1. PESTA ULANG TAHUN

635 84 23
                                    

Bagi murid SMA Raya Jaya, yang sering menyebut diri mereka "Anak Raja" (akr. Anak Raya Jaya), pesta ulang tahun ketujuh belas adalah ajang untuk membuktikan diri bahwa mereka bisa mondar-mandir memamerkan busana bertema unik, sambil memegang gelas minuman berwarna unik, untuk menerima pujian semacam "wah, pestanya unik banget". Agar sah masuk kategori "unik" tersebut, pesta itu harus jadi bahan obrolan paling tidak selama dua minggu. Karena itu, Monita mulai menyusun rencana jauh dua bulan sebelum hari H.


= MY REVENGE-BIRTHDAY PARTY =

1. Pilih lokasi yang lagi tren tapi nggak pasaran

2. Pilih tema yang fresh + nggak lebay (lihat Pinterest)

3. Pastikan Dirga datang tepat waktu —> PENTING!


Kira-kira begitulah versi pendek yang tertulis di catatan kecilnya.

Sejauh ini, semua masih berjalan sesuai rencana. Dia berhasil menyewa satu sudut taman Grand Will. "Biar teman-teman mudah ke sana, Mami," bujuknya saat ibunya keberatan mengeluarkan uang besar hanya untuk kesenangan satu malam.

Lokasi hotel itu memang di pusat kota, tapi sejujurnya bukan itu alasan utamanya.

Grand Will lagi populer di media sosial. Mereka punya taman dengan kolam renang kecil yang baru direnovasi. Nuansa eksteriornya dibuat mirip-mirip pantai tropis di Kuba. Poin menariknya: baru sedikit anak muda yang merayakan hari istimewa di sana. Maklum, harga sewanya masih terlalu tinggi, bisa jadi untuk menutupi biaya renovasi. Supaya terkesan lebih eksklusif, setiap acara bakal dapat sorotan spesial dari manajemen hotel, diunggah di akun Instagram resmi mereka yang punya pengikut ratusan ribu. Terekspos seperti itu kadang bikin orang-orang merasa punya tempat di dunia.

Setelah sepakat mengurangi jumlah tamu dan biaya kado—untuk dialokasikan ke sewa tempat—akhirnya permintaan Monita disetujui.

Monita bangga dengan pencapaiannya itu. Dia benar-benar tidak salah pilih. Di malam ulang tahunnya, dekorasi yang tersaji sama sekali tidak mengecewakan. Ombak laut diganti dengan air mancur di kolam. Kehangatan senja terpancar melalui sinar redup lampu-lampu selasar. Deretan tanaman palem membuat nuansa tropis semakin kental, selaras dengan hiasan dedaunan yang menjalar di meja makan kayu yang disusun memanjang di satu sisi kolam. Kehangatan Havana berhasil pindah ke pestanya.

"Momon! Ini unik banget. Caribbean party? Wow! Everything looks gorgeous!" Seorang perempuan dengan jumpsuit biru laut mendekati Monita. Langkahnya diatur panjang-panjang, senyumnya terlampau ceria.

Dia Delia, salah satu sahabat terdekat Monita. Saat mereka berpelukan, tamu lainnya memandang sangsi. Semua Anak Raja tahu, mereka bukan sahabat biasa. Di dalam kedua tangan yang saling merangkul itu, tersimpan pisau yang siap menusuk.

"Momon seleranya mah enggak pernah pasaran, Del. Sesuai lah sama ekspektasi gue." Seorang perempuan lainnya, dengan poni berpotongan rata, mengekor di belakang Delia.

Dia Priska, teman dekat Delia, kadang-kadang jadi teman dekat Monita. Tergantung situasi. Mana yang lebih menguntungkan, itu yang dia pilih. Namun, tampaknya kali ini Priska ada di pihak Monita. Ucapannya barusan terdengar seperti sindiran menguntungkan.

Dua bulan lalu, Delia merayakan pesta sweet seventeen di ballroom hotel yang lebih ternama dari Grand Will. Sayangnya, hal itu tidak serta-merta menjadikan pestanya semakin meriah. Tema ke-yunani-yunani-an memang tampak elegan, tapi undangannya hampir mati kebosanan. Terlebih lagi, Dirga—tamu yang paling dinantikan—batal hadir di acara inti. Dirga datang satu jam setelah acara potong kue, di saat para tamu sudah mulai sibuk minta dijemput. Sepanjang pesta, tidak ada hal spesial yang bisa dijadikan bahan obrolan Anak Raja selain tiara bertabur 17 permata yang menghias rambut ikalnya. Selebihnya mencair seperti es batu di dalam Mojito palsu yang digenggam Monita.

Kacamata MonitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang