8. NEGOSIASI BERISIKO

262 50 15
                                    

Setiap hari Jumat, Anak Raja bisa bebas pulang lebih cepat, kecuali mereka yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Biasanya lapangan Raya Jaya akan masuk pada status tersibuk karena dipadati dengan berbagai aktivitas, terutama klub olahraga, pramuka, dan paskibra. Monita sudah lama tidak menyaksikan keramaian semacam itu. Terakhir kali yaitu saat kelas X semester pertama, saat dia masih jadi murid baru dan ikut Kana bergabung dengan Dokter Remaja. Namun, tidak bertahan lama karena jauh dari yang dia bayangkan. Alih-alih belajar soal medis, saat itu mereka lebih sering bersih-bersih lingkungan sekolah dan menanam pohon. Alhasil, baru tiga bulan bergabung, Monita perlahan mundur. Mulai dari absen sekali-kali, sampai tidak pernah datang sama sekali.

Sore itu cuaca kurang mendukung. Langit mendung menimbulkan hawa malas. Tidak ada lingkaran pramuka yang mengelilingi pembina. Tidak ada anggota pemandu sorak yang sedang latihan formasi. Dari koridor tempat Monita berdiri, tampak anggota paskibra di timur lapangan membubarkan barisan dan masuk ke salah satu ruang kelas. Hanya kumpulan anggota Merpati Putih yang masih setia duduk rapi di sudut lapangan dekat pohon rindang.

"Lo yakin mau nunggu di luar? Udah mau hujan, loh."

Monita menghentikan observasi lapangannya. Di depan kelas mereka, Kana sudah siap-siap menuju UKS untuk pertemuan Dokter Remaja. Dia sengaja datang terlambat dengan alasan makan siang dulu.

Monita harusnya bisa pulang bersama teman-teman non-ekskul lain. Namun, sudah hampir satu minggu teka-teki kado belum terungkap. Jika memang benar tanggal yang dimaksud Dirga adalah akhir bulan ini, berarti Monita hanya punya waktu kurang dari tiga minggu. Dia merasa harus segera ambil tindakan yang lebih progresif. Jadi, hari ini Monita sengaja minta dijemput agak lama. Alasannya mau kerja kelompok, tapi niat sebenarnya dia ingin memulai hubungan kerja sama dengan Aceng.

Tentu saja Kana tidak mengetahui itu. Monita hanya mengaku jemputannya telat. Itu saja. Tidak ada keterangan tambahan.

"Biar nggak bosan. Sekalian lihat-lihat kegiatan Merpati Putih," jawab Monita sambil memaksa tawa kecil demi menutupi kegugupan.

Saat diskusi tugas kelompok di kafe kemarin, mereka sudah membagi-bagi peran masing-masing. Monita, Aceng, dan Fara akan mengumpulkan materi tertulis dan wawancara. Sedangkan Kana, Risma, dan Jhoni akan mengerjakan bagian pengambilan video dan editing. Sebenarnya mereka masih punya banyak waktu. Semua materi juga tersedia di internet. Monita seharusnya tidak perlu mengeluarkan usaha ekstra untuk melakukan pengamatan di sore yang mendung. Semua orang menyadari itu, termasuk Kana yang tidak bisa berhenti mengernyit heran. Namun, pada akhirnya dia tetap mengangguk percaya dan pamit ke UKS.

Sepeninggalan Kana, Monita duduk di bangku besi panjang di depan kelasnya. Kembali memperhatikan aktivitas mencari kertas dengan mata tertutup. Selama ini Monita pikir Merpati Putih itu hanya tentang kekuatan fisik. Ternyata olahraga yang ditekuni Aceng juga punya sisi unik yang menyenangkan untuk ditonton.

Aceng duduk di barisan paling pinggir. Sama seperti anggota lain, dia duduk dengan postur yang tidak sepele. Tidak ada punggung yang melengkung ke depan. Arah pandang mereka pun seragam, mengarah ke dua anggota yang berdiri di depan barisan. Satu dengan mata tertutup kain merah, satu lainnya memegang selembar kertas putih. Pergerakannya samar-samar di pandangan Monita. Dari yang dia amati, anggota dengan mata tertutup sedang berusaha menebak-nebak keberadaan kertas.

Di tengah pengamatannya, perhatian Monita teralih ke Jhoni yang datang dari arah kios fotokopi.

"Belum pulang, Mon?" tanya Jhoni. Dia membawa beberapa lembar poster dan potongan karton warna-warni, sangat kontras dengan warna langit yang semakin menghitam.

"Iya, nih. Masih nungguin jemputan."

Jhoni melirik jam tangannya sebentar, lalu memberi ide, "Daripada bosan nunggu, mending bantuin gue nempelin ini di mading."

Kacamata MonitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang