Monita mondar-mandir dengan handuk melilit di kepala. Rambutnya masih basah, tapi isi kepalanya panas membara. Berkali-kali dia hilir mudik di lorong antara tempat tidur dan meja belajar. Tatapannya juga berkelana ke sana kemari; dari meja rias ke tempat tidur, ke benda-benda di atas tempat tidur: kotak hijau, kotak biru, paper bag cokelat, paper bag ungu, loncat ke jam dinding, beralih lagi ke tempat tidur.
Eksplorasi itu semakin menjengkelkan karena ponselnya terus mengeluarkan nada sambung monoton. Sudah hampir lima belas menit sambungannya diabaikan oleh salah satu staf yang mengurus pesta ulang tahunnya tadi sore. Belasan pesan pun tidak kunjung terbalas. Sebenarnya wajar, sekarang hampir pukul sepuluh malam, terlalu larut untuk meladeni klien.
Namun, Monita enggan menyerah karena ada hal penting yang harus segera dibereskan. Tidak bisa ditunda-tunda.
Sambil terus menunggu panggilannya diterima, Monita mengamati pantulan menyedihkan dari cermin meja rias. Jejak samar eyeliner dan maskara pada wajahnya seolah menekankan betapa tragis penghujung malam ulang tahunnya hari ini. Belum lagi alisnya yang sekarang terlihat tidak simetris. Seingatnya, saat pakai riasan di pesta tadi semua elok-elok saja. Tidak ada yang miring sebelah. Apa memang sukacita sweet seventeen sebenarnya cuma sugesti? Atau, meskipun nyata, semua itu sebenarnya cuma berumur satu malam? Tapi, kenapa yang dia alami berlalu begitu cepat? Bahkan sekarang belum sampai tengah malam. Kenapa nasibnya lebih parah dari Cinderella?
"Halo, Moni?"
Saat terdengar jawaban dari seberang, kedua mata Monita bercahaya penuh harap.
"Mas masih di Grand Will?"
"Ini mau balik."
"Wait, bentar dulu, Mas. Ada yang ketinggalan."
"Apa yang ketinggalan?"
"Kado," jawab Monita yakin. "Seingat Moni, warnanya biru gelap, ada pita emasnya. Tolong cariin, dong Mas. Mungkin ketinggalan di sana."
"Perasaan tadi udah diangkut semua, deh. Ini juga venue-nya udah kosong."
"Tolong pastiin lagi, Mas. Moni juga dari tadi udah periksa di semua tempat ...." Monita melirik lautan bungkusan warna-warni yang membanjiri tempat tidurnya. "Tapi, ada satu kado yang nggak kelihatan. Dan ini penting banget."
🕶️
KAMU SEDANG MEMBACA
Kacamata Monita
Teen FictionDapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya...