti berhasil.mencekal tangan sang suami. "Sudah, Yah! Jangan tampar dia lagi!" teriaknya di sela sedu-sedannya.

Kemudian Hesti menenangkan Hardi yang tengah dikuasai amarah itu. Nurmala berlari ke kamarnya sambil memegangi pipinya yang sakit.

Bara hendak mengejar calon istrinya itu. Namun, dicekal oleh Haris. "Biarkan dia menenangkan diri. Sebaiknya kamu pulang saja dulu."

Bara menatap Haris lalu mengangguk dan pulang.

===

Kegelisahan serta kecemasan tersirat jelas pada wajah Bara sehingga mengundang tanya dan menumbuhkan rasa penasaran pada hati sang bunda juga ayahnya.

"Kamu kenapa? Kok makanannya dari tadi cuma diaduk-aduk saja?" tanya sang bunda. Kemudian wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan awet muda itu menatap sang suami. Netra keduanya pun beradu penuh kebingungan.

"Iya, ada apa? Apa ada masalah sama persiapan pernikahanmu dengan Nurmala?" sahut sang ayah yang juga penasaran dengan perubahan sikap putra semata wayangnya itu.

Namun, Bara bergeming. Tangannya masih terus sibuk mengaduk makanannya. Sementara angannya berkelana entah ke mana?

"Bara!" pekik sang ayah.

"Ada apa?" tanya Bara sambil menatap sang ayah lalu beralih menatap sang bunda.

Ayah dan bundanya saling pandang sejenak kemudian mendengkus kesal.

"Yang seharusnya nanya 'ada apa' itu kita," sahut sang bunda.

"Bara lagi mikirin kehamilan Nurmala, Yah, Bun." Tanpa sadar Bara keceplosan. Sontak netra ayah dan ibunya membulat sempurna. "Apa,  hamil?" Kompak keduanya.

===

Setelah tahu calon menantunya hamil akankah orang tua Bara masih merestui pernikahan putranya dengan Nurmala?

Jawabannya ada di next part ....

Sampai jumpa di next part.



Hamil Anak Setan (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang